** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Great! ".....Kenapa? Ia mencari surga. Surga yang sempurna (dalam pengertian ilahiah: serba benar-serba adiluhung-serba ideal). Ia mencari surga, dengan definisi sempurna seperti tadi, di dunia. Dalam konteks hidup manusia. Ya jelas nggak mungkin! Bagaimana mungkin kita mencari kesempurnaan sejati dalam dunia yang tak sempurna! Jadinya ya...Desperately seeking paradise...." Sebuah tulisan yang mencerahkan,mas. salam danardono --- In ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx, irwank <irwank2k2@...> wrote: > > Tulisan yang (IMHO) bagus dari satu blog mengenai 'kesempurnaan'.. > Maklum belum mampu bikin tulisan sendiri.. jadi harap maklum.. :-) > > Wassalam, > > Irwan.K > > -------------- > > http://lucky-luqman.blogspot.com/2006/05/masalah-dengan- kesempurnaan.html > Masalah dengan Kesempurnaan Ziauddin Sardar, ilmuwan muslim Inggris > keturunan Pakistan menulis tentang Ikhwanul Muslimin di "desperately seeking > paradise", memoar pencariannya akan 'surga'. Di bab- awal, ia menceritakan > tentang Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul Muslimin adalah gerakan Islam yang > paling berpengaruh abad ini, didirikan sekitar 1920-an (1921?) di > Ismailiyah, Mesir, oleh Hasan Al-Banna. Jejak-jejaknya bisa dilihat dari > metodologi atau manhaj gerakan-gerakan Islam yang ada di negara- negara > berbeda sekarang: Refah di Turki, Partai AL-Islam Semalaysia (PAS) di > Malaysia, PKS di Indonesia, atau Hamas di Palestina. Tentu saja ada > perbedaan-perbedaan sesuai konteks lokalnya, namun metodologi umumnya > relatif sama. Ada yang pernah bilang IM adalah wujud konkret kebangkitan > Islam yang dicanangkan (idenya) oleh Jamaluddin Al-Afghani, menurun ke > muridnya, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha. Hasan Al-Banna sendiri pernah > menggantikan Rasyid Ridha, kalau tidak salah sebagai redaktur Al- Manar. > Menarik juga membandingkan interpretasi ketiga tokoh ini terhadap ide > Jamaluddin Al-Afghani. Abduh bergerak di pendidikan (menjadi rektor > Al-Azhar, dan peletak fondasinya di zaman modern), Rasyid Ridha bergerak di > media jurnalistik, dan Hasan Al-Banna membangun organisasi. Yang jelas, nama > keempatnya akan abadi sebagai pembangun fondasi kebangkitan Islam di abad > 20. > > Kembali ke kritik Sardar...Menurut Sardar, sebagian besar anggota IM 'berada > di tepi fanatisme, kecuali Said Ramadhan'. Said Ramadhan juga tokoh besar > Ikhwan, putra dari Hasan Al-Banna yang sepanjang masa hidupnya berada di > pengasingan. Putranya, Tariq Ramadhan, sekarang menjadi ilmuwan muslim > sekaligus filosof lulusan Prancis. Namun, Sardar melanjutkan, 'ada sesuatu > di matanya yang tidak benar, yang tak aku sukai, sesuatu yang aku dapati > pula pada anggota Ikhwanul yang lain..." > > Saya mencoba memahami kritik Sardar, yang dimulainya dengan kisah seorang > teman Said Ramadan dengan tentara Israel pada perang Arab-Israel 1948 (pada > perang ini, Ikhwanul Muslimin mengirimkan pasukannya ke Palestina, dan > pasukan ini sangat ditaakuti Israel). Teman said itu bertanya pada tentara > Israel, kenapa tak menyerang Sur Bahir (desa dekat Jerussalem yang > dikelilingi dua pasukan Israel). Tentara itu menjawab, karena daerah itu > diduduki pasukan Ikhwan. Teman tersebut heran, karena pasukan Israel kan > sudahbiasa menyerang daerah dengan pasukan besar dan kondisi lebih berat. > Tentara itu menjawab, itu karena tentara IM berperang dengan semangat untuk > kematian. Jadi, merekaa tak hanya tidak takut mati, tapi menginginkan > kematian (dalam perang). > > Itu yang membuat tentara Israel itu emoh menyerang. Si teman tadi bertanya, > menurut pendapat dia, apa yang membuat pasukan IM itu seperti itu. Jawab si > tentara Israel: > > "Itu dampak ajaib agama terhadap pikiran orang sederhana. Kemiskinan telah > menghadirkan bayangan akan surga yang menanti mereka setelah mati...Mereka > membahayakan tak hanya kami, tapi juga kalian umat muslim. Tapi, yang > pertama terancam adalah kalian..." > > Sardar lalu berdialog dengan Said Ramadhan tentang masalah ini. Ia bilang, > bukankah mengejar kematian demi kematian adalah pertanda ketidakbijaksanaan > yang lahir dari keputusasaan? > > Kata Said, 'tidak, itu tanda kekuatan iman'. > "Tapi bukankah itu keimanan buta yang mengenyampingkan akal sehat? Bukankah > kefanatikan terhadap suatu keyakinan, seperti kata tentara Israel tadi, akan > berbalik memukul pengikut keyakinan itu sendiri, bahwa mereka melihat > keimanan saudara-saudara seimannya lebih rendah dibanding mereka sendiri?", > lanjut Sardar. (Dan tolonglah, saya mohon, gak usah bilang: itu kan pendapat > tentara Israel. Kok diikutin? Apalagi bilang: ini konspirasi Yahudi > pasti....busyet dah, kenapa kita selalu menyalahkan konspirasi atau membuat > teori konspirasi setiap ada masalah? Apa masalah selesai dengan membuat > teori tersebut? Jangan jadi paranoid...Lihat aja apa pendapatnya). > > Jadi, saat keimanan memang menjadi senjata, apa yang bisa menjamin senjata > ini tak bisa disalahgunakan? Tulis Sardar, "pada dasarnya, keyakinan itu > terus bergerak mendekati keraguan" (mungkin bisa dibandingkan dengan > pendapat Al-Ghazali, "keraguan adalah peringkat pertama keyakinan", dalam > munqidz min al-Dhalal). Hanya orang sempurna yang memiliki kepercayaan > sempurna nan pasti. Masalah IM adalah, kata Sardar, mereka melihat dirinya > sempurna, mereka yakin akan segalanya. Thus, pada akhirnya akan menentang > kemanusiaan (bukankah manusia tak sempurna?). > > Pertama kali baca, saya tak menganggap ada masalah. Memangnya kenapa kalo > ada orang yang menganggap keyakinannya itu sempurna? Bukannya itu wajar aja? > Menjadi masalah, memang, kalo jadinya menganggap remeh saudara- saudaranya > sendiri. > > Lalu kemudian saya beranjak ke pertanyaan ini: bukankah perasaan sempurna > akan membawa pada perasaan atau anggapan 'yang lain, yang tak seperti saya, > tidak lah sempurna'. Ketika ada anggapan itu, berarti menganggap remeh > saudara sendiri itu memang benar terjadi? > > Apakah memang kritikan Sardar itu sedangkal ini: kader-kader Ikwan itu, > karena perasaan kesempurnaan itu inheren dalam gerakannya, maka akan menjadi > eksklusif secara alamiah? > > Pertanyaan berlanjut: dalam dunia fana ini, adakah yang sempurna? Saya rasa > ada, dalam pengertian kesempurnaan-pasca-aktualitas (sorry saya harus > menciptakan istilah aneh, gak nemuin kata yang cocok soalnya). Maksudnya, > kesempurnaan itu hanyalah klaim kita atas sesuatu yang pernah aktual terjadi > dan ada. Nabi Muhammad, misalnya, adalah contoh manusia sempurna. Jadi, nabi > Muhammad yang manusia biasa (menurut Al-Quran) menjalani hidupnya sesuai > manusia yang biasa, lalu dianggap umatnya "sempurna". Maka, 'sempurna' > disini tidaklah dimaksudkan sebagai hal yang serba luhur-adiluhung- serba > ideal, tapi presentasi aktual yang diidealisasikan setelah terjadi (bingung > kan? Sama!). > > Disinilah rasanya Sardar salah. Dan kesalahannya itu diulanginya > berkali-kali (dalam bukunya, ia sering kecewa dengan corak Islam yang > ditemuinya. Ia kecewa dengan Jamaatul Islam, dengan IM, dengan tarikat sufi, > dengan Jamaah Tabligh, dengan Revolusi Iran dan Syiah...). Kenapa? Ia > mencari surga. Surga yang sempurna (dalam pengertian ilahiah: serba > benar-serba adiluhung-serba ideal). Ia mencari surga, dengan definisi > sempurna seperti tadi, di dunia. Dalam konteks hidup manusia. Ya jelas nggak > mungkin! Bagaimana mungkin kita mencari kesempurnaan sejati dalam dunia yang > tak sempurna! Jadinya ya...Desperately seeking paradise. > > Tentu saja dengan paradigma "mencari kesempurnaan sejati", yang akan kita > temui adalah kekecewaan. Sama seperti kisah orang yang mencari jodoh yang > sempurna. Gak bakal ada lah! Tapi ketika kita mau menerima, ketika kita > menyerah mencari kesempurnaan sejati, baru deh kita dapet jodoh. > > Pada akhirnya adalah penyerahan, pada akhirnya adalah pemilihan. Sardar pun > di akhir bukunya menyadari ini: surga muslim bukanlah tempat kedatangan, > tapi sebuah pengembaraan. Buat dia, 'proses pencarian' adalah surganya. > Akhirnya, ia menyerah, dan memilih serta memutuskan: dalam pencarian aku > menemukan surga! Penyerahan dan pemilihan Sardar berbeda dengan Khomeini, > misalnya, yang memilih Revolusi Islam a la Syiah. Atau Al-Banna dan > pengikutnya, yang memilih jamaah Ikhwan. > > Jika kata 'kesempurnaan' itu digantikan dengan 'kebenaran', bagaimana? Saya > rasa sama, kebenaran pada akhirnya sebuah penyerahan, sebuah pilihan, sebuah > keputusan. Buat saya juga, kalau kata 'kesempurnaan' atau 'kebenaran' itu > diganti dengan 'cinta' gimana? Sama saja: sebuah penyerahan, sebuah pilihan, > sebuah keputusan. > > Klaim kesempurnaan absolut, kesempurnaan a la Tuhan memang sudah semestinya > ditinggalkan. Tapi tidak untuk dibalas dengan anti-klaim absolut, yang > bahkan menjadi absolut lagi. Melainkan dengan sebuah kebijaksanaan: ya, > inilah pilihan saya. Oh, itu pilihan anda. Harakah semacam IM pun tak > sempurna, sama tak sempurnanya dengan tarikat, dengan organisasi Islam lain. > Dengan memilih, dan menyadari pilihan yang lain, lahirlah kebijakan. Lalu > juga melahirkan konsekuensi, hanya dengan soft power-lah cara yang paling > etis membuat manusia lain teryakinkan dengan pilihan keyakinan kita. > > Inilah surga dunia yang saya pahami. > Sekarang, apakah pilihan saya cukup mengakomodasi jenis surga ini? > Hmmm.... > > On 7/10/06, aris solikhah <fm_solihah@...> wrote: > > > > > > http://www.republika.co.id/koran_detail.asp? id=255109&kat_id=16&kat_id1=&kat_id2= > > Dialektika Palsu Dua Wajah Islam > > > > Zaim Saidi > > Pengamat Politik > > IBelakangan ini di tengah kita muncul suatu gambaran seolah ada dua > > wajah Islam: radikal versus liberal. Mengikuti dialektika ini, umat Islam > > dibagi menjadi dua: Muslim baik dan Muslim jahat. Gambaran ini merupakan > > sebuah dialektika yang ditampilkan oleh media massa Barat, sejak 1980-an dan > > terutama pasca peristiwa 9/11 (2001). > > ITapi kemudian gambaran ini seolah dibenarkan sebagai sebuah realitas, > > bahkan oleh kalangan umat Islam sendiri. Akibatnya, setidaknya dalam kesan, > > berlangsunglah konflik sesama umat Islam sendiri. Tulisan ini ingin > > menunjukkan bahwa dialektika Islam fundamental dan Islam liberal tersebut > > bukan saja suatu dialektika palsu, tapi bahkan memperlihatkan motif-motif > > tertentu di baliknya. Dalam kenyataan yang benar, tentu saja, Islam adalah > > dien yang cuma satu sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, melalui > > Alquran dan Sunnah. Syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji, adalah > > pilar-pilar Islam yang berada dalam realitas sosial, yang dapat dilakukan > > hanya dengan dasar legalitas (syariah). > > IDalam pandangan legal, tentu tidak ada sesuatu hal yang radikal atau > > liberal. Yang ada hanya yang benar (legal) atau yang salah (ilegal). > > Berpuasa Ramadhan hanya dapat dilakukan secara benar yaitu sebulan penuh, > > tidak bisa menjadi radikal, lalu dilakukan dua bulan, misalnya, atau secara > > liberalistik, menjadi setengah bulan saja. > > IMotif ganda > > Seperti telah disingggung sebelumnya dialektika dua wajah Islam di atas > > merupakan bagian dari upaya untuk mendefinisikan Muslim sebagai Muslim jahat > > (radikal, teroris) dan Muslim baik (liberal, moderat). Dalam kenyataannya, > > terorisme yang dilakukan hanya oleh satu-dua pihak, walaupun pelakunya > > Muslim, tidak bisa dikategorikan sebagai (tindakan) Islam. > > IIslam berakar pada kata salam yang berarti damai. Maka Islam radikal > > adalah sebuah contradictio in terminis. Dalam Islam, tindakan kekerasan, > > terorisme, apalagi melalui teknik (bom) bunuh diri, merupakan perbuatan > > ilegal dan haram hukumnya. Sebab, dalam hukum Islam, untuk berjihad pun ada > > batasan-batasannya, bukan merupakan tindakan individual anarkis. Sebaliknya > > Islam liberal, merupakan bagian dari fenomena pembaruan Islam, dengan tujuan > > untuk mengasimilasikannya dalam ideologi kapitalisme. > > IYang patut dipahami umat Islam, dialektika dua wajah Islam ini pada > > akhirnya berimplikasi ganda bagi kaum Muslim. Keduanya diperlukan bagi > > keberlangsungan kapitalisme itu sendiri. Pertama, dengan agak > > menyederhanakan masalah, dapat dikatakan bahwa wajah 'Islam jahat' > > ditampilkan untuk menimbulkan psikologi 'bersalah dan malu' di kalangan > > Muslim. Ini kemudian akan bermuara pada pembenaran bagi kalangan Muslim > > untuk menjadi 'Muslim baik'. Ini berarti kaum Muslim didorong semakin > > pragmatis, mengasimilasikan Islam dalam sistem kapitalis, sebagai bayaran > > dari 'rasa malu dan bersalah'. > > IKedua, sasaran sebaliknya yang dibidik dari kalangan 'Muslim jahat' > > adalah suatu pembenaran yang teramat kuat bagi kapitalisme untuk secara > > represif mendesakkan dominasinya. Untuk dapat lebih memahami strategi > > dialektika palsu ini penting kiranya dimengerti perkembangan termutakhir > > dari kapitalisme. Kapitalisme mutakhir telah muncul sebagai kekuatan > > totaliter, di balik retorika liberalisme. Demokrasi, sebagai front > > politiknya pun, makin menjadi terminologi kosong dan menunjukkan jati > > dirinya sebagai bagian dari totalitarianisme tersebut. > > IAkhir kapitalisme > > Meminjam teori Carl Schmitt, pemikir hukum Jerman, kapitalisme akhir dapat > > dideskripsikan sebagai tercapainya nihilisme, yang bermakna 'dipisahkanya > > pemerintahan dari lokasi' (the separation of order and location). Yakni > > lepasnya otoritas yang kini berada di tangan kapitalis global dari lokasi > > negara-bangsa demokratis. Dengan dominasi kapitalisme global ini, kedaulatan > > nasional telah jadi tak relevan. > > ISchmitt lebih jauh merumuskan otoritas (kewenangan) sebagai 'pihak yang > > dapat memutuskan dalam keadaan darurat' (state of emergency), yang sebagai > > konsekuensi dari nihilismesepenuhnya di luar domain negara- bangsa. Nihilisme > > juga berarti matinya demokrasi. Gambaran tentang telah berakhirnya demokrasi > > sebagai paradoks dari paham liberalisme yang mendasarinya, diuraikan dengan > > gamblang oleh Giorgio Agamben, pemikir Italia. Ia menyatakan tujuan akhir > > kekuasaan politik modern bukan lagi kedaulatan negara nasional, melainkan > > rumah tahanan (concentration camp). Hal ini dapat dikaitkan persis dengan > > rentetan legalisasi gerakan antiterorisme. > > IYang kini telah terjadi adalah lengkapnya transisi hukum dari 'keadaan > > normal ke keadaan darurat'. Kekuasaan totaliter kapitalisme atas kehidupan > > menjadi sempurna. Seseorang yang disekap dalam sebuah kamp adalah seseorang > > yang kehilangan hak dan dicerabut segala kehormatannya. Ia menjadi > > bukan-orang (non-person). > > IPuncak kekuasaan dan kedaulatan politik yang sebenarnya akan terungkap > > dalam realitas kamp konsentrasi ini. Inilah tempat ketika keputusan dengan > > sesukanya dapat dijatuhkan untuk mengenyahkan hak bicara, hukum, dan ruang > > gerak seseorang, dan meninggalkannya dalam 'kehidupan telanjang' (bare > > life). Semua yang dikatakan oleh Agamben di awal tahun 1990-an, kini telah > > terwujudkan di Guantanamao dan tempat-tempat lain di sudut- sudut 'negara > > dunia' yang muncul di tengah kita. Bagi Agamben, sebuah kamp merupakan > > bagian integral dari eksistensi nomos global (kapitalisme). Dalam kamp, > > kewarganegaraan seseorang sebagai cermin kedaulatan nasional suatu negara > > telah sepenuhnya kehilangan makna. Kamp adalah lokasi tanpa otoritas. > > IKesejatian Islam > > Butir penting dari kaitan dua pengertian di atas nihilisme dan kedaulatan > > dalam konteks realitas saat ini adalah bahwa fenomena global kapitalisme > > demokratis telah memberikan toleransi atas keadaan darurat yang permanen dan > > atas fenomena kamp. Paradigma 'keamanan total' kini telah menjadi norma umum > > sebagai teknik untuk menguasai, menggantikan 'keadaan darurat' yang semula > > merupakan tindak perkecualian. Fenomena terorisme, dengan demikian, adalah > > fenomena yang diperlukan dan menguntungkan kapitalisme itu sendiri. > > IDalam konteks dialektika palsu di atas, tindakan otoritarian atas nama > > antiterorisme yang ditampilkan oleh kekuatan kapital saat ini, telah > > mendapatkan legitimasinya dari suatu 'keadaan darurat' yang terus-menerus > > dan kini menjadi permanen, akibat aktivisme 'Muslim jahat'. Sebaliknya, di > > sisi lain, penampilan 'Islam moderat, baik', ditawarkan sebagai jalan keluar > > atas 'Islam jahat' tersebut. Kapitalisme, tentu saja sangat akomodatif > > terhadap 'wajah kedua Islam' ini. > > ISebab, 'Islam moderat' adalah 'Islam modern' yang selama lebih dari > > satu abad berhasil mendorong proses asimilasi Islam pada kapitalisme. > > Bentuk-bentuk keberhasilan dan produk 'Islam modern' ini adalah tidak dapat > > dibedakannya lagi antara yang Islam dan yang bukan Islam. Kesimpulannya > > adalah sangat penting bagi umat Islam untuk memastikan kesejatian Islam itu > > sendiri, sebagaimana diajarkan oleh Rasulallah SAW. Dialektika > > 'fundamentalime versus liberalisme' adalah jebakan mematikan. Radikalisme > > dan liberalisme Islam adalah proyek yang sama dari kapitalisme. > > Islam sepatutnya dipandang semata dalam perspektif legal, dalam arti > > mengikuti amal yang dipraktikkan oleh komunitas awal Islam, di Madinah al > > Munawarah. Islam adalah Islam, tidak radikal, tidak liberal. > > > > > > The great job makes a great man > > pustaka tani > > nuraulia > > > [Non-text portions of this message have been removed] > ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Yahoo! Groups gets a make over. See the new email design. http://us.click.yahoo.com/XISQkA/lOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **