** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **REPUBLIKA Selasa, 04 Juli 2006 RUU dan Masa Depan Perpajakan Indonesia Fuad Bawazir Mantan Menteri Keuangan RI Perdebatan Rancangan Undang-undang (RUU) Perpajakan hingga saat ini masih belum tuntas, meskipun tanda-tanda kompromi antar elite yang terlibat mulai menampakkan hasilnya berupa kesepakatan-kesepakatan, misalnya antara Pimpinan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dengan Menteri Keuangan RI. Namun hal itu tidak berarti menjadi pertanda proses legislasi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan berlangsung mulus. Apabila dicermati secara seksama, terdapat tiga masalah besar dan mendasar yang seharusnya menjadi perhatian seluruh elemen bangsa ketika permasalahan perpajakan sepakat untuk dilakukan reformasi. Pertama, substansi materi RUU Perpajakan. Kedua, membangun citra institusi perpajakan dan ketiga, bagaimana membangun perpajakan yang sesuai harapan dimasa mendatang. Substansi Materi RUU Perpajakan Undang-undang (UU) Perpajakan merupakan instrumen mendasar bagi negara dalam melakukan kegiatan penghimpunan pajak dari rakyatnya. Karena itu, materi yang disajikan dalam RUU seharusnya dapat mengakomodir dua kepentingan besar, yaitu kepentingan negara dengan penerimaannya dan kepentingan rakyat dengan beban pajak yang harus dipikulnya. Secara teoritik, penerimaan pajak akan tercapai apabila institusi perpajakan dapat berhasil melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak. Ekstensifikasi erat kaitannya dengan persoalan siapa dan apa yang bisa dipajaki oleh negara. Artinya, negara harus dapat memberikan penegasan secara jelas, siapa saja yang sebenarnya dapat dikategorisasi sebagai pembayar pajak. Negara juga harus mampu menjelaskan argumentasi hukum, ekonomi dan politiknya ketika kategorisasi itu dibuat. Kesepakatan politik yang dikuatkan secara hukum seharusnya membawa dampak pada munculnya kepatuhan sukarela masyarakat. Namun yang terjadi adalah masih tingginya kesenjangan antara jumlah pembayar pajak disatu sisi dengan jumlah masyarakat yang terkategorisasi sebagai pembayar pajak disisi lain. Pertanyaannya, apakah negara dinilai telah gagal dalam melaksanakan misi politik pajak? Ataukah sebagai bukti ketidaktepatan sistem pemungutan pajak yang dianut negara dengan self assessment systems? Pemahaman empirik atas obyek pajak selama ini adalah sebagai sesuatu yang menurut sifat dan bentuknya, berdasarkan kriteria UU perpajakan, harus dikenakan pajak. Karena obyek akan berkaitan langsung dengan beban pembayar pajak, maka seharusnya permasalahan ini mendapatkan penjelasan yang memadai, agar tidak menimbulkan bias atau multitafsir. Karena itu, RUU Perpajakan seharusnya dapat mengoptimalkan rincian obyek pajak secara tegas dan jelas. Untuk memperoleh informasi itu, maka komunikasi antara para perancang UU Perpajakan dengan para pelaku ekonomi disemua level harus bisa dijalin dengan baik. Dilihat dari perspektif psiko pajak masyarakat, maka tidaklah mengherankan apabila setelah dua dasa warsa reformasi perpajakan, penerimaan pajak terbesar (90 persen) hanya berasal dari 10 persen pembayar pajak terdaftar. Fenomena ini selain menunjukkan ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia, juga mengisyaratkan potensi pajak belum tergali secara optimal. Variabel penting dalam penentuan beban pajak selain obyek pajak adalah tarif pajak. Tarif pajak mempunyai peran penting dalam menciptakan psikologis kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak. Hal ini telah terbukti pada saat reformasi perpajakan pertama tahun 1983. Sebelum reformasi, tarif pajak sangat variatif karena merupakan warisan penjajah. Penerimaan pajak pada masa itu relatif kecil bila dibandingkan dengan penerimaan negara lainnya. Namun setelah reformasi perpajakan dilaksanakan yang ditandai dengan penurunan tarif menjadi tiga lapisan, penerimaan pajak memperlihatkan pertumbuhan yang sangat signifikan. Artin ya, tarif pajak dapat menjadi instrumen penting dalam mempengaruhi psikologis masyarakat untuk patuh membayar pajak. Tarif pajak apa pun alasannya dapat menjadi instrumen penting dalam penciptaan keadilan pajak. Karena itu, pemerintah harus meyakinkan diri bahwa penurunan tarif seperti yang ditawarkan dalam RUU Perpajakan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan penerimaan pajak. Pemerintah harus menghindari pemikiran bahwa dengan penurunan tarif pajak berarti penerimaan pajak tidak tercapai dan itu menjadi alasan kuat untuk melakukan pinjaman luar negeri. Harus dipahami benar bahwa pajak mempunyai fungsi distributif (sosial). Artinya, pemungutan pajak harus diarahkan pada yang kuat secara ekonomi dan membantu yang lemah secara ekonomi. Dalam upaya mendorong yang lemah ekonomi, lebih-lebih pengangguran materi RUU Perpajakan harus memuat penjelasan yang mengatur pemberian intensif perpajakan (tax incentive), seperti pembebasan pajak (tax holiday) penghasilan badan hukum sementara waktu atau untuk beberapa periode bagi investasi baru. Pengaturan pembebasan pajak dalam undang-undang menjadi sangat strategis karena menyangkut kepastian hukum bagi investor. Agar kepastian hukum dapat terjamin, maka aturan yang dibuat harus sejelas-jelasnya dan semaksimal mungkin terhindari dari multi interpretatif. Masa Depan Perpajakan Nasional Untuk menyongsong masa depan perpajakan yang memenuhi harapan semua pihak yang dalam hal ini pemerintah dan masyarakat, maka harus ada rekonsiliasi perpajakan nasional. Karena tanpa adanya keinginan untuk melakukan itu, mustahil kondusifitas perpajakan dapat terjadi. Tingkat kepercayaan yang amat rendah dari keduanya, menyebabkan macetnya mekanisme perpajakan yang berujung pada tersumbatnya arus penerimaan negara dari sektor perpajakan. Perluasan pengenaan pajak final dapat dijadikan strategi penyederhanaan pajak sekaligus mengemat energi kedua belah pihak. Rekonsiliasi perpajakan juga bisa dan tepat dilakukan dengan menggunakan mediasi pengampunan pajak (tax amnesty). Cara ini dapat memicu para pengemplang pajak untuk segera mengakui dosa-dosa pajaknya kepada negara dan negara dalam jangka pendek dapat mengisi pundi-pundi penerimaannya sehingga tidak perlu melakukan utangan ke luar negeri hanya karena menutupi defisit APBN. Tax Amnesty diharapkan akan mampu meningkatkan cadangan devisa dan investasi di Indonesia. Keuntungan jangka panjangnya adalah pemerintah dapat mengawasi secara ketat, bahkan dapat melakukan law enforcement secara tegas terhadap perilaku pembayar pajak nakal. Karena itu, tugas pemerintah ke depan dalam perpajakan adalah bagaimana mengkondisikan agar partisipasi perpajakan masyarakat meningkat. Partisipasi akan muncul ketika peluang untuk itu tersedia dengan baik, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan perpajakan. Harus dapat dicegah pemunculan apatisme perpajakan pada masyarakat. Rakyat khususnya pembayar pajak aktif perlu mengambil pilihan untuk terlibat aktif dalam perumusan RUU perpajakan, agar RUU perpajakan dan sistem perpajakan menjadi lebih baik, lebih memberikan harapan bagi masa depan demokrasi, sebab pajak merupakan aspek yang krusial bagi bangunan Indonesia yang lebih berkeadilan dan demokratis di masa depan. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> See what's inside the new Yahoo! Groups email. http://us.click.yahoo.com/2pRQfA/bOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **