** Mailing List Nasional Indonesia http://www.ppi-india.org ** ** Situs milis nasional: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia ** ** Info Beasiswa Indonesia http://informasi-beasiswa.blogspot.com ** Iya mas, karena ajaran ajaran suku suku Semit (Yahudi, Kristen dan Islam) berintikan statement "jalanku yang terbenar". Gimana gak mau bunuh bunuhan, mas? salam danardono --- In ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx, "(*-* Alvin DanielS *-*)" <alvindaniels@xxxx> wrote: > > betul pak, > kristen adalah salah satu agama yg disebarkan dgn darah dan kemarahan... > > salah satunya adalah fransisco pizzaro, bangsawan spanyol yg menyebarkan > katolik di peru dengan membunuh, memperkosa dan memaksa suku indian utk > menjadi katolik... > yg akhirnya melahirkan organisasi separatik 'tupac amaru'the shining path'. > > islampun disebarkan di turki dgn cara yg sama, > kristen di indonesia melalui spanyol dan belanda jg melakukan pemaksaan yg > sama... > > memang saat ini, budha masih yg paling bersih..entah dari sikap pemeluknya > maupun dari ajaranya. > > > on 10/20/05 8:22 PM, RM Danardono HADINOTO at rm_danardono@xxxx wrote: > > > Mas Muhkito, > > > > > > Sebuah tulisan yang sangat legawa, lugas dan jujur: > > > > ------------------ > > "Masalahnya dapat dirumuskan begini: Agama-agama mengklaim membawa > > berkah dan keselamatan kepada seluruh manusia. Tetapi dalam kenyataan > > sebagian sejarah agama-agama monotheis, Keyahudian, Kristianitas dan > > Islam,ditulis dengan darah. > > > > Itu beda dengan agama misionaris besar keempat didunia, Budhisme. > > > > Sejauh saya tahu, penyebaran Budhisme serta pertemuan dan > > komunikasinya dengan agama-agama "saingan" tak pernah disertai > > kekerasan. > > > > Sebagai anggota yakin salah satu agama misionaris,Kristianitas > > Katolik, yang banyak mencurahkan darah dan cenderung ke > > kekerasan dalam sejarah dan konfrontasinya dengan agama-agama lain, > > sayamerasa malu, sekaligus iri dan rindu dengan gaya "misi" Budhisme > > itu. Saya merasa bahwa sebenarnya itulah cara agama-agama misionaris > > melakukan misi mereka dan bertemu dengan agama-agama lain...." > > > > > > ------------ > > > > > > Ini patut kita renungkan bersama. Menolak kekerasan dalam segala > > bentuk, adalah jalan terindah untuk menyampaikan iman kita pada > > sesama umat. > > > > Damai. Penuh respekt. Tidak merendahkan yang lain. > > > > > > Salam > > > > danardono > > > > > > > > > > > > --- In ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx, Muhkito Afiff <muhkito.afiff@xxxx> > > wrote: > >> > >> ------------------------------------- > >> IslamEmansipatoris.com, Jum'at, 14 Oktober 2005 > >> > >> > >> > >> Oleh: Franz Magnis-Suseno > >> > >> > >> Adalah jasa Majelis Muslim Indonesia (MUI) bahwa mereka mengangkat > >> kembali ke panggung diskursus publik sebuah tema yang tidak > >> berhenti-henti menentang tiga agama Abrahamistik: hal pluralisme. > > Debat > >> ini memang tidak boleh dan tidak dapat dihindari dan kita harus > >> berterima kasih kepada MUI bahwa MUI mengembalikannya ke panggung > >> diskursus publik. Prasaran ini?yang tidak secara khusus mau > > menanggapi > >> sikap MUI?mau menjadi sumbangan terhadap diskusi itu. > >> > >> Masalahnya dapat dirumuskan begini: Agama-agama mengklaim membawa > > berkah > >> dan keselamatan kepada seluruh manusia. Tetapi dalam kenyataan > > sebagian > >> sejarah agama-agama monotheis, Keyahudian, Kristianitas dan Islam, > >> ditulis dengan darah. Itu beda dengan agama misionaris besar > > keempat di > >> dunia, Budhisme. Sejauh saya tahu, penyebaran Budhisme serta > > pertemuan > >> dan komunikasinya dengan agama-agama "saingan" tak pernah disertai > >> kekerasan. Sebagai anggota yakin salah satu agama misionaris, > >> Kristianitas Katolik, yang banyak mencurahkan darah dan cenderung > > ke > >> kekerasan dalam sejarah dan konfrontasinya dengan agama-agama lain, > > saya > >> merasa malu, sekaligus iri dan rindu dengan gaya "misi" Budhisme > > itu. > >> saya merasa bahwa sebenarnya itulah cara agama-agama misionaris > >> melakukan misi mereka dan bertemu dengan agama-agama lain. > >> > >> Namun sejarah tidak bisa ditiadakan lagi. Dan di sini bukan tempat > > untuk > >> menelusuri (yang sudah banyak dilakukan) mengapa agama-agama > > monotheis > >> begitu cenderung ke kekerasan dan kekejaman . > >> > >> Karen Amstrong dalam "A History of God" melakukannya dan apa yang > >> ditulisnya memang menjadi bahan refleksi serius bagi anak-anak > >> agama-agama Abrahamistik. Akan tetapi, Karen Amstrong sendiri, > > mantan > >> suster itu, mengaku tidak lagi percaya pada Allah personal (hal > > mana > >> sama dengan mengatakan bahwa ia memang tidak percaya lagi pada > > adanya > >> Allah karena Allah secara hakiki bersifat personal, artinya, bisa > >> mengetahui, bertindak, berminat, bermaksud, berkomunikasi; Amstrong > >> termasuk mereka yang meleburkan agama-agama ke dalam > > suatu `ekspresi > >> dimensi transenden dalam manusia'), ia bisa menghindar dari tugas > > yang > >> justru membebani kita yang tetap percaya bahwa ada Allah personal, > > hal > >> mana juga berarti bahwa kita juga berpegang pada pluralitas, ya > >> perbedaan antara agama-agama. Justru sebagai itu jalinan komunikasi > >> positif dan penuh percaya menjadi tugas bagi kita. Apabila, seperti > > kata > >> Amstrong, pada dasarnya tak ada perbedaan antara agama-agama karena > >> menurut dia semua tidak lebih dari ekspresi dimensi religius dalam > >> manusia, masalah khas hubungan antara mereka yang berbeda dapat > >> dihindari. Karena itu beberapa dari nasehat terselubung Karen > > Amstrong > >> saya anggap agak gampangan. > >> > >> Tetapi kita tentu wajib belajar dari sejarah. Sejarah yang untuk > >> sebagian buruk itu jangan ditutup-tutup, melainkan diingat untuk > > tidak > >> diulang lagi, atau, lebih tepat, untuk, dengan rahmat Allah, > > membebaskan > >> diri dari padanya. Yang jelas, di abad ke-21 mutu suatu agama tidak > > akan > >> diukur dari klaim-klaimnya sendiri, melainkan dari apakah dia > >> betul-betul menunjukkan diri sebagai rahmat bagi seluruh masyarakat > > di > >> tengah-tengahnya ia hadir. Jadi sebagai kekuatan yang ramah, yang > >> mendukung kehidupan, yang mendamaikan, yang acuh tak acuh terhadap > >> ketidakadilan, penindasan dan peminggiran mereka yang lemah di > > manapun > >> dan dari golongan apapun, yang tidak beringas dan menakutkan, > > melainkan > >> sejuk dan positif, yang anti kekerasan, komunikatif, mampu > > membangun > >> hubungan atas dasar saling percaya. Agama harus nyata-nyata > > mendobrak > >> batas-batas kecemburuan, kecurigaan, kebencian, dendam, arogansi. > > Jadi > >> agama harus membawa diri dengan rendah hati. Itu berarti, para > > agamawan, > >> para tokoh agama, harus betul-betul rendah hati, tahu diri, selalu > > siap > >> ditegur, diminta pertanggungjawaban, siap belajar, siap memperbaiki > >> diri. Sikap rendah hati itu hakiki karena kalau agamawan arogan, ia > >> justru menyangkal apa yang diakui dengan mulut, yaitu iman dan > > ketaatan > >> kepada Allah. Hanya manusia yang tahu bahwa ia selalu masih tidak > > tahu, > >> termasuk mengenai agamanya sendiri, dapat menjadi serius tentang > > Allah > >> yang Mahatahu dan Mahabaik dan Mahaadil. Orang yang betul-betul > > tahu > >> tentang Allah, tahu juga betapa pengertiannya sendiri, termasuk > >> pengertiannya tentang agamanya sendiri, teramat batas. Ia rendah > > hati > >> dan tidak arogan. > >> > >> Indonesia > >> > >> Indonesia merupakan negara paling plural di dunia. plural berarti > >> majemuk. Dari Sabang sampai Merauke, terentang di atas ribuan pulau > >> sejauh lebih dari 5000 kilometer, dengan ratusan bahasa, suku > > dengan > >> adat dan budaya sendiri-sendiri, pelbagai daerah yang cukup > > berbeda, > >> serta hampir semua agama yang terdapat di dunia juga ada, serta > >> agama-agama itu sendiri juga jauh dari monolit. Indonesia itu > > secara > >> hakiki plural. Itulah yang sudah terungkap dalam semboyan "Bhinneka > >> Tunggal Ika". > >> > >> Maka jelas juga bahwa Indonesia hanya bisa bersatu, bahkan bangsa > >> Indonesia hanya ada, kalau kemajemukan itu diakui. Segala usaha > > untuk > >> menyamaratakan semua dengan satu pola budaya atau beragama adalah > > sama > >> dengan dominasi sebagian warga di atas yang lain-lain dan pasti > > akan > >> mengakibatkan kehancuran Indonesia. Indonesia terlalu besar untuk > >> dipertahankan kesatuannya hanya dengan cara-cara paksa. Karena itu > > para > >> pendiri Republik ini menyepakati Pancasila, karena itu tokoh- tokoh > > Islam > >> pun 1945 memiliki keluasan wawasan dan kebesaran hati untuk > > menerima > >> bahwa negara yang baru diproklamasikan kemerdekaannya ini harus > > dimiliki > >> oleh semua warganya, tanpa membedakan antara mayoritas dan > > minoritas. > >> Itulah hakikat Pancasila. Dan karena Pancasila dipertahankan sampai > > hari > >> ini, Indonesia masih bersatu. > >> > >> Pluralisme > >> > >> Persatuan ini sekarang diancam oleh kelompok-kelompok yang keras > >> eksklusif, yang mau memaksakan pandangan totaliter mereka kepada > > yang > >> lain. Eksklusivisme mereka mengancam eksistensi Indonesia. kiranya > > jelas > >> bahwa bangsa seplural Indonesia hanya bisa ditata secara inklusif. > >> Penataan inklusif berarti bahwa undang-undang dasar dan sistem > > hukum > >> disusun sedemikian rupa sehingga di Indonesia semua komponen bangsa > > bisa > >> merasa seperti di rumahnya sendiri. Undang-undang dasar serta > >> perundangan harus dapat diterima oleh semua sehingga tidak ada yang > >> harus mengorbankan identitasnya demi keIndonesiaannya. Setiap > > kelompok > >> dan komponen bebas hidup menurut cita-citanya sendiri, tetapi tak > > ada > >> kelompok satu pun yang boleh memaksakan cita-cita atau keyakinannya > >> kepada yang lain. Indonesia masih bersatu karena sampai sekarang > > semua > >> eksklusivisme tegas-tegas ditolak. > >> > >> Oleh karena itu, apabila pluralisme dikutuk, perlu dikatakan dengan > >> jelas apa yang dikutuk dan apa