[nasional_list] [ppiindia] Mengenai Kesempurnaan - Was: Re: Dialektika Palsu Dua Wajah Isam

  • From: "RM Danardono HADINOTO" <rm_danardono@xxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Tue, 18 Jul 2006 12:09:41 -0000

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Great!

".....Kenapa? Ia mencari surga. Surga yang sempurna (dalam 
pengertian ilahiah: serba benar-serba adiluhung-serba ideal). Ia 
mencari surga, dengan definisi sempurna seperti tadi, di dunia. 
Dalam konteks hidup manusia. Ya jelas nggak mungkin! Bagaimana 
mungkin kita mencari kesempurnaan sejati dalam dunia yang
tak sempurna! Jadinya ya...Desperately seeking paradise...."


Sebuah tulisan yang mencerahkan,mas.

salam

danardono



--- In ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx, irwank <irwank2k2@...> wrote:
>
> Tulisan yang (IMHO) bagus dari satu blog mengenai 'kesempurnaan'..
> Maklum belum mampu bikin tulisan sendiri.. jadi harap maklum.. :-)
> 
> Wassalam,
> 
> Irwan.K
> 
> --------------
> 
> http://lucky-luqman.blogspot.com/2006/05/masalah-dengan-
kesempurnaan.html
> Masalah dengan Kesempurnaan Ziauddin Sardar, ilmuwan muslim Inggris
> keturunan Pakistan menulis tentang Ikhwanul Muslimin 
di "desperately seeking
> paradise", memoar pencariannya akan 'surga'. Di bab- awal, ia 
menceritakan
> tentang Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul Muslimin adalah gerakan Islam 
yang
> paling berpengaruh abad ini, didirikan sekitar 1920-an (1921?) di
> Ismailiyah, Mesir, oleh Hasan Al-Banna. Jejak-jejaknya bisa 
dilihat dari
> metodologi atau manhaj gerakan-gerakan Islam yang ada di negara-
negara
> berbeda sekarang: Refah di Turki, Partai AL-Islam Semalaysia (PAS) 
di
> Malaysia, PKS di Indonesia, atau Hamas di Palestina. Tentu saja ada
> perbedaan-perbedaan sesuai konteks lokalnya, namun metodologi 
umumnya
> relatif sama. Ada yang pernah bilang IM adalah wujud konkret 
kebangkitan
> Islam yang dicanangkan (idenya) oleh Jamaluddin Al-Afghani, 
menurun ke
> muridnya, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha. Hasan Al-Banna sendiri 
pernah
> menggantikan Rasyid Ridha, kalau tidak salah sebagai redaktur Al-
Manar.
> Menarik juga membandingkan interpretasi ketiga tokoh ini terhadap 
ide
> Jamaluddin Al-Afghani. Abduh bergerak di pendidikan (menjadi rektor
> Al-Azhar, dan peletak fondasinya di zaman modern), Rasyid Ridha 
bergerak di
> media jurnalistik, dan Hasan Al-Banna membangun organisasi. Yang 
jelas, nama
> keempatnya akan abadi sebagai pembangun fondasi kebangkitan Islam 
di abad
> 20.
> 
> Kembali ke kritik Sardar...Menurut Sardar, sebagian besar anggota 
IM 'berada
> di tepi fanatisme, kecuali Said Ramadhan'. Said Ramadhan juga 
tokoh besar
> Ikhwan, putra dari Hasan Al-Banna yang sepanjang masa hidupnya 
berada di
> pengasingan. Putranya, Tariq Ramadhan, sekarang menjadi ilmuwan 
muslim
> sekaligus filosof lulusan Prancis. Namun, Sardar melanjutkan, 'ada 
sesuatu
> di matanya yang tidak benar, yang tak aku sukai, sesuatu yang aku 
dapati
> pula pada anggota Ikhwanul yang lain..."
> 
> Saya mencoba memahami kritik Sardar, yang dimulainya dengan kisah 
seorang
> teman Said Ramadan dengan tentara Israel pada perang Arab-Israel 
1948 (pada
> perang ini, Ikhwanul Muslimin mengirimkan pasukannya ke Palestina, 
dan
> pasukan ini sangat ditaakuti Israel). Teman said itu bertanya pada 
tentara
> Israel, kenapa tak menyerang Sur Bahir (desa dekat Jerussalem yang
> dikelilingi dua pasukan Israel). Tentara itu menjawab, karena 
daerah itu
> diduduki pasukan Ikhwan. Teman tersebut heran, karena pasukan 
Israel kan
> sudahbiasa menyerang daerah dengan pasukan besar dan kondisi lebih 
berat.
> Tentara itu menjawab, itu karena tentara IM berperang dengan 
semangat untuk
> kematian. Jadi, merekaa tak hanya tidak takut mati, tapi 
menginginkan
> kematian (dalam perang).
> 
> Itu yang membuat tentara Israel itu emoh menyerang. Si teman tadi 
bertanya,
> menurut pendapat dia, apa yang membuat pasukan IM itu seperti itu. 
Jawab si
> tentara Israel:
> 
> "Itu dampak ajaib agama terhadap pikiran orang sederhana. 
Kemiskinan telah
> menghadirkan bayangan akan surga yang menanti mereka setelah 
mati...Mereka
> membahayakan tak hanya kami, tapi juga kalian umat muslim. Tapi, 
yang
> pertama terancam adalah kalian..."
> 
> Sardar lalu berdialog dengan Said Ramadhan tentang masalah ini. Ia 
bilang,
> bukankah mengejar kematian demi kematian adalah pertanda 
ketidakbijaksanaan
> yang lahir dari keputusasaan?
> 
> Kata Said, 'tidak, itu tanda kekuatan iman'.
> "Tapi bukankah itu keimanan buta yang mengenyampingkan akal sehat? 
Bukankah
> kefanatikan terhadap suatu keyakinan, seperti kata tentara Israel 
tadi, akan
> berbalik memukul pengikut keyakinan itu sendiri, bahwa mereka 
melihat
> keimanan saudara-saudara seimannya lebih rendah dibanding mereka 
sendiri?",
> lanjut Sardar. (Dan tolonglah, saya mohon, gak usah bilang: itu 
kan pendapat
> tentara Israel. Kok diikutin? Apalagi bilang: ini konspirasi Yahudi
> pasti....busyet dah, kenapa kita selalu menyalahkan konspirasi 
atau membuat
> teori konspirasi setiap ada masalah? Apa masalah selesai dengan 
membuat
> teori tersebut? Jangan jadi paranoid...Lihat aja apa pendapatnya).
> 
> Jadi, saat keimanan memang menjadi senjata, apa yang bisa menjamin 
senjata
> ini tak bisa disalahgunakan? Tulis Sardar, "pada dasarnya, 
keyakinan itu
> terus bergerak mendekati keraguan" (mungkin bisa dibandingkan 
dengan
> pendapat Al-Ghazali, "keraguan adalah peringkat pertama 
keyakinan", dalam
> munqidz min al-Dhalal). Hanya orang sempurna yang memiliki 
kepercayaan
> sempurna nan pasti. Masalah IM adalah, kata Sardar, mereka melihat 
dirinya
> sempurna, mereka yakin akan segalanya. Thus, pada akhirnya akan 
menentang
> kemanusiaan (bukankah manusia tak sempurna?).
> 
> Pertama kali baca, saya tak menganggap ada masalah. Memangnya 
kenapa kalo
> ada orang yang menganggap keyakinannya itu sempurna? Bukannya itu 
wajar aja?
> Menjadi masalah, memang, kalo jadinya menganggap remeh saudara-
saudaranya
> sendiri.
> 
> Lalu kemudian saya beranjak ke pertanyaan ini: bukankah perasaan 
sempurna
> akan membawa pada perasaan atau anggapan 'yang lain, yang tak 
seperti saya,
> tidak lah sempurna'. Ketika ada anggapan itu, berarti menganggap 
remeh
> saudara sendiri itu memang benar terjadi?
> 
> Apakah memang kritikan Sardar itu sedangkal ini: kader-kader Ikwan 
itu,
> karena perasaan kesempurnaan itu inheren dalam gerakannya, maka 
akan menjadi
> eksklusif secara alamiah?
> 
> Pertanyaan berlanjut: dalam dunia fana ini, adakah yang sempurna? 
Saya rasa
> ada, dalam pengertian kesempurnaan-pasca-aktualitas (sorry saya 
harus
> menciptakan istilah aneh, gak nemuin kata yang cocok soalnya). 
Maksudnya,
> kesempurnaan itu hanyalah klaim kita atas sesuatu yang pernah 
aktual terjadi
> dan ada. Nabi Muhammad, misalnya, adalah contoh manusia sempurna. 
Jadi, nabi
> Muhammad yang manusia biasa (menurut Al-Quran) menjalani hidupnya 
sesuai
> manusia yang biasa, lalu dianggap umatnya "sempurna". 
Maka, 'sempurna'
> disini tidaklah dimaksudkan sebagai hal yang serba luhur-adiluhung-
serba
> ideal, tapi presentasi aktual yang diidealisasikan setelah terjadi 
(bingung
> kan? Sama!).
> 
> Disinilah rasanya Sardar salah. Dan kesalahannya itu diulanginya
> berkali-kali (dalam bukunya, ia sering kecewa dengan corak Islam 
yang
> ditemuinya. Ia kecewa dengan Jamaatul Islam, dengan IM, dengan 
tarikat sufi,
> dengan Jamaah Tabligh, dengan Revolusi Iran dan Syiah...). Kenapa? 
Ia
> mencari surga. Surga yang sempurna (dalam pengertian ilahiah: serba
> benar-serba adiluhung-serba ideal). Ia mencari surga, dengan 
definisi
> sempurna seperti tadi, di dunia. Dalam konteks hidup manusia. Ya 
jelas nggak
> mungkin! Bagaimana mungkin kita mencari kesempurnaan sejati dalam 
dunia yang
> tak sempurna! Jadinya ya...Desperately seeking paradise.
> 
> Tentu saja dengan paradigma "mencari kesempurnaan sejati", yang 
akan kita
> temui adalah kekecewaan. Sama seperti kisah orang yang mencari 
jodoh yang
> sempurna. Gak bakal ada lah! Tapi ketika kita mau menerima, ketika 
kita
> menyerah mencari kesempurnaan sejati, baru deh kita dapet jodoh.
> 
> Pada akhirnya adalah penyerahan, pada akhirnya adalah pemilihan. 
Sardar pun
> di akhir bukunya menyadari ini: surga muslim bukanlah tempat 
kedatangan,
> tapi sebuah pengembaraan. Buat dia, 'proses pencarian' adalah 
surganya.
> Akhirnya, ia menyerah, dan memilih serta memutuskan: dalam 
pencarian aku
> menemukan surga! Penyerahan dan pemilihan Sardar berbeda dengan 
Khomeini,
> misalnya, yang memilih Revolusi Islam a la Syiah. Atau Al-Banna dan
> pengikutnya, yang memilih jamaah Ikhwan.
> 
> Jika kata 'kesempurnaan' itu digantikan dengan 'kebenaran', 
bagaimana? Saya
> rasa sama, kebenaran pada akhirnya sebuah penyerahan, sebuah 
pilihan, sebuah
> keputusan. Buat saya juga, kalau kata 'kesempurnaan' 
atau 'kebenaran' itu
> diganti dengan 'cinta' gimana? Sama saja: sebuah penyerahan, 
sebuah pilihan,
> sebuah keputusan.
> 
> Klaim kesempurnaan absolut, kesempurnaan a la Tuhan memang sudah 
semestinya
> ditinggalkan. Tapi tidak untuk dibalas dengan anti-klaim absolut, 
yang
> bahkan menjadi absolut lagi. Melainkan dengan sebuah 
kebijaksanaan: ya,
> inilah pilihan saya. Oh, itu pilihan anda. Harakah semacam IM pun 
tak
> sempurna, sama tak sempurnanya dengan tarikat, dengan organisasi 
Islam lain.
> Dengan memilih, dan menyadari pilihan yang lain, lahirlah 
kebijakan. Lalu
> juga melahirkan konsekuensi, hanya dengan soft power-lah cara yang 
paling
> etis membuat manusia lain teryakinkan dengan pilihan keyakinan 
kita.
> 
> Inilah surga dunia yang saya pahami.
> Sekarang, apakah pilihan saya cukup mengakomodasi jenis surga ini?
> Hmmm....
> 
> On 7/10/06, aris solikhah <fm_solihah@...> wrote:
> >
> >
> > http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?
id=255109&kat_id=16&kat_id1=&kat_id2=
> >   Dialektika Palsu Dua Wajah Islam
> >
> >   Zaim Saidi
> > Pengamat Politik
> >   IBelakangan ini di tengah kita muncul suatu gambaran seolah 
ada dua
> > wajah Islam: radikal versus liberal. Mengikuti dialektika ini, 
umat Islam
> > dibagi menjadi dua: Muslim baik dan Muslim jahat. Gambaran ini 
merupakan
> > sebuah dialektika yang ditampilkan oleh media massa Barat, sejak 
1980-an dan
> > terutama pasca peristiwa 9/11 (2001).
> >   ITapi kemudian gambaran ini seolah dibenarkan sebagai sebuah 
realitas,
> > bahkan oleh kalangan umat Islam sendiri. Akibatnya, setidaknya 
dalam kesan,
> > berlangsunglah konflik sesama umat Islam sendiri. Tulisan ini 
ingin
> > menunjukkan bahwa dialektika Islam fundamental dan Islam liberal 
tersebut
> > bukan saja suatu dialektika palsu, tapi bahkan memperlihatkan 
motif-motif
> > tertentu di baliknya. Dalam kenyataan yang benar, tentu saja, 
Islam adalah
> > dien yang cuma satu sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah 
SAW, melalui
> > Alquran dan Sunnah. Syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji, 
adalah
> > pilar-pilar Islam yang berada dalam realitas sosial, yang dapat 
dilakukan
> > hanya dengan dasar legalitas (syariah).
