[nasional_list] [ppiindia] Pers lokal, profesionalitas dan demokrasi lokal

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Wed, 20 Sep 2006 10:51:51 +0200

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.indomedia.com/poskup/2006/09/20/edisi20/opini.htm


Pers lokal, profesionalitas dan demokrasi lokal

(Apresiasi yang 'telat' atas Pos Kupang)

Oleh Charles Beraf *



SURAT Kabar Harian Pos Kupang pada 15 Agustus 2006 yang lalu berhasil mendapat 
penghargaan Dewan Pers sebagai salah satu surat kabar harian terbaik Indonesia 
2005. Menurut hasil riset yang dilakukan Dewan Pers dan Pusat Kajian Media dan 
Budaya Populer, Pos Kupang telah memenuhi item-item sebagai standar kerja 
media, antara lain struktur news story, factualness, akurasi, completness, 
relevance, balance dan neutrality (PK,16/08/2006). Prestasi ini menjadi suatu 
performance yang menggembirakan, yakni dalam hal menunjukkan bagaimana 
seharusnya sebuah media publik berada dan menjadi di hadapan dan di tengah 
publiknya. Hemat saya, dengan prestasi ini, Pos Kupang sebagai pers lokal di 
Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah berhasil menunjukkan profesionalitasnya sebagai 
media publik lokal di hadapan publik NTT, menjadi salah satu ruang publik 
(public sphere) lokal yang tentu saja berdaya mendongkrak aspirasi dan 
cita-cita publik lokal di daerah ini.

Pers lokal dan profesionalitas lokal

Pers, terutama pers lokal, tidak bisa terlepas (dilepaskan) dari publik darinya 
dan kepadanya pers itu menghidupkan sekaligus menunjukkan dirinya. Publik lokal 
adalah domain, ruang dalamnya pers lokal mendapatkan kemungkinan untuk 
menghidupkan dirinya, eksis sebagai pers. Publik menjadi semacam bank yang 
menghadirkan kompleksitas persoalan yang berkenaan dengan kehidupan, yang 
dengannya pers tidak kehilangan kesempatan untuk berada, bersuara sebagai pers 
di hadapan publik layanannya.

Ketakterlepasan (baca: ketergantungan) pers dari publik ini mengindikasikan 
bahwa pers sesungguhnya mengabdi atau memiliki tanggung jawab kepada publik 
layanannya. Pers bertanggung jawab dalam meresonansi dan mengamplifikasi 
aspirasi dan kepentingan publik yang dilayaninya. Menurut Thomas L Jacobson 
(1994), sebagaimana yang dikutip Kandyawan WP (Suara Merdeka,26/05/04), pers 
lokal memiliki peran yang sangat positif bagi komunitasnya, yakni sebagai 
pendidik, identifikator masalah, penyedia forum dan penguat (revitalitator) 
sosiokultural bagi komunitasnya.

Tanggung jawab yang demikian mengimplisitkan di dalamnya hal profesionalitas 
kerja pers, yang sangat kuat berpengaruh terhadap reputasi pers di tengah 
publik layanannya. Pers yang profesional adalah pers yang senantiasa mencerap 
dan mengolah realitas kehidupan publik secara bertanggung jawab, 
yaknisungguh-sungguh mengemban kerjanya seturut standar umum jurnalisme. A. 
Muis, dalam buku Humanisme dan Kebebasan Pers (2001:156), menunjukkan secara 
konkret hal profesionalitas kinerja pers. Menurutnya, pers yang profesional 
adalah pers yang menerapkan rumus berita yang benar (5 W + 1 H), yang 
menghindari pelintiran kata-kata dari para nara sumber, yang menghindari 
pilihan angle kejadian, kata-kata yang menegangkan, menjauhi sifat sensasional 
yang berlebihan dan penerapan setting agenda media yang memaksakan penyesuaian 
dengan agenda publik atau untuk menguasai kesenangan dan kebutuhan publik 
terhadap media. Profesionalitas kerja menjadikan pers benar-benar tampil 
signifikan dan rele
 van bagi publik layanannya.

Namun tak dapat disangkal bahwa tidak sedikit pers lokal yang tidak menunjukkan 
profesionalitas kerja di hadapan publik layanannya. Hal ini, selain disebabkan 
oleh ketidakpatuhan awak pers terhadap standar umum jurnalisme, juga karena 
pers sangat rentan untuk berafiliasi dengan kepentingan subyektif pihak-pihak 
tertentu. Sebagaimana yang disinyalir Jack Snyder, banyak pers lokal kerap 
jatuh dalam genggaman kepentingan subyektif tertentu dari 'orang-orang kuat' di 
daerah, stakeholder daerah. Pengalaman pilkadal yang berlangsung di beberapa 
daerah di Indonesia, misalnya, menunjukkan dengan jelas bahwa kadang-kadang 
pers lokal terjebak dalam kisaran perebutan kekuasaan, melakukan preferensi 
terhadap kandidat tertentu. Pers lokal gagal menjaga jarak, ikut terlarut 
secara emosional dengan dinamika kompetisi sosial politik dan konflik di 
wilayahnya. Dramatisasi peristiwa melalui penggalian sikap psikososial para 
selebritis politik menjadi orientasi utama pemberitaan (Bdk. Jack Snyd
 er: Dari Pemilu ke Pertumpahan Darah (terj.), 2003, hal.111).

Keternodaan pers lokal seperti itu jelas mengindikasikan bahwa pada pers 
terjadi pereduksian fungsi-fungsi komprehensif jurnalistik, yakni hanya sebagai 
perpanjangan tangan pihak-pihak tertentu saja dalam memanipulasi kepentingan 
subyektifnya. Pers lokal menjadi tidak berdaya dalam mengadvokasi dan 
memperjuangkan kepentingan yang lebih luas, yakni kepentingan publik di daerah 
layanannya. Kalaupun dalam pemberitaan disinggung soal-soal menyangkut publik, 
maka hal itu hanya ada sejauh berkenaan atau berorientasi pada kepentingan 
subyektif pihak tertentu. Sebagaimana yang dilakukan banyak politikus yang 
'busuk', untuk memenangkan kepentingan politik tertentu misalnya, kepentingan 
publik pun hanya diangkat pers sebagai isu dalam kerangka taktis tertentu 
(baca: obyek dari proyek kepentingan tertentu), bukan sebagai agenda yang patut 
diperjuangkan.

Pereduksian fungsi jurnalistik ini bukan tidak mungkin berdampak buruk terhadap 
performance dan image pers di hadapan publik layanannya. Dengan mengabaikan 
standar umum jurnalisme (baca: kurang profesional) dan hanya mementingkan 
kepentingan pihak tertentu saja, lambat laun akan terlahir pada publik 
'keenggananmembaca dan memiliki pers' sebagai buah dari proses selektif publik 
terhadap pers bersangkutan. Saya cukup yakin bahwa 'keengganan publik untuk 
membaca dan memiliki pers' turut menjadi alasan mengapa ada pers lokal harus 
memilih 'gulung tikar' (mati) dari hadapan publiknya sendiri. Pers lokal yang 
ber-'masalah' sudah tentu ditinggalkan publik lokalnya. Sebaliknya pers lokal 
yang tetap komit pada identitas dan perannya sebagai ruang publik lokal tentu 
disukai publiknya (publik lokal).

Sikap komit terhadap identitas dan peran sebagai ruang publik lokal ini memang 
harus dimuarakan pada hal profesionalitas kinerja pers, yakni yang seturut 
standar umum jurnalisme yang an sich berciri publisistik. Namun, hemat saya, 
untuk berada dan bereksis sebagai sebuah pers lokal yang berakar pada dan 
berkiprah untuk masyarakat lokalnya, profesionalitas tidak bisa dibangun hanya 
dengan berdasar pada standar umum jurnalisme, melainkan juga terutama pada 
lokalitas, standar-standar tertentu yang berciri atau bermuatan lokal.

Membangun profesionalitas yang berciri lokal atau bisa dinamakan sebagai 
profesionalitas lokal berarti benar-benar mengemban misi lokal, yakni 
mengangkat atau mengadvokasi kepentingan publik (lokalitas) di daerah atau 
wilayah dalamnya pers lokal itu berkiprah. Hal mengangkat atau mengadvokasi 
lokalitas secara benar ke atas ruang publik semacam ini (pers lokal) hanya bisa 
terjadi jika dan hanya jika pers mampu mengubah orientasi paradigmatik dalam 
pemberitaan, yakni dari yang berciri elitis kepada yang populis, dari sekadar 
memberitakan peristiwa kepada yang sungguh-sungguh memeristiwakan peristiwa.

Dalam konteks ini, pers lokal harus mampu menjurnalistikkan publik dan 
memublikkan jurnalistik. Menjurnalistikkan publik dimaksud sebagai kemampuan 
pers mengangkat aspirasi dan isu-isu lokal yang paling berkembang di kalangan 
publik bawah, meski kadang-kadang isu tersebut tersembunyi, dianggap biasa 
akibat imunitas sosial masyarakat setempat, unsur aktualitasnya kurang, atau 
yang lebih sering adalah ketiadaan kemampuan publik bawah mengangkatnya dalam 
wacana sosial akibat rendahnya akses media di kalangan mereka. Padahal 
mayoritas publik bawah merasakannya. Dalam hal ini kadang-kadang dibutuhkan 
keberanian dan kecerdasan pers lokal untuk tidak sekadar memberitakan 
peristiwa, namun memeristiwakan kejadian. Tour jurnalistik yang pernah dibuat 
HU Kompas tahun lalu merupakan contoh yang luar biasa bagaimana pers 
memeristiwakan kejadian yang ada di masyarakat (realitas sosial yang mungkin 
masih tersembunyi atau pun disembunyikan oleh masyarakat).

Selanjutnya memublikkan jurnalistik diartikan sebagai kemampuan pers lokal 
membuka diri seluas-luasnya akses bagi publik bawah yang ingin 
mengartikulasikan sikap dan kepentingannya dalam pers lokal. Pers bukan 
teritori angker tempat pertarungan wacana papan atas milik para petinggi 
partai, pemerhati, para birokrat, para pemilik modal besar, dan para 
profesional, melainkan yang lebih utama, pers lokal adalah sebuah forum yang 
memungkinkan setiap individu daerah merepresentasikan sikap dan aspirasinya, 
serendah dan sekecil apa pun kedudukan sosial publik (Kandyawan WP, op.cit.).

Implikasi demokratis

Dengan menjurnalistikkan publik dan memublikkan jurnalistik, hemat saya, pers 
lokal bukan saja berperan memberikan informasi yang luas kepada masyarakat 
lokal, tetapi dalam kehidupan demokrasi sudah menjadi pembentuk opini publik 
lokal yang sangat ampuh. Peran pers lokal sangat efektif untuk mengubah isu-isu 
sederhana menjadi agenda kebijakan lokal yang serius. Tentu saja hal ini 
bergantung pada kepiawaian dari awak pers (redaksi/para pengelolah) yang 
bersangkutan untuk mengemukakan sudut pandang yang populer dari isu tertentu.

Hal di atas hendak menyatakan bahwa pers lokal menjadi salah satu pilar penting 
dari demokrasi lokal untuk membangun kesadaran berpikir rasional dan sekaligus 
alat kontrol yang efektif bagi terselenggaranya tatanan demokrasi dalam suatu 
masyarakat lokal. Selain lembaga-lembaga politik dan pemilihan (pilkadal maupun 
pemilihan legislatif), pers lokal memegang unsur pembentuk masyarakat yang 
demokratis. Itulah sebabnya kinerja pers lokal diharapkan bisa mendorong 
terjadinya keseimbangan antara kedaulatan masyarakat (yang terepresentasi dalam 
para pemimpin dan wakil-wakilnya) dan kontrol dari masyarakat lokal.

Peran penting pers lokal dalam upaya demokratisasi, yakni menyeimbangkan 
kedaulatan masyarakat dan kontrol masyarakat lokal itu, dalam arti tertentu, 
menjadi 'amunisi' bagi pers lokal untuk tetap 'berakar' atau 'mengakarkan' diri 
di tengah publiknya. Dengan peran itu pers lokal tidak akan canggung-canggung 
untuk misalnya menyedot dan mendorong partisipasi publik lokal dalam membongkar 
atau pun menggugat sebuah tatanan politik lokal yang bobrok. Selain itu, dengan 
peran demokratis dari pers lokal itu juga publik lokal turut dimungkinkan untuk 
menunjukkan tanggung jawabnya terhadap keberadaan pers. Tanggung jawab publik 
di sini tidak hanya menyangkut berapa banyak atau berapa besar publik mengakses 
informasi dan mengadvokasi aspirasinya melalui pers, melainkan juga menyangkut 
upaya-upaya konkret guna memertahankan pers ketika misalnya pers tersebut 
terancam mati ataupun dimatikan oleh otoritas politik tertentu.

Implikasi kembar semacam itu mengandaikan pada pers lokal sudah terlebih dahulu 
tertanam kepekaan yang intensif terhadap kepentingan publiknya (lokalitas). 
Selain mematuhi standar umum jurnalisme (yang sudah tentu berciri publisistik), 
pers lokal sepatutnya juga memiliki basis jurnalistik yang kuat pada publik 
yang dilayaninya, yakni tetap me'ruang'kan dirinya bagi aspirasi dan 
kepentingan publik lokal, bagi proses demokratisasi di tingkat lokal. 
Sebaliknya, ketiadaan basis pada publik lokal bisa membuat pers mudah goyah, 
termasuk mudah 'disetir' oleh kepentingan subyektif tertentu. Bravo Pos Kupang!

* Penulis, Ketua KMKL (Kelompok Menulis di Koran-Ledalero), 

warga Kampung Takaplager,

tinggal di Wisma St. Rafael-Ledalero-Maumere


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 
    mailto:ppiindia-fullfeatured@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Pers lokal, profesionalitas dan demokrasi lokal