yang tidak dikutuk. Jangan sampai > > ada > >> kesan bahwa kemajemukan bangsa dan tatanan negara dan masyarakat > >> Indonesia yang inklusif mau dibatalkan dan diganti dengan > > kediktatoran > >> eksklusivitas keyakinan salah satu golongan. > >> Memang betul, istilah pluralisme kadang-kadang dibajak sebagai nama > >> untuk pandangan yang mengatakan bahwa semua agama adalah sama saja. > > Atas > >> nama pluralisme agama-agama diminta agar jangan menganggap dirinya > >> sendiri paling benar. Agama-agama diartikan sebagai ungkapan > > berbeda > >> dari dimensi transenden manusia yang sama sahnya. Bahwa pandangan > > ini > >> ditolak adalah wajar. Tetapi pandangan ini jangan disebut > > pluralisme. > >> Pandangan ini bukan pluralisme, melainkan relativisme. Apabila > >> relativisme mengatakan bahwa semua agama sama saja, semua hanya > > ungkapan > >> berbeda dari kodrat religius manusia yang sama, di mana lantas > >> pluralisme? Pluralisme yang benar justru mengakui perbedaan di > > antara > >> agama-agama dan bersedia menerimanya. Jadi relativisme justru tidak > >> pluralistik dan juga tidak toleran karena menuntut agar agama- agama > >> melepaskan dulu keyakinan bahwa mereka benar. Maka kalau pandangan > > ini > >> yang mau ditolak, sebaiknya jangan disebut pluralisme melainkan > > relativisme. > >> > >> Bahwa relativisme bertentangan dengan hakekat agama-agama wahyu > > kiranya > >> memang jelas. Relativisme menganggap semua agama sama benarnya. > > Nah, > >> bagaimana saya dapat mempercayai sesuatu apabila saya tidak boleh > >> percaya bahwa yang saya percayai itu benar? Pluralisme persis > >> sebaliknya. Pluralisme justru menerima bahwa kita mempunyai > >> kepercayaan-kepercayaan yang berbeda, yang tidak seluruhnya dapat > >> disesuaikan satu dengan yang lainnya. Para pluralis tidak > > merelativkan > >> ajaran masing-masing, mereka tentu mempercayai agamanya sendiri, > > tetapi > >> mereka juga yakin bahwa meskipun iman kita berbeda, kita bersatu > > dalam > >> nilai-nilai yang kita miliki bersama. Nilai-nilai para agamawan > > pluralis > >> itu adalah, misalnya, hormat terhadap keutuhan setiap manusia, > > penolakan > >> pemakaian kekerasan untuk meyelesaikan perbedaan, lalu keadilan, > >> kebebasan beragama, berpendapat dan berekspresi, solidaritas dengan > > kaum > >> miskin dan tertindas. Kita di Indonesia banyak sudah mendapat > > pengalaman > >> sangat positif bahwa kita memang memiliki niilai-nilai bersama > > melintang > >> agama-agama yang berbeda. > >> > >> Hanya orang yang betul-betul pluralis bisa toleran. Toleransi > > jangan > >> dianggap pendapat bahwa "semua agama sama saja". Toleransi mengakui > >> perbedaan. Toleransi dalam arti yang sebenarnya adalah penerimaan > >> gembira terhadap kenyataan bahwa kita berbeda, bahwa di sekitar > > kita > >> hidup orang-orang dengan kepercayaan-kepercayaan dan agama-agama > > yang > >> berlainan. Toleransi adalah pengakuan terhadap orang dan kelompok > > orang > >> lain dalam keberlainannya. Pluralisme bersedia menjamin toleransi > > itu > >> dengan melembagakan hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang sama > >> orang-orang dengan kepercayaan-kepercayaan religius yang berbeda > > itu. > >> jadi pluralisme juga berarti meyakini dan menjamin hak asasi > > kebebasan > >> beragam dan kebebasan untuk menentukan sendiri pola kehidupan > > religius. > >> > >> Inklusivisme Keselamatan > >> > >> Hal pluralisme harus dibedakan dari sebuah pertanyaan lain, yang > > memang > >> sangat mendasar, yaitu pertanyaan apakah keselamatan abadi, terbuka > > bagi > >> seluruh umat manusia (asal bertobat dari dosa-dosa mereka), atau > > hanya > >> kepada mereka yang termasuk agamanya sendiri? Jadi misalnya apakah > > orang > >> Katolik dapat percaya bahwa orang yang tidak dibaptis masuk surga? > >> Apakah orang Islam dapat percaya bahwa orang Katolik atau orang > > Konghucu > >> yang baik masuk surga? > >> > >> Tentu saja, jawaban atas pertanyaan itu hanya dapat diberikan oleh > >> masing-masing agama sendiri. untuk umat Katolik Konsili Vatikan II > >> (lembaga tertinggi Gereja Katolik di mana semua uskup sedunia > > berkumpul > >> di bawah pimpinan Paus) telah memberikan suatu jawaban yang > > penting. > >> Pada tahun 1965 Konsili itu menyatakan tiga hal: Pertama, juga > > orang > >> yang tidak dibaptis, bahkan yang, tanpa kesalahannya sendiri, tidak > >> percaya pada Allah, dapat diselamatkan asal mereka hidup menurut > > suara > >> hati mereka. Kedua, setiap orang berhak untuk mengikuti agama yang > >> diyakininya. Ketiga, umat Katolik dianjurkan untuk menghormati apa > > yang > >> baik dalam agama-agama lain. Dalam Gereja-gereja Protestan terdapat > >> pandangan yang berbeda-beda tentang hal itu. Dalam agama Islam > > Nurcholis > >> Madjid (dan beberapa teolog diluar Indonesia, seperti misalnya > > Abdulaziz > >> Sachedina) memperlihatkan bahwa juga orang di luar agama Islam, > > misalnya > >> orang Yahudi atau orang Budha, dapat merupakan orang "Islam" > > apabila ia > >> menyerah kepada Yang Ilahi menurut keyakinan agamanya sendiri, dan > >> karena itu ia dapat masuk surga. > >> > >> Namun harus diperhatikan bahwa pandangan ini lebih tepat tidak > > disebut > >> pluralisme, melainkan inklusivisme. Sedangkan mereka yang > > berpendapat > >> bahwa di luar agama mereka sendiri tidak ada yang bisa masuk surga > >> disebut eksklusivis. Pernah tiga agama Abrahamistik, Yahudi, > > Kristiani > >> dan Islam, tegas-tegas eksklusif. Mereka masing-masing pernah > > menyangkal > >> bahwa orang di luar mereka masing-masing bisa masuk surga. Bahkan > > ada > >> yang berpendapat bahwa mereka yang di luar agama sendiri (yang > > tidak > >> dibaptis, yang tidak formal termasuk Islam) masuk neraka. Namun > > sejak > >> beberapa puluh tahun ada refleksi teologis baru yang membuka pintu > > ke > >> arah pandangan yang lebih inklusif. Yang jelas, eksklusivisme > > sekarang > >> dipertanyakan. Dari luar agama ditanyakan bagaimana agama bisa > >> mempermaklumkan Tuhan yang baik hati dan adil sekaligus mengajar > > bahwa > >> semua orang yang tidak termasuk agama mereka sendiri masuk neraka, > >> termasuk orang-orang yang kelihatan hidup dengan baik. Dalam > > sejarah, > >> terlalu banyak hal mengerikan dilakukan atas nama agama. Maka > > sekarang, > >> siapapun yang terdorong untuk menunjuk bahwa ada itu Allah yang > > adil dan > >> penuh kasih sayang mestinya amat berhati-hati memasukkan siapapun > > ke > >> neraka kekal. > >> > >> Kesimpulan Sementara > >> > >> Kita sudah melihat beberapa arti kata pluralisme. Ada yang > > mencampurkan > >> pluralisme dengan relativisme. Jadi dengan anggapan bahwa semua > > agama > >> pada hakekatnya