> >   IDalam pandangan legal, tentu tidak ada sesuatu hal yang 
radikal atau
> > liberal. Yang ada hanya yang benar (legal) atau yang salah 
(ilegal).
> > Berpuasa Ramadhan hanya dapat dilakukan secara benar yaitu 
sebulan penuh,
> > tidak bisa menjadi radikal, lalu dilakukan dua bulan, misalnya, 
atau secara
> > liberalistik, menjadi setengah bulan saja.
> >   IMotif ganda
> > Seperti telah disingggung sebelumnya dialektika dua wajah Islam 
di atas
> > merupakan bagian dari upaya untuk mendefinisikan Muslim sebagai 
Muslim jahat
> > (radikal, teroris) dan Muslim baik (liberal, moderat). Dalam 
kenyataannya,
> > terorisme yang dilakukan hanya oleh satu-dua pihak, walaupun 
pelakunya
> > Muslim, tidak bisa dikategorikan sebagai (tindakan) Islam.
> >   IIslam berakar pada kata salam yang berarti damai. Maka Islam 
radikal
> > adalah sebuah contradictio in terminis. Dalam Islam, tindakan 
kekerasan,
> > terorisme, apalagi melalui teknik (bom) bunuh diri, merupakan 
perbuatan
> > ilegal dan haram hukumnya. Sebab, dalam hukum Islam, untuk 
berjihad pun ada
> > batasan-batasannya, bukan merupakan tindakan individual anarkis. 
Sebaliknya
> > Islam liberal, merupakan bagian dari fenomena pembaruan Islam, 
dengan tujuan
> > untuk mengasimilasikannya dalam ideologi kapitalisme.
> >   IYang patut dipahami umat Islam, dialektika dua wajah Islam 
ini pada
> > akhirnya berimplikasi ganda bagi kaum Muslim. Keduanya 
diperlukan bagi
> > keberlangsungan kapitalisme itu sendiri. Pertama, dengan agak
> > menyederhanakan masalah, dapat dikatakan bahwa wajah 'Islam 
jahat'
> > ditampilkan untuk menimbulkan psikologi 'bersalah dan malu' di 
kalangan
> > Muslim. Ini kemudian akan bermuara pada pembenaran bagi kalangan 
Muslim
> > untuk menjadi 'Muslim baik'. Ini berarti kaum Muslim didorong 
semakin
> > pragmatis, mengasimilasikan Islam dalam sistem kapitalis, 
sebagai bayaran
> > dari 'rasa malu dan bersalah'.
> >   IKedua, sasaran sebaliknya yang dibidik dari kalangan 'Muslim 
jahat'
> > adalah suatu pembenaran yang teramat kuat bagi kapitalisme untuk 
secara
> > represif mendesakkan dominasinya. Untuk dapat lebih memahami 
strategi
> > dialektika palsu ini penting kiranya dimengerti perkembangan 
termutakhir
> > dari kapitalisme. Kapitalisme mutakhir telah muncul sebagai 
kekuatan
> > totaliter, di balik retorika liberalisme. Demokrasi, sebagai 
front
> > politiknya pun, makin menjadi terminologi kosong dan menunjukkan 
jati
> > dirinya sebagai bagian dari totalitarianisme tersebut.
> >   IAkhir kapitalisme
> > Meminjam teori Carl Schmitt, pemikir hukum Jerman, kapitalisme 
akhir dapat
> > dideskripsikan sebagai tercapainya nihilisme, yang 
bermakna 'dipisahkanya
> > pemerintahan dari lokasi' (the separation of order and 
location). Yakni
> > lepasnya otoritas yang kini berada di tangan kapitalis global 
dari lokasi
> > negara-bangsa demokratis. Dengan dominasi kapitalisme global 
ini, kedaulatan
> > nasional telah jadi tak relevan.
> >   ISchmitt lebih jauh merumuskan otoritas (kewenangan) 
sebagai 'pihak yang
> > dapat memutuskan dalam keadaan darurat' (state of emergency), 
yang sebagai
> > konsekuensi dari nihilismesepenuhnya di luar domain negara-
bangsa. Nihilisme
> > juga berarti matinya demokrasi. Gambaran tentang telah 
berakhirnya demokrasi
> > sebagai paradoks dari paham liberalisme yang mendasarinya, 
diuraikan dengan
> > gamblang oleh Giorgio Agamben, pemikir Italia. Ia menyatakan 
tujuan akhir
> > kekuasaan politik modern bukan lagi kedaulatan negara nasional, 
melainkan
> > rumah tahanan (concentration camp). Hal ini dapat dikaitkan 
persis dengan
> > rentetan legalisasi gerakan antiterorisme.
> >   IYang kini telah terjadi adalah lengkapnya transisi hukum 
dari 'keadaan
> > normal ke keadaan darurat'. Kekuasaan totaliter kapitalisme atas 
kehidupan
> > menjadi sempurna. Seseorang yang disekap dalam sebuah kamp 
adalah seseorang
> > yang kehilangan hak dan dicerabut segala kehormatannya. Ia 
menjadi
> > bukan-orang (non-person).
> >   IPuncak kekuasaan dan kedaulatan politik yang sebenarnya akan 
terungkap
> > dalam realitas kamp konsentrasi ini. Inilah tempat ketika 
keputusan dengan
> > sesukanya dapat dijatuhkan untuk mengenyahkan hak bicara, hukum, 
dan ruang
> > gerak seseorang, dan meninggalkannya dalam 'kehidupan telanjang' 
(bare
> > life). Semua yang dikatakan oleh Agamben di awal tahun 1990-an, 
kini telah
> > terwujudkan di Guantanamao dan tempat-tempat lain di sudut-
sudut 'negara
> > dunia' yang muncul di tengah kita. Bagi Agamben, sebuah kamp 
merupakan
> > bagian integral dari eksistensi nomos global (kapitalisme). 
Dalam kamp,
> > kewarganegaraan seseorang sebagai cermin kedaulatan nasional 
suatu negara
> > telah sepenuhnya kehilangan makna. Kamp adalah lokasi tanpa 
otoritas.
> >   IKesejatian Islam
> > Butir penting dari kaitan dua pengertian di atas nihilisme dan 
kedaulatan
> > dalam konteks realitas saat ini adalah bahwa fenomena global 
kapitalisme
> > demokratis telah memberikan toleransi atas keadaan darurat yang 
permanen dan
> > atas fenomena kamp. Paradigma 'keamanan total' kini telah 
menjadi norma umum
> > sebagai teknik untuk menguasai, menggantikan 'keadaan darurat' 
yang semula
> > merupakan tindak perkecualian. Fenomena terorisme, dengan 
demikian, adalah
> > fenomena yang diperlukan dan menguntungkan kapitalisme itu 
sendiri.
> >   IDalam konteks dialektika palsu di atas, tindakan otoritarian 
atas nama
> > antiterorisme yang ditampilkan oleh kekuatan kapital saat ini, 
telah
> > mendapatkan legitimasinya dari suatu 'keadaan darurat' yang 
terus-menerus
> > dan kini menjadi permanen, akibat aktivisme 'Muslim jahat'. 
Sebaliknya, di
> > sisi lain, penampilan 'Islam moderat, baik', ditawarkan sebagai 
jalan keluar
> > atas 'Islam jahat' tersebut. Kapitalisme, tentu saja sangat 
akomodatif
> > terhadap 'wajah kedua Islam' ini.
> >   ISebab, 'Islam moderat' adalah 'Islam modern' yang selama 
lebih dari
> > satu abad berhasil mendorong proses asimilasi Islam pada 
kapitalisme.
> > Bentuk-bentuk keberhasilan dan produk 'Islam modern' ini adalah 
tidak dapat
> > dibedakannya lagi antara yang Islam dan yang bukan Islam. 
Kesimpulannya
> > adalah sangat penting bagi umat Islam untuk memastikan 
kesejatian Islam itu
> > sendiri, sebagaimana diajarkan oleh Rasulallah SAW. Dialektika
> > 'fundamentalime versus liberalisme' adalah jebakan mematikan. 
Radikalisme
> > dan liberalisme Islam adalah proyek yang sama dari kapitalisme.
> >   Islam sepatutnya dipandang semata dalam perspektif legal, 
dalam arti
> > mengikuti amal yang dipraktikkan oleh komunitas awal Islam, di 
Madinah al
> > Munawarah. Islam adalah Islam, tidak radikal, tidak liberal.
> >
> >
> > The great job makes a great man
> >   pustaka tani
> >   nuraulia
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>







------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Yahoo! Groups gets a make over. See the new email design.
http://us.click.yahoo.com/XISQkA/lOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Mengenai Kesempurnaan - Was: Re: Dialektika Palsu Dua Wajah Isam