** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com ** Akuisisi Televisi dan Nasib Demokrasi Ade Armando*) KALAU saja pertelevisian bisa dilihat sebagai usaha biasa sebagaimana bisnis lainnya, rencana pembelian saham TV7 oleh Trans TV serta saham LaTV oleh ANTV tak perlu serius ditanggapi. Bukankah jual-beli saham memang terjadi di sembarang saat? Masalahnya, pertelevisian bukan industri biasa. Banyak orang lupa arti penting media dalam peradaban, dalam kehidupan bermasyarakat, dalam demokrasi, saat media berkembang menjadi industri yang melahap triliunan rupiah per tahun seperti saat ini. Media lebih sering dilihat dari sisi bisnis, sebagai mesin pencetak uang. Padahal fungsi utamanya bukan di situ. Media massa adalah sebuah kekuatan yang sangat menentukan apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui masyarakat. Kepercayaan akan kekuatan itulah yang menyebabkan para pengiklan di seluruh dunia mengalirkan uang berlimpah kepada media untuk memasarkan produk mereka. Tapi kepercayaan akan kekuatan itu pula yang menyebabkan banyak pemerintah otoriter di dunia berusaha mengendalikan media. Ketika berkuasa, Soeharto sadar betul akan potensi media, sehingga di bawah kekuasaannya Tempo, Detik, dan Editor ditutup, PWI dijadikan organisasi kewartawanan tunggal, stasiun radio tidak boleh menyiarkan berita, wartawan pembangkang dipecat, disiksa, dan bahkan dibunuh. Dengan begitu, bisa dipahami bila kemerdekaan pers dipandang sebagai salah satu ukuran utama terselenggaranya demokasi di sebuah negara. Gagasan intinya adalah bahwa dengan kemerdekaan itu akan hadir sebuah public sphere--ruang luas tempat orang bisa bertukar informasi secara bebas, setara, dan terbuka. Pengendalian media oleh pemerintah dikutuk karena itu dipercaya akan membatasi pilihan informasi yang dapat diakses masyarakat luas. Bila pemerintah diberi kewenangan politik untuk mengontrol media, mereka akan memanfatkannya untuk mencegah beredarnya informasi yang bertentangan dengan kepentingan mereka. Tapi terbebas dari kontrol pemerintah ternyata tidak dengan sendirinya menyebabkan masyarakat memperoleh keragaman informasi. Ancaman bisa datang dari arah berbeda: para pemodal. Ketika segenap perangkat peraturan yang membatasi wewenang pemerintah dalam mengontrol media sudah tersedia, hak masyarakat atas keberagaman informasi tetap terancam oleh kemampuan para pemodal untuk menentukan isi media. Sebenarnya masalah tak akan terlalu rumit kalau saja kita percaya bahwa independensi jurnalis profesional di Indonesia terjamin. Salah satu prinsip penting dari kemerdekaan pers adalah kemerdekaan wartawan dalam menjalankan profesinya dari campur tangan pemilik. Film Good Night and Good Luck (2005) menunjukkan bahwa bagi wartawan sejati, kebebasan untuk menyampaikan kebenaran adalah hal yang tak bisa ditawar. Masalahnya, kondisi ideal semacam itu masih menjadi kemewahan bagi media di Indonesia, terutama industri penyiaran. Berbeda dengan banyak suratkabar yang dibangun atas dasar cita-cita demokratisasi, kabanyakan stasiun televisi nasional di Indonesia dimodali oleh para pengusaha dan pedagang yang--saya duga--tidak peduli kalau Indonesia disebut sebagai negara terkorup, termiskin, atau negara dengan tingkat demokrasi terendah di Asia. Karena itu, bagi mereka, segenap perbincangan tentang independensi wartawan, obyektivitas, ketidakberpihakan, pemberitaan berimbang, adalah rangkaian hal yang mungkin baik tapi tidak penting. Kepentingan mereka bukan demokrasi. Dalam sistem penyiaran Indonesia, intervensi kepentingan pemodal dan pemilik tampil sangat nyata. Bagaimana Metro TV dijadikan sarana kampanye politik Surya Paloh tentu sudah jadi rahasia umum. RCTI menyajikan talk-show yang sepenuhnya menjelaskan kebenaran versi Hary Tanoesoedibjo tatkala sang pemilik itu terkena kasus sertifikat deposito "bodong". Acara populer Republik BBM di Indosiar didrop setelah sang pemilik stasiun disentil dalam pertemuan dengan Wakil Presiden. Trans TV menyajikan acara infotainmen yang penuh puja-puji terhadap Soeharto saat mantan presiden itu berulang tahun. Seorang pemilik stasiun--maaf namanya tak bisa disebutkan--mengajak para pemilik stasiun lain untuk besama tidak menyajikan aksi mogok pada Hari Buruh Internasinal, 1 Mei lalu. Dan, yang terakhir, acara sepak bola dunia di SCTV menempatkan Titik Soeharto--yang adalah komisaris dan setidaknya penah tercatat sebagai pemegang saham stasiun tersebut--sebagai presenter kendati sangat kentara ia tidak memiliki segenap persyaratan yang dibutuhkan. Sebuah public sphere yang dicita-citakan rupanya cuma mimpi. Jadi, apa yang akan terjadi saat rangkaian akusisi dalam industri penyiaran terus terjadi? Yang paling dikhawatirkan tentu saja adalah kalau itu bergerak ke arah pemusatan kepemilikan yang berimplikasi pada penunggalan informasi ala Orde Baru. Saat ini, yang jelas-jelas mengelompok adalah RCTI, Global, dan TPI di bawah payung MNC. Kemudian, bila benar kabar yang sudah lama terdengar bahwa kelompok Salim di belakang Chairul Tanjung, grup kedua adalah Indosiar, Trans TV, dan TV-7. Grup ketiga adalah LaTV dan ANTV, yang berkait pula dengan konglomerat media gobal, News Corp. Baru kemudian ada SCTV, yang terkait dengan kelompok media internasional Singleton, serta Metro TV yang sepenuhnya independen. Masih jauh dari monopoli tentu. Tapi skenario terburuknya tentu saja adalah bila grup-grup ini bergandeng tangan memperjuangkan kepentingan ekonomi dan kepentingan politik mereka dengan mendikte isi media yang mereka kuasai. Kalau itu yang terjadi, sementara para pekerja media membiarkan diri mereka dikuasai, hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang beragam akan terkhianati. Jadi, kabar pengambilalihan saham TV7 dan LaTV bisa saja sekadar praktek ekspansi bisnis biasa. Namun, dalam konteks masyarakat di mana posisi bisnis sangat melekat dengan kepentingan politik, kejadian itu bisa sangat vital dalam perjalanan demokrasi Indonesia. *)Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (Kolom Majalah TEMPO, 3 Juli 2006) At 10:54 AM 7/2/06 +0000, you wrote: >Andai benar bahwa alasan/tujuan saling membeli adalah penguasaan semua >segmen pasar, bisa dipastikan (cenderung) kejarannya akan sama seperti >yang sudah-sudah: melulu kuantitas semacam rating itu. Apa sebab? >Dasar pemikiran segmentasi itu sendiri pun melulu berdasarkan Social >Economy Status (SES). Lantainya adalah uang (padahal mereka tv >gratisan). > >Apa benar mengendus khalayak media hanya melalui SES? Ini pendekatan >marxian, bahwa ekonomi adalah determinan segalanya. Dalam meneliti >kenyataan, ini masih pincang alih-alih gagal. Sering kita lihat >pembaca Kompas juga membaca Pos Kota, misalnya. Penonton Metro TV juga >menonton lativi. Atau mereka yang berpengeluaran 5 juta ke atas >(rutin) pun membaca majalah Hai (lepas apapun kepentingan mereka). > >Sepertinya ada yang tidak tercakup dalam praktek mencium khalayak >media, yakni paradigma, karakter, atau pola pikir. Bahwa seorang >liberalis, misalnya, bisa "menyusup" di setiap tingkatan kelas sosial, >pekerjaan, geografis, dan usia. Begitu juga seorang agamais, moralis, >komunis, dan seterusnya. > > > >Iqbal > > > > > >--- In mediacare@xxxxxxxxxxxxxxx, Satrio Arismunandar ><satrioarismunandar@...