sama saja (dan bahwa semua agama berupa "agama > > bumi"). > >> Pandangan ini sudah betul kalau ditolak oleh agama-agama > > Abrahamistik, > >> akan tetapi seharusnya pandangan ini tidak disebut pluralisme, > > melainkan > >> relativisme. Jadi yang mestinya ditolak adalah relativisme. Begitu > > pula > >> harapan bahwa surga terbuka bagi seluruh umat manusia dan bukan > > hanya > >> bagi anggota agamanya sendiri?suatu anggapan yang harus disikapi > > oleh > >> masing-masing agama sendiri, sesuai dengan dasar-dasar > >> keyakinannya?bukan pluralisme, melainkan "inklusivisme > > keselamatan". > >> Pluralisme dalam arti yang sebenarnya adalah suatu implikasi dari > > sikap > >> toleran: yaitu kesediaan untuk menerima baik kenyataan pluralitas > >> agama-agama, artinya kenyataan bahwa dalam satu masyarakat dan > > negara > >> hidup orang dan kelompok orang dengan keyakinan agama yang berbeda. > >> Pluralisme sama sekali tidak menuntut agar semua keyakinan itu > > dianggap > >> benar. Pluralisme tidak bicara tentang kebenaran. Melainkan > > pluralisme > >> itu sikap keterbukaan: meskipun barangkali saya sulit memahami > > ajaran > >> agama golongan lain, namun saya sepenuhnya menghormati > > keberadaannya di > >> lingkungan hidup masyarakat dan negara saya sendiri. Nah, sikap > > terbuka > >> itu berkaitan erat dengan dua sikap yang juga dibahas dalam fatwa > > MUI, > >> yaitu "liberalisme" dan "sekularisme". > >> > >> Liberal? > >> > >> Di dua istilah itupun masalahnya adalah apa yang dimaksud > > dengannya. > >> Dengan "liberal" MUI rupa-rupanya mau menolak anggapan bahwa setiap > >> orang `bebas' (liber, akar kata liberal) untuk meramu agamanya > > sendiri, > >> daripada taat kepada wahyu. Tentu keprihatinan itu dapat > > dimengerti. > >> Setiap agama akan menolak bahwa setiap orang dapat menyusun > > agamanya > >> menurut seleranya sendiri. > >> > >> Tetapi jangan sampai yang dimengerti dalam masyarakat adalah bahwa > > yang > >> mau dikutuk adalah keterbukaan. Sejauh saya tahu, di negara ini > > tidak > >> ada agamawan yang mau meramu agamanya menurut seleranya sendiri. > > Maksud > >> mereka yang menamakan diri "liberal" adalah lain. Mereka yakin > > bahwa > >> agamawan harus terbuka. Terbuka terhadap segala pertanyaan, terbuka > >> untuk dikritik, terbuka terhadap pandangan-pandangan yang berbeda > > dalam > >> agamanya sendiri, terbuka terhadap sangkalan dan bantahan. > > Liberalisme > >> dalam arti ini adalah sikap orang yang masih mau belajar, yang > > sadar > >> bahwa manusia tidak pernah bisa memahami seluruh maksud dan > > kekayaan > >> wahyu Tuhan yang Mahakuasa, jadi yang tidak secara arogan mengklaim > >> sudah mengetahui segala apa tentang agamanya. Kaum liberal secara > > hakiki > >> bersifat rendah hati. Mereka mengakui bahwa agama mereka masih > > memiliki > >> potensi-potensi yang hanya dapat diaktualisasi apabila kaum > > agamawan mau > >> belajar dan terbuka. > >> > >> Sekularisasi? > >> > >> Hal yang mirip dapat dikatakan tentang "sekularisasi". Kalau yang > > mau > >> ditolak adalah sekularisme yang menolak segala peran agama di ruang > >> publik?suatu tradisi anti-Katolik dari negara-negara berbahasa > > Latin di > >> Eropa dan Amerika Latin di abad ke-18 sampai permulaan abad ke- 20? > > maka > >> itu sangat wajar. Akan tetapi, 35 tahun lalu Nurcholis Madjid sudah > >> menegaskan bahwa agama, ya agama Islam, sebenarnya mendukung > >> sekularisasi dalam arti bahwa apa yang duniawi (= "sekuler") memang > >> harus dilihat sebagai perkara duniawi. Khususnya negara merupakan > >> perkara duniawi dan karena itu jangan diagamakan. > >> > >> Kalau sekarang orang bicara tentang "negara sekular", yang dimaksud > >> bukan model Prancis kuno itu tadi, melainkan dua hal: Pertama, > > bahwa > >> negara tidak berhak untuk memaksakan kelakuan religius. Kedua, > > dalam > >> negara sekuler agama-agama tidak dapat memaksakan ajaran-ajaran > > mereka > >> pada negara. Agama berhak mempunyai hukumnya sendiri, tetapi hukum > > itu > >> bukan hukum negara dan apakah warga agama itu mentaati hukum itu > > atau > >> tidak, tidak boleh diawasi atau dipaksakan oleh negara. Dalam arti > > ini > >> negara sekuler adalah implikasi pluralisme agama. negara sekuler > > bukan > >> dalam arti bahwa agama tidak mempunyai tempat dalam kehidupan > > bangsa, > >> melainkan bahwa lembaga negara tidak dikuasai oleh satu agama dan > > bahwa > >> hukum negara ditentukan secara demokratis, dalam hormat terhadap > > hak-hak > >> asasi manusia, oleh semua. Tetapi dalam negara sekuler agama- agama > >> diakui sebagai anggota civil society yang amat penting, barangkali > >> paling penting, yang terus menerus mengingatkan kembali nilai- nilai > >> kehidupan bersama serta menentang segala usaha negara untuk > > mengusahakan > >> tujuan-tujuannya dengan cara yang tidak bermoral. > >> > >> Penutup > >> > >> Dulu agama-agama untuk sebagian besar terlindung dari pandangan > > luar. > >> Tetapi sekarang agama-agama pun di panggung publik manusia global. > >> Agama-agama perlu usaha baru untuk membuat orang percaya bahwa > > mereka > >> betul-betul rahmat bagi seluruh alam. Bukan bahwa mereka > > mengatakannya > >> sendiri itulah yang menentukan, melainkan bahwa orang-orang, > > termasuk > >> orang-orang luar yang bersentuhan dengan agama itu, mengalaminya. > > Yang > >> akan menentukan apakah manusia millenium ketiga tetap menghormati > >> agama-agama adalah apakah agama-agama muncul sebagai kekuatan moral > > yang > >> positif, terbuka dan berperikemanusiaan. [] > >> > >> > >> Versi asli dapat dibaca di: > >> http://islamemansipatoris.com/artikel.php?id=384 > >> > > > > > > > > > > > > > > > > ********************************************************************** ***** > > Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg > > Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi- india.org > > ********************************************************************** ***** > > ______________________________________________________________________ ____ > > Mohon Perhatian: > > > > 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) > > 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. > > 3. Reading only, http://dear.to/ppi > > 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx > > 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx > > 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx > > > > Yahoo! Groups Links > > > > > > > > > > > ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital. http://us.click.yahoo.com/ons1pC/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Website resmi http://www.ppi-india.org ** ** Beasiswa Indonesia, http://informasi-beasiswa.blogspot.com **