Jika kita lihat Kinerja Pemerintahan SBY yang merupakan Koalisi PD, Golkar, dan beberapa partai lainnya akan kita lihat sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah pemerintah SBY berhasil meredam berbagai konflik di Ambon, Sampit, dan juga di Aceh. Ini satu nilai positif dibanding Wiranto yang ketika jadi Pangab, namun gagal mengatasi konflik tersebut (bisa jadi ini karena presidennya kurang mendukung). Kemudian SBY (PD) bersama Wapresnya, Jusuf Kalla (Golkar), dan Mentan Anton Apriyantono (PKS), bekerjasama dan berhasil membuat Indonesia swasembada beras. Ini satu prestasi yang luar biasa. Karena Soeharto sekalipun dalam 32 tahun pemerintahannya hanya berhasil melakukan swasembada pada tahun-tahun terakhir. Itu pun kemudian minus lagi. Kemudian berbagai pemberantasan korupsi oleh KPK juga cukup menggembirakan meski ada beberapa kekurangan. Contohnya kenapa yang tertangkap kok justru dari partai kecil dan pinggiran seperti Al Amin dari PPP (perolehan suara cuma 9%), Bulyan Royan dari PBR (2%), dan Abdul Hadi dari PAN (7%), sementara partai utama seperti PD (pendukung SBY) dan Golkar (partai JK) justru bersih? Padahal secara logika, korupsi itu dilakukan oleh pihak yang berkuasa atau punya wewenang. Orang tidak akan menyuap seseorang yang tidak punya kekuasaan untuk memenuhi keinginannya. Oleh karena itu, kasus tersebut harusnya diusut tuntas karena di DPR, mekanisme pengambilan keputusan itu berdasarkan suara terbanyak. Jadi penyuap harus “menguasai” 50% suara + 1 agar uang suapnya tidak “mubazir.” Tingginya Anggaran Pendidikan yang 20% dari APBN (Rp 400 ribu/siswa/bulan), tapi hasilnya tidak terasa karena masuk PTN seperti UI tetap mahal (Standar Uang Masuk Rp 25-75 juta dan Iuran Rp 15 juta/tahun) harusnya jadi indikasi bahwa ada yang harus diperbaiki. Namun di samping nilai positif itu, ada pula nilai negatifnya yang mungkin agak mengganggu. Di antaranya Bensin Premium ketika SBY baru berkuasa tahun 2004 hanya Rp 1.800/liter. Namun oleh SBY dinaikkan jadi RP 2.400, kemudian jadi Rp 4.500, dan akhirnya Rp 6.000/liter mengikuti harga pasar NYMEX yang dimainkan para Spekulan Pasar Komoditas. Akhirnya harga barang-barang naik dan membuat rakyat menderita. Banyak pabrik dan kantor akhirnya bangkrut sehingga konsumsi BBM dunia pun turun dan harga minyak NYMEX juga turun. Toh pemerintahan SBY meski 3 kali menurunkan harga BBM jadi 5.500, 5.000 dan terakhir 4.500/liter masih di atas harga minyak dunia untuk Premium yang harusnya bersubsidi. Sehingga tidak terjadi penurunan harga barang yang signifikan. Bahkan turunnya nilai rupiah dari Rp 7.000/1 US$ zaman Habibie, Rp 8.000 zaman Gus Dur dan Mega, turun jauh di zaman SBY jadi Rp 12.000/1 US$. Akibatnya berbagai harga barang mengalami kenaikan seperti harga kendaraan, komputer, dsb. Barang Harga 2004 Harga 2009 Kenaikan Premium 1.810 4.500 149% Beras 3.000 5.500 83% Angkutan Umum 1.000 2.000 100% Minyak Goreng 4.500 10.000 122% UMR 635.000 1.000.000 57% Jika kita lihat, rata-rata kenaikan harga barang adalah 114% sementara kenaikan UMR hanya 57%. Itu pun jika disurvey (misalnya di Mal-mal atau pertokoan) belum tentu semua pegawai menikmati upah UMR. Belum lagi jutaan orang yang diPHK di tahun 2008-2009 akibat Krisis Ekonomi. Jatuhnya nilai rupiah sebesar 50% dari Rp 8.000/1 US$ jadi Rp 12.000/1 US$ menandakan Indonesia yang merupakan “sapi perahan” AS lebih parah kondisinya ketimbang sang “pemerah”, AS. Dari angka di atas yang menunjukkan kenaikan harga barang melebihi kenaikan pendapatan, meski secara “Statistik” PDB naik atau terjadi “Pertumbuhan Ekonomi” karena naiknya pendapatan dan pengeluaran, tapi kenyataannya angka kemiskinan bertambah karena besar Kenaikan Pendapatan < Kenaikan Harga Barang. Kalau secara “Statistik” angka Kemiskinan berkurang, itu karena “Garis Kemiskinan” yang dipakai untuk menentukan orang itu miskin tidak standar. Garis Kemiskinan yang dipakai BPS hanya orang yang berpenghasilan Rp 180.000 ke bawah. Padahal Garis Kemiskinan Internasional yang ditetapkan oleh World Bank adalah US$ 1 per orang/hari untuk kemiskinan absolut (hidup laksana binatang sekedar makan dan minum) dan US$ 2 per orang/hari untuk kemiskinan moderat. Jadi kalau BPS memakai Garis Kemiskinan yang baku yaitu Rp 