[nasional_list] [ppiindia] Inikah Indonesiaku? Duh ...!

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Wed, 11 Jan 2006 01:05:58 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.indomedia.com/bpost/012006/11/opini/opini2.htm

Inikah Indonesiaku? Duh ...!

Oleh : Pribakti B

Seorang teman saya bertanya: "Mengapa Indonesia bisa jadi 
'begini'? Maksudnya? Teman itu menyebutkan betapa permasalahan yang dihadapi 
bangsa kita begitu kompleks, tidak jelas kapan selesainya dan masalah baru 
selalu saja muncul setiap hari. Perhatikan masalah sosial, ekonomi, politik, 
kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang rasanya begitu 'ruwet'. Borok itu 
hari demi hari keluar satu demi satu. Lalu, bagaimana tidak pesimis, kata teman 
itu, bahwa negeri ini sesungguhnya memang sudah rusak. Kerusakan yang sempurna, 
katanya menyitir ucapan seorang tokoh.

Sekarang ditambah lagi, Indonesia ternyata termasuk penghasil ektasi terbesar 
ketiga di dunia. Setelah itu, juga terbongkar penyuapan aparat kepolisian dalam 
kasus Bank BNI. Pengangguran dan utang luar negeri pun ternyata juga 
mengerikan. Meskipun semua itu belum selesai, muncul kelaparan di Yahukimo 
Papua dan teror bom di Palu.

"Mengapa bisa begitu?" tanya teman itu. Entahlah, saya tidak tahu persis.Tapi 
meskipun begitu, sesungguhnya apabila kita teliti permasalahannya, paling tidak 
ada dua hal yang menjadi sumber timbulnya masalah itu.

Pertama, permasalahan yang timbulnya di luar jangkauan kita. Masalah ekonomi 
misalnya, memiliki keterkaitan dengan berbagai masalah lain yang berada di luar 
kontrol kita. Masalah ini bahkan terkait dengan dunia luar, dengan prinsip 
globalisasi dan juga (tentunya) kepentingan negara lain.

Kedua, permasalahan yang sesungguhnya kita 'bikin' sendiri. Ada yang terkait 
kebijakan pemerintah, dan sikap masyarakat kita sendiri yang memang tidak 
kondusif. Ada pula yang terkait hukum kita yang memang tidak 'berdaya' 
menyelesaikan masalah itu. Lantas, bagaimana kita dapat keluar dari krisis yang 
sering dikatakan multidimensi itu?

Depresi

Jujur saja, gara-gara krisis multidimensi ini, stres dan depresi menggerogoti 
kita. Di warung, di jalan, di kantor, penyakit apa pun bisa terpicu. Sebab, 
begitu mata melek dan otak melahap koran pagi, hati geregetan oleh berita 
'klasik' korupsi. Sepertinya aturan dibuat untuk diakali. Dana Abadi Umat 
dibikin bancakan, diutak-atik secara 'kreatif'.

Semua itu mengingatkan saya pada sebuah lelucon yang dibuat mahasiswa UI di 
akhir 1970-an. Dikatakan, seorang bayi lahir. Ia normal dan tampaknya terlalu 
cerdas. Begitu merasakan sentuhan udara luar, ia menengok ke kiri dan ke kanan. 
Kemudian menjerit keras dan langsung mati, karena ia sadar telah lahir di 
Indonesia: sebuah negeri di mana berbagai gejala ketimpangan sosial dan 
ketidakadilan merajalela.

Inikah negeriku? Coba sekarang lihat sekeliling kita. Tiap ada pimpinan baru, 
misalnya, semua pada sibuk nguping kiri-kanan mencari objekan. Repotnya, kalau 
ketemu pejabat bertipe DKI alias Di Bawah Ketiak Istri. Ditanggung banyak 
bawahan mengalami stres berat. Maklum, macan betina itu lebih ngebos ketimbang 
bos sesungguhnya. Perilakunya tengil. Walau ia tidak memiliki meja kursi, 
merasa lebih memahami situasi kantor. Kemudian, lantaran sangat membanggakan 
pangkat dan jabatan suami, ia memunculkan pribadi yang sewenang-wenang tak 
kenal kompromi.

Lebih celaka lagi, mempan disindir. Benar-benar berkulit tebal. Berita busung 
lapar di daerah, umpamanya, tak lagi menggiriskan. Hidupnya jauh dari 
kesederhanaan. Hobinya jalan-jalan ke luar negeri. Jika berbelanja di mal, 
misalnya, anak buah suami yang 'berladang basah' jadi pendamping. "Parfum itu 
wanginya, aduh ...," katanya main tunjuk agar segera dibayari. Hobi lain adalah 
rajin mengamati iklan. Begitu muncul barang baru, anak buah suami dikontak. 
"Coba dicek, Nokia keluarkan HP baru. Anak saya ingin ganti HP," katanya. Tahu 
kan maksudnya? Itu identik dengan 'buruan beliin gue'.

Bahasa mencerminkan bangsa! Saking jengkelnya oleh situasi di negeri ini, 
seorang aparat protes kepada saya: "Kalau mau masuk surga, jangan jadi aparat!" 
Di satu sisi ia ingin tawadlu, mendekatkan diri kepada Allah. Di sisi lain, 
wajib mengumpulkan dana untuk si bos. Ia seperti sendirian di padang pasir dan 
jeritannya lenyap ditelan gurun.

Inikah Indonesiaku? Duh ...! Rasanya tiada lagi elit panutan. Situasinya 
mengarahkan orang untuk sepakat, uang adalah segalanya. Duit bisa menguasai 
siapa pun. Buntutnya dapat ditebak: Yang atas ngerampok, kelas menengahnya jadi 
maling, di bawahnya nyopet, dan paling rendah hanya bisa mulung, mengambil 
barang kantor satu atau dua biji. Apa tidak edan, man!

Mestinya sejak awal harus ada kesepakatan di antara kita, untuk setidaknya 
tidak memperbesar permasalahan yang ada. Jangan sampai ada kesan, sementara 
kita belum mampu menyelesaikan satu masalah, masalah lain muncul dari kita 
sendiri.

Psikosomatik

Begitulah. Ironis memang. Di negeri ini korupsi merajalela (istilah KPK: 
Darurat Korupsi). Depresi pun siap menerkam. Penyakit itu bisa mengarah lebih 
gawat: psikosomatik. Psyche berarti jiwa dan soma berarti tubuh. Tapi tidak 
usah minder. Berdasarkan survai World Federation for Mental Health akhir Mei 
lalu, di dunia terdapat 340 juta penderita depresi. Di Indonesia apalagi. 
Maksud saya, pasti tidak terekam angkanya. Entah berapa juta yang depresi. Saya 
juga tidak tahu persis.

Tapi yang pasti, biasanya penderita depresi merasa cemas berlebihan. Rasa 
curiga juga meningkat. Muncul 'perlawanan' yang mengakibatkan tubuh tidak 
nyaman. Beragam keluhan seperti menggerogoti tubuh. Misalnya gangguan 
pencernaan, keluar keringat dingin, rasa pegal dan sakit kepala. Orang depresi 
cenderung sensitif, dan tak sudi disebut sakit. Kendati diberi masukan bahwa 
pandangan Anda bisa mengubah dan mempengaruhi langkah Anda, tidak serta merta 
bersedia menerima.

Dijelaskan, cara pandang itu memberi pilihan dunia yang terang atau buram. 
Kacamata sendiri tetap dinilai paling jempol. Padahal, memandang sebuah soal 
secara polos dan sederhana bisa memberi pencerahan baru. Begitu Anda mengubah 
cara pandang itu, maka akan menemukan dunia yang benar-benar gres. Anda seperti 
terlahir kembali, tanpa diberati segudang kecemasan. Persis waktu bocah 
menyikapi makanan. Apa saja masuk perut, tinggal leb!

Lebih dari itu, umumnya orang depresi punya segudang keluhan yang diciptakan 
sendiri. Diri merasa terbuang atau tercampakan. Lingkungan yang kurang 
memperhatikan juga memperparah keadaan. Apalagi, pundak tak pernah 
ditepuk-tepuk atasan lagi. Betul-betul seperti rongsokan yang siap diloakan. 
Padahal , sesungguhnya kepahitan hidup --termasuk penyakit-- itu bisa disikapi 
dengan meletakkan pada proporsinya.

"Kembalikan penyakit itu pada Yang Membuat. Serahkan sepenuh hati, seperti 
orang saat sujud shalat," ujar seorang kawan. Lapangkan dadamu, luaskan hatimu 
untuk menampung tiap kepahitan hidup. Enjoy aja! Pendek kata, anggaplah dunia 
ini panggung teater. Masing-masing orang sudah punya peran. Ada yang jadi bos, 
ada yang ngebosi, ada pula yang cuma jadi pelayan.

Orang bijak mengatakan: "Sungguh, siapa saja yang duduk dalam struktur 
pemerintahan negeri ini adalah Bejo, Untung atau Hoki. Mereka adalah orang yang 
mendapatkan keuntungan meskipun tanpa bekerja. Benar, salah satu pemeo membuat 
rumus di negeri ini orang bodoh kalah oleh orang pandai, orang pandai kalah 
oleh orang berkuasa, orang berkuasa kalah oleh orang kaya, orang kaya kalah 
oleh orang bejo." Menariknya, Pemerintah Indonesia tidak terlibat dalam 
konstelasi pemeo itu. Sebab, mereka sekaligus pandai, berkuasa, kaya dan bejo. 

* Dokter RSUD Ulin, tinggal di Banjarmasin


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Inikah Indonesiaku? Duh ...!