** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=204875 Selasa, 03 Jan 2006, Pendidikan; Prestasi dan Keluh Kesah Oleh Mohammad Nuh TAHUN 2005 yang baru lalu mencatat berbagai pemikiran, prestasi, dan keluh kesah di bidang pendidikan. Tapi, menurut Mohammad Nuh, diakui atau tidak, selama 2005, wacana yang muncul tentang dunia pendidikan berkembang sangat bagus. Sedikitnya, ada tiga hal besar yang berkembang dan muncul sepanjang 2005 sebagai wacana dan perlu digarisbawahi memasuki 2006. Pertama, berkait dengan mutu sistem pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, termasuk di dalamnya status dan sistem penghargaan (kesejahteraan), kurikulum dan evaluasi, serta fasilitas. Wacana itu berkembang sejak awal tahun lalu, terutama berkait dengan pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN). Persoalan yang muncul bermacam-macam, mulai pro-kontra terhadap standar nilai yang diberlakukan hingga sah tidaknya pelaksanaan tersebut jika merujuk pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Wacana itu bermuara pada pembahasan yang cukup intensif yang berujung telah disahkannya UU Guru dan Dosen yang berimplikasi terhadap status, mutu, serta sistem penghargaan guru dan dosen. Sedangkan mengenai UAN yang berakhir dengan adanya pemahaman bahwa nilai minimum 4,5 merupakan pengakuan dan akomodasi adanya variasi kualitas pendidikan dan dibentuknya Badan Nasional Standardisasi Pendidikan (BNSP) yang bertanggung jawab terhadap pengendalian kualitas pendidikan. Kedua, di sektor pendanaan, wacana tentang pentingnya komitmen untuk merealisasikan amanat UUD 45 dan UU Sistem Pendidikan Nasional dalam penetapan anggaran pendidikan sebesar 20 persen terus bergulir dan disuarakan berbagai lapisan masyarakat. Meski hingga kini realisasi itu belum mencapai persentase yang memadai, fakta menunjukkan telah terjadi peningkatan dan perubahan paradigma berpikir para pengambil keputusan di bidang anggaran. Tentu saja hal itu sangat menggembirakan, mengingat salah satu persoalan krusial yang perlu mendapat jawaban untuk meningkatkan kualitas bidang pendidikan adalah bagaimana pemerintah menjalankan komitmen undang-undang tersebut. Harapannya, realisasi anggaran pendidikan 20 persen itu tidak harus menunggu waktu hingga 2009 seperti skenario penahapan yang telah disusun. Ketiga, ada keinginan lembaga pendidikan untuk mendapatkan pengakuan internasional sebagai simbol kemampuan untuk berkompetisi secara internasional. Keinginan tersebut tidak hanya di lingkungan perguruan tinggi, tetapi juga untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah. Meskipun kriteria internasional tersebut sering direduksi sebatas penggunaan bahasa asing (Inggris) dalam proses belajar-mengajarnya. Memang sudah ada beberapa jurusan yang telah mendapatkan pengakuan internasional tersebut, tapi jumlahnya masih sangat sedikit. Karena itu, ke depan, upaya dan keinginan tersebut harus terus ditumbuhkembangkan. Semua itu memberikan gambaran bahwa masyarakat telah menempatkan urgensi pendidikan sebagai sesuatu yang memang harus diperjuangkan dan terus disuarakan. Sekadar Data? Dengan menggunakan struktur pola pikir knowledge based society, yang segala sesuatu itu dimulai dari data, informasi, knowledge, understanding, dan wisdom. Maka, hasil wacana tersebut kita posisikan sebagai apa? Sebagai data, informasi, knowledge, understanding atau wisdom! Banyak hal bisa dilakukan untuk menyikapinya. Yang pasti, kita berharap, semua itu tidak dijadikan sekadar data mentah yang berkembang di tingkat wacana dan diskusi akademis, melainkan harus lebih dari itu, bisa diwujudnyatakan sebagai sebuah kebijakan atau wisdom. Dalam soal kualitas, misalnya, kita masih merasakan wacana yang berkembang tentang pentingnya kualitas tersebut hanya sebagai data atau knowledge, belum kita jadikan sebagai understanding, apalagi wisdom. Untuk itu, bila kita memperbandingkan kualitas pendidikan dengan Singapura dan Malaysia, misalnya, kita selalu mencari pembenar bahwa mereka bisa lebih berkualitas dan melakukan semua itu karena jumlah penduduknya relatif sedikit dan kecil. Seolah ketika jawaban itu disodorkan untuk memberikan argumentasi, tidak ada lagi celah untuk mencari jalan keluar dan tidak mau menjadikan pengalaman negara lain sebagai wisdom. Kini bagaimana jika kemudian kita menyodorkan persoalan pendidikan di China, dengan jumlah penduduknya yang mencapai angka 1,3 miliar orang, kenapa kualitas pendidikan mereka juga cukup baik dan diperhitungkan. Bukan hanya ditunjukkan dalam prestasi-prestasi olimpiade sains, tapi juga beberapa perguruan tingginya mampu bersaing di tingkat internasional! Jika fakta ini disodorkan, tidak ada lagi alasan untuk menjustifikasi terhadap kelemahan yang kita miliki. Li Lan Qing dalam Education For 1,3 Billion memiliki tiga resep dasar tentang langkah awal meningkatkan kualitas pendidikan di negerinya. Ketiga resep itu masing-masing menyangkut teacher's pay (sistem penggajian guru), housing (sistem kesejahteraan guru melalui fasilitas perumahan), dan funding for education (pembiayaan pendidikan). Boleh jadi, kesuksesan China di dalam meningkatkan kualitas pendidikannya tersebut dipandang sebagai sebuah wacana serta ditempatkan sebagai data dan informasi yang cukup menarik. Sepanjang hanya disikapi sebagai sebuah data dan informasi semata, wacana itu belum bisa memberikan dampak yang signifikan jika belum dijadikan sebagai sebuah wisdom. Itu pulalah yang ingin ditunjukkan terhadap wacana dan fakta yang berkembang selama tahun 2005. Mampukah kita menjadikan wacana-wacana itu menjadi sebuah kebijakan atau wisdom? Kita memang telah mengesahkan UU Guru dan Dosen, kita memang telah memiliki BNSP, dan beberapa siswa kita juga telah memenangkan berbagai kegiatan olimpiade sains. Sudah barang tentu, fakta-fakta keberhasilan tersebut tidak bisa dipungkiri sebagai sebuah kesuksesan. Namun, di balik itu semua, masih tersisa agenda-agenda pendidikan yang memerlukan komitmen dan kerja keras yang luar biasa. Karena itulah, pertanyaan yang muncul dan perlu mendapat jawaban adalah, sudahkah kita menjadikan semua itu masuk dalam sebuah kebijakan besar yang harus selalu ditingkatkan dari tahun ke tahun. Bukankah wacana baru akan memiliki arti dan makna manakala bisa menjelma menjadi sebuah kebijakan. Sebab, jika tidak, itu baru menjadi intelectual exercise. Butuh Critical Mass Harus diakui, prestasi-prestasi itu belumlah cukup untuk mendorong dan memberikan pengaruh nyata bagi terus berkembangnya berbagai wacana dunia pendidikan kita menjadi sebuah kenyataan. Karena itulah, diperlukan prestasi-prestasi dalam jumlah yang lebih besar lagi hingga mencapai critical mass, sehingga berpengaruh secara signifikan di dalam melakukan peran sebagai agent of changes di masyarakat. Prestasi yang sudah kita peroleh memang belum mampu menggerakkan seperti yang kita harapkan karena memang belum mencapai critical mass. Ibarat mobil yang mau berjalan, prestasi kita baru sebatas pada mesin yang baru dihidupkan, di mana untuk bergerak atau berjalan masih diperlukan energi tambahan agar dapat mengalahkan momen inersia dan hambatan-hambatan yang ada pada mobil itu. Untuk itulah, ke depan, yang harus dilakukan adalah upaya memperbanyak jumlah lembaga pendidikan yang berkualitas, peserta didik yang berprestasi, dan orang yang peduli terhadap pendidikan, agar bisa mencapai critical mass, suatu jumlah atau angka minimal yang diharapkan mampu menjadikan dunia pendidikan sebagai penggerak perubahan, pembangunan bangsa. Sedikitnya, ada empat hal yang diperlukan untuk ke arah sana. Pertama, melakukan konvergensi visi dari beragam komponen bangsa; lembaga pemerintah, masyarakat, dan atau institusi pendidikan -termasuk di dalamnya para aktor. Kedua, memperbanyak aksi riil dibanding dengan wacana. Ketiga, merealisasikan komitmen dalam bentuk kebijakan baik menyangkut pendanaan maupun hal-hal lain yang terkait dengan kualitas. Keempat, partisipasi publik untuk menjaga stamina agar perbaikan kualitas pendidikan berujung pada kemampuan dunia pendidikan melakukan transformasi budaya bangsa yang berprestasi. Yang terakhir itu menjadi amat perlu karena -disadari atau tidak- membangun dunia pendidikan tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat, tapi butuh waktu yang panjang sehingga dibutuhkan konsistensi, kontinyuitas, dan bisa dipertanggungjawabkan. (***) *. Mohammad Nuh, rektor ITS Surabaya [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Clean water saves lives. Help make water safe for our children. http://us.click.yahoo.com/CHhStB/VREMAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **