** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **SUARA KARYA Menyoal Kebijakan Impor Beras Oleh Tri Arya Dhyana K Selasa, 17 Januari 2006 Saat ini masalah beras kembali mengemuka, khususnya terkait dengan keputusan pemerintah Indonesia melalui PerumBulog (Badan Urusan Logistik) untuk mengimpor beras sebanyak 110 ribu ton. Kebijakan impor beras ini menjadi perhatian masyarakat karena dampak kebijakan ini akan makin menyengsarakan kehidupan rakyat yang berprofesi sebagai petani. Masuknya beras impor dapat dipastikan akan menyaingi keberadaan beras lokal. Harga beras lokal yang sudah membaik akan kembali merosot sebagai dampak adanya barang substitusi, yaitu beras impor. Apakah keluarnya kebijakan impor beras ini telah memperhitungkan semua dampak dan pengaruhnya bagi pertanian dalam negeri ataupun perekonomian secara keseluruhan? Yang sudah pasti bahwa suatu kebijakan dikeluarkan tentu telah melalui pertimbangan. Barangkali tarik-menarik kepentingan dari banyak pihak telah terjadi dalam urusan keluarnya kebijakan baru tentang perlunya program mengimpor beras. Dan, pihak yang memiliki pengaruh terkuatlah yang akan memenangkan kepentingan itu hingga suatu kebijakan "beras impor" diputuskan. Kebijakan impor beras ini memang merupakan kebijakan ekonomi, walau kita semua mengetahui bahwa kepentingan politik pun masih sangat kuat tercium dari ihwal keluarnya kebijakan ini. Namun yang jelas, dengan keluarnya kebijakan impor beras ini, dapat disimpulkan bahwa yang lebih berperan adalah pihak yang tidak berpihak kepada petani. Lemahnya keberpihakan kepada kepentingan petani ini memang telah sejak dahulu terjadi. Ini dapat dilihat dari kebijakan mengenai harga-harga saprodi, minimnya insentif dan subsidi bagi petani serta kurangnya kebijakan pemerintah untuk melindungi lahan-lahan pertanian produktif yang merupakan modal utama bagi petani. Kebijakan impor beras merupakan kebijakan campuran antara ekonomi dan politik. Ini bisa dilihat dari kebijakan tersebut yang mengesankan pemerintah lebih mementingkan kepentingan ekonomi masyarakat perkotaan dibanding masyarakat perdesaan yang didominasi petani. Hal ini terjadi karena kebanyakan para pemegang kebijakan yang berperan sebagai decision maker merupakan orang perkotaan, walau sebenarnya beberapa berasal dari desa. Namun yang pasti, mereka lebih merasakan apabila kebijakan tersebut berpengaruh di perkotaan daripada di pedesaan. Akibatnya dapat dirasakan bahwa kebijakan tersebut cenderung diarahkan untuk kepentingan ekonomi masyarakat kota. Selain itu pemerintah cenderung menekan harga beras domestik untuk menekan laju inflasi yang dianggap akan jauh lebih memengaruhi perekonomian negara. Ada kesan, petani sengaja dirugikan karena kerugian petani dianggap tidak akan terlalu memengaruhi perekonomian negara ke depan. Dengan lain kata dapat disebutkan bahwa pemerintah lebih mementingan sektor industri dan jasa (tersier) dibandingkan sektor pertanian (primer). Bagaimana pun menekan laju inflasi melalui pengendalian harga beras domestik akan menguntungkan usaha di bidang industri (produsen) karena terkait dengan upah para pekerja. Sementara sektor pertanian dinilai tidak terlalu mementingkan angka inflasi sehingga mengorbankan petani dinilai tidak akan berpengaruh cukup besar terhadap perekonomian negara. Latar belakang kebijakan impor beras ini sebenarnya lebih untuk memraktikkan perekonomian yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi saja dengan mengesampingkan pemerataan pendapatan. Harus diakui bahwa selama ini secara umum pembangunan ekonomi lebih terkesan hanya mengejar angka pertumbuhan tanpa terlalu memperhitungkan pemerataan dan pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Para pemegang kebijakan dan perencana pembangunan sendiri tampaknya belum berpikir tentang konsep pembangunan secara bulat. Namun mereka masih memaknai pembangunan secara sepotong-potong sesuai wilayah wewenang atau sektornya. Ekonomi-Sentris Di samping itu, akibat terlalu mengejar angka pertumbuhan, maka terkesan pembangunan yang dilakukan terlalu ekonomi-sentris, yaitu pembangunan yang terpusat dan mengutamakan faktor ekonomi saja tanpa atau kurang memperhitungkan faktor-faktor lainnya. Padahal, pembangunan ekonomi-sentris akan memunculkan gejala ketidakmerataan manakala sumber daya dan aset hanya memusat pada suatu wilayah atau pada segelintir kecil orang. Kepemilikan usaha pun hanya menumpuk pada sekelompok orang saja. Dhus, terjadilah persaingan tidak sehat. Akibat lebih jauh, akan muncul kantong-kantong ekonomi dengan wajah mendua, yaitu makmur dengan kumuh dan metropolis dengan terisolasi. Kondisi pembangunan ekonomi-sentris ini pada akhirnya akan menyebabkan rapuhnya nilai-nilai sosial dan memudarnya interaksi sosial di masyarakat yang akhirnya cenderung menonjolkan individualisme. Dampak lebih jauh, konflik vertikal dan horizontal sewaktu-waktu bisa meletup. Bila tidak bisa ditangani, akan memicu kerusuhan sosial dan meningkatkan angka kriminalitas. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan awal bahwa konsepsi pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan dan menonjolkan ekonomi-sentris akan melahirkan beberapa sisi buram. Selain jumlah orang miskin tidak berkurang (bahkan mungkin malah meningkat) -- seperti nasib petani kita --, distribusi pendapatan menjadi tidak merata. Dalam kondisi ini maka "jurang" keadilan sosial semakin menjauh. Di lain pihak, proses marginalisasi kian menjadi-jadi, kerusakan lingkungan kian marak, dan konflik sosial sangat rawan terjadi. Ulasan ini mungkin terlalu jauh untuk dipakai sebagai dampak dari kebijakan impor beras. Namun, efek dari terlalu mengutamakan pembangunan ekonomi-sentris boleh jadi menjadi salah satu faktor keluarnya kebijakan mengimpor beras. Atau barangkali pemerintah telah melupakan kebanggaan kita dahulu, yang selalui menglaim diri sebagai negara agraris yang subur makmur dan melimpah ruah hasil pertaniannya? Tetapi mengapa saat ini justru untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya saja, pemerintah mengandalkan produk pertanian negara lain alias lebih suka mengimpor? *** Penulis ekonom alumnus UGM, tinggal di Denpasar, Bali. -------------------------------------------------------------------- [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **