[nasional_list] [ppiindia] KPK dan Politik

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Thu, 19 Jan 2006 00:25:17 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/19/opini/2374527.htm

  
KPK dan Politik 


Hendardi

Komisi Pemberantasan Korupsi yang hanya berkedudukan di Jakarta telah berkiprah 
dua tahun untuk menunaikan tugasnya sebagai salah satu aparat penegak hukum.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkhususkan diri dalam memberantas korupsi 
dengan prosedur menuntut orang- orang yang diduga terlibat tindak pidana 
korupsi (tipikor) ke pengadilan.

Dalam peringatan ulang tahun, Ketua KPK Taufiequrachman Ruki mengungkap 
kekecewaannya atas masih sunyi, curiga, dan setengah hati untuk memberantas 
korupsi, bahkan harus menghadapi serangan balik saat suatu kelompok terganggu 
kepentingannya. Modus ini dibungkus penilaian adanya pelanggaran prosedur dan 
pelemahan sistematis (Kompas, 30/12/2005).

Keprihatinan KPK bukan saja bertalian dengan kondisi penegakan hukum atau 
peradilan, tetapi juga-yang penting-politik di mana sarat dengan tarik-menarik 
kepentingan, terutama bertalian dengan kepentingan oligarki yang berkuasa.

Perluasan institusi

KPK-berdasar pendekatan institusional-dapat ditengok sebagai perluasan 
institusi kepolisian dan kejaksaan yang bertujuan memberantas korupsi. Namun 
secara khusus, KPK berwenang dan bertugas menyidik, menyelidiki, dan menuntut 
atas perkara korupsi. Konsekuensi perluasan institusi adalah meningkatnya 
pembiayaan (anggaran) negara.

Sebagai institusi baru, KPK merasa perlu menegaskan perannya. Maka diperlukan 
langkah pengembangan kapasitas kelembagaan (capacity building) yang sejalan 
dengan misinya. KPK dimajukan sebagai kekuasaan yang tangguh dalam memberantas 
korupsi dan mampu mencegahnya terjerumus ke kubangan korupsi (Kompas, 
31/12/2005).

Institusi KPK telah dibangun dengan merekrut personel dari kepolisian maupun 
kejaksaan. Para pimpinan dan anggotanya dipenuhi dengan gaji dan tunjangan 
layak dengan harapan tak tergoda suap dan pemerasan yang membuatnya dapat 
menegakkan prinsip semua orang sama di muka hukum tanpa pandang bulu.

Tak cuma itu, KPK "dimodali" wewenang super-tepatnya kekuasaan besar-dalam 
mengimplementasikan tugas-tugas yang seharusnya dikerjakan. Dengan wewenang 
yang besar, jelas akan memperkuat posisi institusinya terhadap 
institusi-institusi negara lainnya. Sehingga tak perlu sungkan untuk mengambil 
tindakan yang dibutuhkan dalam menjalankan tugas sesuai prosedur hukum yang 
berlaku.

Dilihat dari besarnya wewenang, fasilitas, dan personel yang disediakan, secara 
internal KPK bisa mempercepat pengembangan kapasitasnya sebagai institusi 
pemberantas korupsi. Yang pokok, KPK harus menjadi institusi independen dan tak 
memihak pada kepentingan apa pun.

Politik dan godaan

Format politik telah berubah seperti berperannya partai-partai, pemilu, 
parlemen, dan otonomi daerah. Dampaknya pada pentingnya dukungan massa. Namun, 
politiknya diwarnai dugaan politik uang (money politics). Di era Soeharto 
diduga terjadi sentralisasi korupsi, kini desentralisasi korupsi.

Dugaan desentralisasi (perluasan) tampaknya tak melenceng jika dipertalikan 
dengan hasil survei Transparency International Indonesia (TII) yang mengungkap 
empat institusi paling korup, yaitu partai politik (parpol) dengan indeks 4,2; 
disusul parlemen (4,0) yang belakang heboh pemborosan "studi banding"; polisi 
(4,0); bea dan cukai (4,0).

Kini, juga masih kuat dugaan berlanjutnya "mafia peradilan" seperti sejumlah 
hakim agung yang menangani kasus Probosutedjo diduga menerima suap. Indeks 
korupsi pada lembaga peradilan masih tinggi, yaitu 3,8. Berikutnya adalah 
institusi pajak (3,8) dan aparat birokrasi (3,5).

Gejala itu menandakan, korupsi cenderung meluas kendati serangkaian gerakan 
protes atasnya terus digaungkan, bahkan mendapat dukungan dari lembaga- lembaga 
keuangan internasional dan organisasi nonpemerintah (ornop) pengawas korupsi. 
Pada tingkat negara pun dibentuk dan dioperasikan KPK. Namun, karakter 
politiknya terus merintangi pemberantasan korupsi.

Persoalan itu dipahami mengingat kekuatan oligarki Orde Baru lebih tersebar 
dengan memetik keuntungan format dan arena politik yang telah berubah. Hanya 
saja koalisi sekaligus ketegangan di antara mereka adalah berebut akses negara. 
Tak hanya partai dan parlemen, tetapi juga dalam pemerintahan pusat dan daerah 
mereka berkoalisi dan bersitegang. Dukungan preman dan paramiliter menjadi 
lebih marak.

Berbagai aparat negara, seperti militer, polisi, kejaksaan dan kehakiman, bea 
dan cukai, serta birokrasi dan perusahaan-perusahaan negara, juga mengikuti 
perkembangan politik dan cara sama. Otoritas yang mereka miliki dapat digunakan 
untuk korupsi atau suap dan pemerasan maupun penguasaan wilayah.

Seperti terungkap persoalan "setengah hati", KPK bisa mendapat dukungan politik 
dari suatu kelompok, tetapi juga dengan sengit ditolak atau diganggu kelompok 
lain sehingga timbul kesan, KPK bisa tegas dan lembek sekaligus pada saat 
bersamaan seperti saat menangani kasus KPU. Padahal secara prinsip, dalam 
penegakan hukum tak boleh ada diskriminasi.

Bukan hanya konteks politik diwarnai tarik-menarik kepentingan, tetapi juga 
kasus yang ditangani KPK adalah yang terkait kerugian di atas Rp 1 miliar. Hal 
ini berarti godaan atas para personelnya juga besar. Godaan ini bisa pula 
dipertalikan dengan besarnya wewenang KPK.

Bayangkan, tahun 2003 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyimpangan 
dana Rp 23 triliun lebih, ditambah berbagai laporan masyarakat pada KPK 
termasuk yang dilaporkan ornop pengawas korupsi.

Dengan wewenang besar, KPK dapat berbuat banyak. Namun dalam kaitan politik dan 
godaan besar, KPK juga bisa terjerumus. Karena itu, pengawasan masyarakat atas 
kinerja KPK juga penting. Partisipasi masyarakat dalam menentang korupsi adalah 
penting, tetapi yang lebih penting partisipasi mereka yang terorganisasi dalam 
politik untuk memperkuat demokratisasi.

Hendardi Ketua Majelis Anggota PBHI dan Pendiri Setara Institute


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] KPK dan Politik