720.000/orang, maka jumlah penduduk miskin Indonesia meningkat 4 x lipat. Kalau misalnya menurut BPS jumlah penduduk miskin ada 34,9 juta, maka menurut standar baku, jumlah sebenarnya adalah 140 juta jiwa atau lebih dari separuh rakyat Indonesia. Kebijakan Pajak yang dianut SBY pun mirip kebijakan rezim George W Bush yang menganut sistem Neoliberalisme. Orang-orang menengah bawah dipaksa membayar pajak lebih besar, sementara pajak bagi orang kaya justru dikurangi. Saat ini orang yang penghasilannya Rp 1,32 juta/bulan wajib bayar pajak. Jika tidak, bisa dipenjara. Padahal di Jakarta, untuk orang yang berkeluarga jangankan Rp 1,32 juta/bulan, Rp 3 juta/bulan saja tidak cukup karena biaya hidup terus mengalami kenaikan. Ironisnya uji materi terhadap pajak agar wajib pajak adalah yang penghasilannya minimal Rp 5 juta/bulan ditolak oleh MK. Sebaliknya, pajak bagi orang-orang superkaya justru dikurangi. Batas penghasilan orang kaya yang sebelumnya Rp 200 juta/bulan dinaikkan jadi Rp 500 juta/bulan. Pajak yang semula 35% bagi orang super kaya tersebut diturunkan jadi hanya 25%. Sementara PBB untuk orang miskin dinaikkan hingga bisa mencapai Rp 200 ribu lebih/tahun. Selain itu di zaman SBY Indonesia tetap belum bisa mandiri. Lebih dari 90% migas kita masih dikelola oleh asing (mayoritas AS) di mana mereka menikmati hingga lebih 40% dari hasil yang didapat. Untuk pertambangan emas, perak, tembaga, dsb lebih parah lagi. Perusahaan asing mendapat 85%, sementara 240 juta rakyat Indonesia harus puas dengan hanya 15% saja. Menurut PENA, Rp 2.000 Trilyun/Tahun masuk ke kantong perusahaan-perusahaan asing. Meski para kaki tangan perusahaan asing (segelintir ekonom Neoliberalis dan dosen PTN) tersebut Indonesia untung dapat pajak, tapi BUMN dan rakyat Indonesia juga bayar pajak! Padahal jika uang tersebut dinikmati oleh warga Indonesia, bisa-bisa APBN Indonesia mencapai RP 3.000 trilyun/tahun! Atau Rp 50 juta/tahun per keluarga Indonesia! Rakyat Indonesia bisa makmur jika pemimpin Indonesia punya kemauan untuk mandiri. BUMN seperti INKA sudah bisa membuat mobil Kancil dan sekarang tengah membuat mobil Gea yang konsumsi BBM hanya 1:30 dan bisa memakai AC dengan harga jual hanya Rp 40 juta/mobil. Pasar kendaraan di Indonesia saat ini terdiri dari 6,2 juta motor dan 1 juta mobil dengan nilai Rp 220 trilyun/tahun. Jika presiden Indonesia mendukungnya dengan menyisihkan 1% dari APBN (RP 10 trilyun), maka paling tidak bangsa Indonesia bisa menguasai Rp 100 trilyun/tahun dari pasar kendaraan yang ada. Indonesia bisa menghemat devisa dan membuka lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Harusnya APBN digunakan untuk hal produktif ketimbang hanya konsumtif seperti gaji besar, rumah dan mobil mewah pejabat, studi banding ke LN beramai-ramai yang tidak ada hasilnya, dan sebagainya. Kebijakan Ekonomi Neoliberalisme yang didiktekan IMF dan Bank Dunia yang membuat Indonesia sangat bergantung pada Luar Negeri dan tidak mandiri harus dihentikan. Sebagai contoh saat ini Indonesia sangat bergantung pada Hutang Luar Negeri. Tahun 2006 hutang LN Indonesia US$ 125 Milyar (Rp 1.500 Trilyun). Jauh melebihi APBN 2009 yang hanya 1.037 Trilyun. Cicilan hutang tahun 2008 pun mencapai Rp 250 Trilyun/tahun. Jauh di atas anggaran untuk pendidikan. Belum lagi persyaratan Hutang LN seperti Privatisasi, Penyerahan Kekayaan Alam Indonesia kepada perusahaan-perusahaan asing (nilainya menurut PENA Rp 2.000 Trilyun/tahun), Liberalisasi Perdagangan, dan juga Deregulasi yang mengakibatkan Krisis Ekonomi tahun 1998 berulang kembali di 2008. Kebijakan “Pengemis” seperti bergantung pada Investor Asing yang umumnya tak lebih dari spekulan Saham/Uang yang sewaktu-waktu dapat menarik modalnya kembali seperti saat krisis sekarang ini juga berbahaya. Sudah saatnya para pemimpin Indonesia menghentikan Kebijakan Ekonomi seperti itu. Hendaknya para pemimpin Indonesia meminta nasehat dari para Ekonom yang mengajarkan Sistem Ekonomi Rakyat dan Kemandirian Nasional. Semoga kita bisa mengetahui fakta dan kenyataan yang sebenarnya sehingga bisa memperbaikinya lebih baik lagi. Buat sendiri desain eksklusif Messenger Pingbox Anda sekarang! Membuat tempat chat pribadi di blog Anda sekarang sangatlah mudah. http://id.messenger.yahoo.com/pingbox/