** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.sinarharapan.co.id/berita/0609/08/opi01.html Kapitalisme dalam Pertanian, Kasus Perberasan Oleh Ahmad Saifuddin Indonesia adalah negara dunia ketiga yang menyusun pola pembangunan nasionalnya bersamaan dengan perkembangan teori-teori yang berlangsung di negara-negara maju. Pada sisi lain, Indonesia adalah juga warga dunia yang tak dapat menghindarkan diri dari pengaruh kapitalisme global. Teori-teori pembangunan mulai berkembang dalam tataran akademis maupun aksi, setelah perang dunia kedua, bersamaan dengan negara Indonesia yang juga sedang mencari pola pembangunannya sendiri. Karena itulah, proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Indonesia juga dipengaruhi oleh proses tersebut. Beras merupakan komoditas pangan yang memiliki kedudukan unik di Indonesia karena tidak saja berdimensi ekonomi dan sosial, tetapi juga politik dan budaya. Begitu pentingnya permasalahan beras sehingga ekonomi Indonesia tergantung padanya, misalnya dari pengaruh psikologisnya terhadap inflasi. Hal ini terlihat dari berbagai kebijaksanaan pertanian yang didominasi dan bias ke beras. Selain itu, penelitian-penelitian yang sering ingin menggambarkan pertanian Indonesia pun kebanyakan meneliti komunitas petani sawah. Pada bentuknya yang paling sederhana, kapitalisme sebagai cara berproduksi lahir pada abad ke-16 ketika terjadi penggantian sistem pertanian feodal, yaitu perubahan orientasi produksi dari produksi barang untuk dipakai sendiri menjadi produksi untuk dijual (Sanderson, 1993). Akibat lebih jauhnya dalam masyarakat kapitalisme adalah menjual komoditas untuk keuntungan maksimal. Dari sini terlihat bahwa bentuk kapitalisme yang pertama muncul adalah di dunia pertanian. Kemudian, revolusi industri yang lahir abad ke-18, menyebabkan produktivitas per orang yang tinggi, menurunkan biaya operasi, tumbuhnya proletariat perkotaan, spesialisasi pekerjaan, dan urbanisasi; sehingga melahirkan kapitalisme industri. Ekonomi Politik Perberasan Kapitalisme tidak hanya mengubah cara-cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun memasuki segala aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan masyarakat, dari hubungan antar negara, bahkan sampai ke tingkat antar individu. Beras dapat dianggap mewakili bentuk ekonomi Indonesia secara umum, karena pengaruhnya dalam bidang ekonomi, politik (harga diri bangsa), dan psikologis (misalnya inflasi karena psikologis harga beras). Namun, yang utama adalah soal usaha tani padi berada dalam posisi lemah, karena teknologi rendah yang sulit ditingkatkan karena kepemilikan lahan yang sempit, modal, dan pendidikan, serta kondisi alamnya. Indonesia tidak pernah dapat melepaskan diri dari persoalan beras, karena jumlah penduduk yang besar dan konsumsi yang semakin tinggi (Pakpahan dkk., 1993). Konsumsi tinggi ini tanpa sadar terdorong oleh usaha pemerintah meninggikan gengsi beras, walau kemudian dikoreksi dengan Program Diversifikasi Pangan dan Gizi. Tingginya gengsi konsumsi beras disebabkan oleh usaha pemerintah di awal Orde Baru yang mengubah pola konsumsi asli penduduk, misalnya jagung di Madura, sagu di Maluku, dan talas di Irian Jaya. Akibatnya, konsumsi beras per kapita terus meningkat. Usaha tani padi memiliki kelemahan-kelemahan sehingga kalah bersaing secara ekonomi. Hal ini terbukti dari tingginya konversi lahan pertanian untuk kebutuhan industri dan permukiman. Salah satu penyebab lemahnya daya saing padi adalah kebutuhan airnya yang lebih tinggi dibanding komoditas pangan manapun. Menurut Revelle (dalam Sumaryanto, 199), untuk menghasilkan 1 ton padi dibutuhkan 4.000 m3 air, padahal gandum hanya 1.000 m3. Artinya, untuk mendapatkan jumlah produksi yang sama, kebutuhan air untuk beras adalah empat kali lipat yang dibutuhkan oleh gandum. Kondisi ini semakin timpang bila dibandingkan nilai jual air per satuan antara kegunaan untuk pertanian dengan kegunaan untuk industri. Air Dijual untuk Industri Suatu penelitian di Bekasi menemukan, air irigasi di hulu dan tengah telah dijual untuk industri, sehingga sawah hanya bisa ditanami sekali setahun (Pramono dkk., 1996). Hal ini membuktikan bahwa nilai tambah air untuk sawah lebih rendah dibandingkan untuk industri. Secara ekonomi perilaku ini sangat rasional meskipun merugikan pembangunan pertanian. Beras juga menghadapi ketimpangan produksi antardaerah, antarlokasi, sementara permintaan beras juga tidak elastis. Walaupun pendapatan naik permintaan hanya naik sedikit, sehingga harga tidak naik. Itulah kenapa nilai tukar petani sawah tetap rendah sehingga pemupukan modal lambat, dan teknologi sulit ditingkatkan. Ditilik dari sejarah, beras semenjak dulu banyak ditumpangi berbagai kepentingan, misalnya dijadikan komoditas politik. Pada zaman Belanda, harga beras dijaga tetap murah, agar upah buruh perkebunan yang dibayar dengan beras juga menjadi murah (Amang, 1993). Artinya beras mensubsidi perkebunan, sebagaimana pertanian mensubsidi industri selama ini. Hal ini berasal dari kebijakan kolonial Belanda yang lebih berorientasi kepada pengembangan perkebunan untuk ekspor. Dengan segala kelemahan ini tidak heran beras Indonesia kalah bersaing dengan beras dunia, dan akibatnya, karena sebagai komoditas politik, Indonesia juga menjadi lemah di hadapan negara-negara lain yang sudah surplus pangan. Menurut perspektif TSD, pertanian memang didorong masuk pasar dengan usaha-usaha perluasan ekspor, sementara impor juga masih besar. Hal ini membawa beberapa persoalan yang sulit diselesaikan sampai saat ini, yaitu misalnya dengan tingginya impor beras luar negeri yang menurunkan harga beras petani kita sendiri (Nainggolan, 2000). Dari sini tampak, karena beraslah, meskipun tidak semata-mata oleh beras, Indonesia banyak mengalami kelambatan dalam pembangunan, namun juga terpaksa menjadi negara pengutang. Secara politik Indonesia lemah, karena dengan menerapkan kebijakan swasembada on trend, artinya untuk kebutuhan pangan pokok saja Indonesia masih tergantung kepada luar sampai saat ini, dan belum mampu mandiri. Penulis adalah peminat Kajian Masalah Perberasan. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx mailto:ppiindia-fullfeatured@xxxxxxxxxxxxxxx <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **