[nasional_list] [ppiindia] Melindungi Anak dari Pelacuran

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 25 Jul 2006 12:19:40 +0200

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **REFLEKSI: Yang dikatakan "anak" itu 
berumur berapa? Rencana Undang-Undang  Anti Pronografi yang diperjuangkan oleh 
kaum ahli surgawi untuk diterapkan dalam masyarakat, pada pasal 17 dari UU tsb 
dikatakan bahwa umur 12  tahun adalah dewasa. 


http://www.sinarharapan.co.id/berita/0607/25/opi01.html

Melindungi Anak dari Pelacuran  
Oleh
Paulus Mujiran



Data Pusat Data dan Informasi Komisi Nasional Perlindungan Anak menyebutkan 
bahwa 69 persen dari kasus kekerasan seksual anak dilakukan oleh orang yang 
dikenal baik oleh korban. Sebanyak 17,2 persen di antara kasus yang terjadi 
dilakukan oleh orang tua korban (incest). Pada tahun 2003, misalnya, tercatat 
289 kasus kekerasan seksual terhadap anak, 129 kasus dilakukan oleh ayah 
korban, dan 160 kasus dilakukan oleh guru si anak.


Prostitusi anak atau anak yang dilacurkan adalah perbuatan mendapatkan atau 
menawarkan jasa seksual dari seorang anak oleh seseorang atau kepada orang 
lainnya dengan imbalan uang atau imbalan lainnya. Konvensi Hak-hak Anak (KHA) 
memberikan jaminan perlindungan bagi anak dari eksploitasi dan penganiayaan 
seksual, termasuk prostitusi dan pornografi (Pasal 34). 


Jaminan perlindungannya di tingkat internasional semakin menguat dengan 
diadopsinya Konvensi ILO No. 182 tentang larangan dan menghapuskan segera 
pekerja anak (17 Juni 1999) dan protokol tambahan tentang larangan penjualan, 
pelacuran dan pornografi anak anak (25 Mei 2000). 


Setiap kontak seksual (yang dilakukan orang dewasa) terhadap seorang anak yang 
umurnya di bawah batas yang ditetapkan, secara teknis harus dianggap sebagai 
pelanggaran atau kejahatan. Jika terjadi penetrasi penis-vaginal (atau 
penis-anal atau penis-oral), harus dianggap sebagai perkosaan. 


Inilah yang disebut sebagai statutory rape (Farid dalam Sularto, 2000). Farid 
(1997) juga menyatakan bahwa para aktivis hak-hak anak sering menggunakan 
istilah kejahatan seksual terhadap anak yang mencakupi tindakan kekerasan dan 
eksploitasi seksual yang dilakukan orang dewasa untuk lebih memberikan tekanan 
pada bobot kriminal atas tindakan semacam itu.


Pelacuran anak di Indonesia diyakini telah ada sejak lama, kendati tidak 
diketahui secara pasti awalnya. Hanya saja pada masa-masa sebelumnya, 
keberadaan mereka bersifat tersembunyi. Beberapa tahun terakhir, prostitusi 
anak mulai banyak diungkap. 

Kegiatan mereka mulai memasuki ruang-ruang publik sehingga dapat 
diidentifikasikan. Adanya istilah-istilah yang digunakan di beberapa daerah 
seperti ciblek, chilikan, lembutan, durian, pekcun, bul-bul, rendan (kere 
dandan), dan balak kosong menunjukkan keberadaan prostitusi anak di wilayah 
tertentu. 

Hukum Belum Memadai
Mencermati prostitusi yang semakin meluas dan kecenderungan perekrutan 
anak-anak semakin besar, maka jumlah anak-anak yang berada dalam prostitusi 
menjadi semakin tinggi. Belum lagi, anak-anak Indonesia yang dijerumuskan ke 
pelacuran di negara lain, seperti Malaysia, Australia, Singapura, dan 
sebagainya. 


Khofifah Indar Parawansa ketika menjabat Menteri Pemberdayaan Perempuan 
memaparkan bahwa 62,5 % PSK di Malaysia adalah orang-orang Indonesia, dan 80% 
di antaranya diketahui masih berada dalam batasan umur seorang anak. Ini 
menunjukkan pula telah terjadi perdagangan bocah Indonesia untuk tujuan seksual.


Perlindungan hukum di Indonesia bagi anak yang dilacurkan tampaknya belumlah 
memadai untuk memberikan jaminan perlindungan dengan menggunakan 
standar-standart hak-hak anak yang terdapat dalam berbagai instrumen 
internasional mengenai hak anak. Statutory rape yang ditetapkan di Indonesia 
juga dinilai sangat rendah, yaitu di bawah 12 tahun (lihat Pasal 287, Ayat 2).


Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak ada pasal yang 
memberikan larangan bagi seseorang yang melakukan praktik pelacuran. Larangan 
dan ancaman hukuman lebih ditujukan kepada seseorang yang mengambil keuntungan 
dengan cara membantu terjadinya perbuatan cabul (Pasal 296) dengan ancaman 
maksimum 1 tahun dan 4 bulan penjara atau denda Rp. 15.000.00 (lima belas ribu 
rupiah) dan bagi tindakan mucikari atau mengambil keuntungan dari pelacuran 
(Pasal 506) dengan ancaman hukuman 3 bulan penjara. 


Pengaturan tentang prostitusi di setiap kota/kabupaten biasanya diatur dalam 
Peraturan Daerah (Perda) yang secara umum tidak pula mengatur secara khusus 
tentang keberadaan prostitusi anak. Pelarangan terhadap praktik prostitusi 
biasanya ditujukan kepada para Pekerja Seksual Komersial yang melakukan 
kegiatan-kegiatannya di luar lokalisasi resmi yang ditetapkan. 


Tindakan yang biasa diambil adalah melakukan razia (penangkapan dan penahanan) 
untuk dikenai (ancaman) hukuman atas tindak pidana ringan. Pada praktiknya, 
anak-anak yang berada dalam prostitusi masih dianggap sebagai pelaku kejahatan. 


Undang-undang Perlindungan Anak yang disahkan pada Oktober 2002 dinilai 
memberikan jaminan lebih baik, terutama sanksinya yang lebih berat. Yang 
relevan adalah perlindungan terhadap anak dari eksploitasi seksual. Di situ 
(Pasal 88) dinyatakan bahwa setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau 
seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, 
dipidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak 
dua ratus juta rupiah. 



Perkosaan dan Pencabulan 
Di tengah kurang memadainya peraturan perundangan di Indonesia saat ini, upaya 
penegakan hukum tidak berpengaruh besar terhadap perubahan situasi dan kondisi 
anak-anak yang menjadi korban prostitusi. KUHP yang biasa digunakan sebagai 
dasar bagi proses hukum atas kasus-kasus eksploitasi seksual (komersial) 
terhadap anak, menurut Farid (Sularto, 2000) memiliki tiga kelemahan utama 
sebagai berikut:


Pertama, secara materiil KUHP kita "bias dewasa" (tidak child sensitive) karena 
ia mengancam pelaku perkosaan terhadap orang (perempuan) dewasa dengan ancaman 
hukuman maksimal yang lebih tinggi, yaitu 12 tahun penjara dibandingkan pelaku 
statutory rape (yang ditafsirkan sebagai pencabulan terhadap anak), yang 
diancam hanya dengan penjara maksimal sembilan tahun.


Kedua, rezim penafsiran yang berlaku saat ini sama sekali mengabaikan konsep 
tentang age of sexual consent (yang sebenarnya bisa dikembangkan dari Pasal 287 
(2) KUHP). Artinya, secara teknis, semua anak bahkan jika umurnya masih tujuh 
atau lima tahun, dianggap sudah mampu memberikan atau menerima informed consent 
untuk melakukan hubungan seksual. Dengan kata lain, anak yang berumur tujuh 
atau lima tahun sekalipun, dianggap sudah mampu melakukan "perzinahan" atas 
dasar suka sama suka.


Ketiga, sebagai konsekuensi rezim penafsiran yang "bias dewasa" di atas, 
prosedur penerapan proses hukum dalam kasus "pencabulan terhadap anak" menjadi 
bukan saja tidak child sensitive dan mengabaikan perspektif anak, namun lebih 
dari itu, ia justru bersifat abusive. 


Guna memberikan kepastian jaminan perlindungan secara legal oleh Negara 
terhadap anak-anak dari dunia prostitusi, langkah awal yang perlu dilakukan 
adalah mengubah/amendemen peraturan-perundangan yang bertentangan dengan 
hak-hak anak. Salah satunya adalah mengembangkan dan/atau menguatkan hukum 
nasional guna memberikan perlindungan kepada anak, mengkriminalkan pelaku 
eksploitasi seksual terhadap anak, memperhatikan anak sebagai korban, 
menerapkan hukum pidana secara ekstrateritorial, serta menguatkan masyarakat 
sipi. 

Maka, segeralah beranjak untuk menciptakan kehidupan yang berkeadilan dengan 
menempatkan anak-anak sebagai manusia dan subyek perubahan atas realitas 
dirinya. Menunggu secara pasif tentunya bukanlah sikap yang bijak. Kita 
tentunya tidak ingin anak-anak kita, saudara-saudara kita, para tetangga kita 
dibayang-bayangi ancaman menjadi korban. 

Penulis adalah pekerja sosial di Semarang


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Yahoo! Groups gets a make over. See the new email design.
http://us.click.yahoo.com/WktRrD/lOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Melindungi Anak dari Pelacuran