> wrote: > > > > Dalam suatu perencanaan strategis, semuanya mungkin. > > Strategis itu biasanya kan lebih berjangka panjang, > > tidak jangka pendek. Dan pasti bukan satu aspek saja > > (ekonomi/bisnis) yang diperhitungkan. Tapi saya tak > > mau berspekulasi. Kita lihat saja nanti. > > > > > > --- Selo Ruwandanu <selo@...> wrote: > > > > > Bisa saja kalau targetnya adalah konglomerasi dan > > > membesarkan tangible asset. Soal segmen penonton itu > > > kan bisa diubah seiring dengan perubahan image > > > statiun dan program di dalam yang mengikutinya... > > > > > > Kalau bicara ekonomi, tentu (mostly) apapun bisa > > > saja terjadi, dan terkait. Apakah ada kaitannya > > > dengan politik 2009? Wah.. saya juga lagi cari tahu > > > nih.. > > > > > > > > > > > > Salam manis, > > > > > > :sr > > > > > > > > > > > > -----Original Message----- > > > From: mediacare@xxxxxxxxxxxxxxx > > > [mailto:mediacare@xxxxxxxxxxxxxxx] On Behalf Of > > > Satrio Arismunandar > > > Sent: Thursday, June 29, 2006 9:13 PM > > > To: mediacare@xxxxxxxxxxxxxxx > > > Subject: Spam:Re: [mediacare] TV7 dan Trans TV akan > > > "bersaudara" > > > > > > > > > > > > 1. Soal Lativi dibeli Bakrie, itu saya dengar dari > > > salah satu petinggi di dunia TV swasta Indonesia. > > > > > > 2. Soal kedekatan pribadi, sih bisa saja. Tapi > > > sebagai > > > businessman tulen, hitung-hitungan bisnis akan lebih > > > menentukan. Sekarang, apa sih untungnya jika Trans > > > dan > > > Indosiar saling membeli saham? Segmen penontonnya > > > sama > > > (A, B), sehingga bisa terjadi saling memakan. Rugi > > > dong. > > > > > > Sekarang, kalau saya adalah pemilik Trans dan TV7, > > > maka Trans akan saya tetapkan segmennya di pasar > > > penonton menengah atas (bersaing lawan RCTI dan > > > SCTV), > > > dan TV7 ke pasar menengah bawah (bersaing lawan > > > TPI). > > > Jika saya menang, saya menguasai semua segmen pasar > > > (A, B, C, D , E). > > > > > > Satrio > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor > > > --------------------~--> > > > Something is new at Yahoo! Groups. Check out the > > > enhanced email design. > > > > > http://us.click.yahoo.com/SISQkA/gOaOAA/yQLSAA/IRislB/TM > > > > > -------------------------------------------------------------------- >~-> > > > > > > > > > Web: > > > http://groups.yahoo.com/group/mediacare/ > > > > > > Klik: > > > > > > http://mediacare.blogspot.com > > > > > > atau > > > > > > www.mediacare.biz > > > > > > Untuk berlangganan MEDIACARE, kirim email kosong ke: > > > mediacare-subscribe@xxxxxxxxxxxxxxx > > > > > > Yahoo! Groups Links > > > > > > > > > mediacare-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > __________________________________________________ > > Do You Yahoo!? > > Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around > > http://mail.yahoo.com > > > > > > > > > > > > > >Web: >http://groups.yahoo.com/group/mediacare/ > >Klik: > >http://mediacare.blogspot.com > >atau > >www.mediacare.biz > >Untuk berlangganan MEDIACARE, kirim email kosong ke: >mediacare-subscribe@xxxxxxxxxxxxxxx > >Yahoo! Groups Links > > > > [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> See what's inside the new Yahoo! Groups email. http://us.click.yahoo.com/2pRQfA/bOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **