[nasional_list] [ppiindia] Memimpin Frustrasi Rakyat

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 17 Jan 2006 00:16:24 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/17/opini/2370708.htm

 
Memimpin Frustrasi Rakyat 


Rocky Gerung

Siapa kini yang sanggup memimpin frustrasi rakyat? Pers lebih tergiur mengamati 
bahasa tubuh presiden. Para pakar lebih tergoda mengolok-olok model komunikasi 
politik pemerintah. Tokoh LSM berhenti berpromosi HAM karena kurang biaya. 
Universitas lebih suka menerima riset pesanan birokrasi dan dunia bisnis 
ketimbang mengukur kedalaman demokrasi dan keadilan. Parlemen amat gembira 
memagari diri dari gangguan rakyat. Dalam kondisi itu, politik "arus bawah" 
mengalir deras.

Isu "arus bawah" kini tidak memiliki nama, kecuali ia hanya akibat dari harapan 
yang hampir putus terhadap perubahan. Untuk sementara harapan itu bisa 
disambung melalui kebijakan "politik uang" yang bernama BLT (bantuan langsung 
tunai), sekadar untuk menunda instabilitas politik. Karena itu, kita berhasil 
memelihara stabilitas politik yang semu selama satu triwulan lalu.

Menabung risiko

Namun, sebelum tahun yang lalu berakhir, gelombang PHK sudah mulai, bahkan 
merata ke seluruh provinsi. PHK berarti frustrasi ekonomi bagi kelas menengah. 
Dan, ini adalah kondisi politik yang tidak dapat disubsidi karena ia menyangkut 
defisit harga diri para penganggur.

Seorang penganggur bukan saja tidak punya pekerjaan, tetapi juga tidak punya 
harga diri. Menurut rumus sosiologi, huru-hara adalah fasilitas sosial bagi 
ekspresi politik harga diri! Sekali pintu itu terbuka, dendam-dendam politik 
lama akan berhamburan menuju pintu yang sama. Begitulah rawannya kondisi 
transisi demokrasi kita kini. Tetapi siapa peduli?

Kabinet yang baru tentu bersiap untuk meredam teori ini. Tetapi, samakah 
kepentingan politik di antara anggota kabinet sehingga suatu dirigisme ekonomi 
dapat dijalankan secara koheren, yaitu dengan asumsi yang satu dan dalam arah 
yang sama? Misalnya, apakah bidang "kesra" (yang berparadigma subsidi) akan 
dikelola secara "moneteristik" sama seperti bidang "ekuin" (yang berparadigma 
efisiensi)? Atau apakah paradigma bidang "ekuin" sendiri dapat dikendalikan 
secara disipliner oleh Menko Perekonomian tanpa halangan politik dari 
menteri-menteri teknisnya yang berbendera partai? Bukankah hasil reshuffle 
kabinet adalah amat politis ketimbang keahlian sehingga political utility 
seorang menteri mendahului intellectual capability-nya? Dapatkah Menko 
Perekonomian mengabaikan itu?

Tentu saja problem ini akhirnya memerlukan kata akhir presiden. Tetapi hingga 
kini demarkasi antara wilayah "teknokrasi" dan "politik" belum dapat ditetapkan 
presiden sebagai kepala kabinet. Padahal, garis inilah yang akan menentukan 
iklim investasi jangka panjang, kepastian pemberantasan korupsi, sekaligus 
dasar dari suatu sistem pemerintahan presidensial yang efektif.

Dunia bisnis yang rasional tentu ingin menghormati politik, untuk jaminan 
investasi jangka panjang. Tetapi bila demarkasi itu tidak tegas, dunia bisnis 
akan mengeksploitasi politik demi keuntungan jangka pendek. Ini pasti berakibat 
memperdalam pelembagaan korupsi dan memperlebar dendam ketidakadilan. Suatu 
langkah mundur reformasi!

Garis demarkasi yang tidak tegas juga mengaburkan teori legitimasi pemilu 
langsung karena presiden terus bekerja dalam teori parlementarian semu. Dalam 
sistem presidensial yang efektif, seorang presiden memerlukan hanya satu teori, 
satu asumsi, dan satu risiko. Sebaliknya, presiden yang menggabung-gabungkan 
teori, menumpuk-numpuk asumsi, niscaya sedang menabung banyak risiko.

Instabilitas politik

Suatu skenario tentang instabilitas politik sudah harus dibayangkan oleh 
presiden, mengingat periode "bulan madu" presiden dengan publik sudah selesai. 
Sebenarnya, hanya karena ketiadaan figur oposisilah maka kita masih menikmati 
ujung eforia politik pascapemilu, yaitu harapan terhadap perubahan. Selebihnya 
sebetulnya, "politik arus bawah" sudah berakumulasi bukan lagi akibat putusnya 
harapan, tetapi justru karena memburuknya kualitas hidup. Yang "ada" memburuk, 
apalagi yang "akan"!

Sambungan antara politik "arus bawah" dan kepentingan "kelas menengah" amat 
mudah dibuat dalam situasi di mana kebijakan ekonomi justru memerosotkan daya 
beli mereka. Sinyal pasar uang, kurs, dan suku bunga terlalu pendek 
jangkauannya untuk meyakinkan psikologi para penganggur tentang bakal 
kembalinya pekerjaan mereka. Bahkan sebaliknya, persepsi terhadap 
indikator-indikator ekonomi yang membaik sekalipun akan segera diterjemahkan 
sebagai bertumpuknya keuntungan di tingkat elite. Jalan pikiran ini adalah juga 
"jalan pikiran ekonomis" bagi mereka yang terjepit.

Hal yang berbahaya adalah menganggap daya tahan masyarakat amat kuat dalam 
menjalani kesulitan ekonomi di masa transisi ini. Percobaan politik yang 
dilakukan pemerintah melalui kenaikan harga BBM "sekali pukul" Oktober lalu, 
tanpa menimbulkan gejolak politik, adalah harga yang dibayar publik untuk 
memperoleh sebuah kabinet baru yang hanya ahli menyelesaikan masalah dan bersih 
dari pertimbangan-pertimbangan politis. Tetapi, karena bukan itu yang terjadi, 
masuk akal bila kini angka popularitas presiden turun. Kemanakah arus 
delegitimasi itu bermuara? Masalahnya kembali pada fakta, kita tidak memiliki 
pemimpin oposisi.

Bahaya dari kondisi politik semacam ini adalah, frustrasi rakyat lebih cepat 
bermuara ke dalam politik destruktif ketimbang mengalir menjadi politik 
alternatif. Inilah bahaya laten bagi presiden yang menggantungkan legitimasi 
formil pada konfigurasi politik parlementarian dalam kondisi di mana lembaga 
oposisi tidak bekerja. Siapa yang akan memimpin frustrasi rakyat? Rakyat akan 
mencari pemimpinnya sendiri. Itu benar, tetapi setelah destruksi terjadi.

Rocky Gerung Pengajar Filsafat FIB UI


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Memimpin Frustrasi Rakyat