[nasional_list] Re: [ppiindia] FW:Zidane

  • From: Nugroho Dewanto <ndewanto@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Mon, 17 Jul 2006 11:02:26 +0700

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Drama di Menit Ke-108

Tandukan maut Zinedine Zidane ke dada Marco Materazzi di partai final 
mencoreng Piala Dunia 2006. Apa keputusan FIFA untuk drama di Stadion 
Berlin itu?

-------------

Insiden yang menggegerkan dunia itu bakal berujung di Komisi Disiplin FIFA. 
Selasa ini federasi sepak bola internasional itu telah meminta kapten tim 
Prancis, Zinedine Zidane, menyerahkan pernyataan tertulis ihwal insiden di 
final Piala Dunia 2006 tersebut.

Salinan pernyataan itu akan diberikan kepada bek Italia, Marco Materazzi. 
Mereka berdua akan dipanggil dua hari kemudian. Presiden FIFA, Sepp 
Blatter, berjanji keputusan akan diambil sehari kemudian, Jumat pekan ini.

Komisi Disiplin FIFA memutuskan menyidangkan keduanya setelah Zidane 
bersuara di stasiun televisi Prancis Canal Plus, Rabu pekan lalu. ?Proses 
ini dilakukan setelah Zidane menyebut aksinya dilakukan sebagai respons 
terhadap provokasi yang dilakukan berulang-ulang,? begitu pernyataan FIFA.

Drama tandukan Zidane ke dada Materazzi terjadi dalam final Piala Dunia 
2006 saat Prancis berlaga melawan Italia. Ketika itu pertandingan memasuki 
menit ke-108 pada masa perpanjangan waktu. Tiba-tiba Materazzi terlihat 
roboh terjengkang.

Nyaris tak ada yang tahu apa yang sesungguhnya terjadi, termasuk wasit asal 
Argentina, Horacio Elizondo. Tapi satu dari 26 kamera yang merekam setiap 
jengkal Stadion Olympia Berlin, Jerman, menjadi saksi mata tak 
terbantahkan. Elizondo akhirnya mengusir Zidane setelah mendengar pendapat 
hakim garis.

Kekerasan berujung kartu merah bukan hal baru dalam sepak bola. Peristiwa 
itu menjadi istimewa karena terjadi di partai final dan melibatkan pemain 
termahal dunia seperti Zidane. Nilai transfernya dari Juventus ke Real 
Madrid sebesar Rp 777 miliar masih menjadi rekor yang belum terpecahkan 
sampai sekarang.

Sebelumnya, pemain berusia 34 tahun ini sudah mengumumkan final Piala Dunia 
menjadi pertandingan internasional terakhirnya. Tapi, hanya 12 menit 
sebelum pertandingan usai, Zidane berbuat konyol. Padahal ia sudah menabung 
prestasi cemerlang terpilih menjadi pemain terbaik dunia pada 1998, 2000, 
dan 2003. Terakhir, komisi jurnalis internasional memilihnya sebagai Pemain 
Terbaik Piala Dunia 2006.

Akhir gemilang Zizou--panggilan sayang publik Prancis kepada Zidane-- 
sebagai jenius sepak bola pun bakal tercoreng. FIFA sudah mengancam akan 
mencopot predikat pemain terbaik. ?Eksekutif komite FIFA akan 
mempertimbangkan perilaku pemain yang berlawanan dengan etika,? kata 
Blatter. Apalagi, wartawan yang memilih Zidane memberikan suara sebelum 
partai final dimulai. Jika gelar itu dicopot, trofi bola emas akan 
berpindah tangan kepada kapten Italia, Fabio Cannavaro.

Keheranan tentang perilaku Zidane yang mendadak buas, padahal selama ini 
dikenal santun, belum pupus. Pemain legendaris Jerman, Franz Beckenbauer, 
ikut terkejut. ?Pasti Materazzi mengatakan sesuatu yang menyakiti Zidane,? 
kata Ketua Panitia Piala Dunia 2006 ini.

Beberapa media di Eropa mencoba membongkar misteri itu dengan bantuan 
pembaca gerak bibir. Jessica Rees, ahli membaca gerak bibir, melihat 
Materazzi mengucapkan kalimat dalam bahasa Italia: ?Che è il figlio di una 
puttana terrorista.? Kalimat yang berarti ?Ini salah satu anak pelacur 
teroris itu? amat dipahami Zidane karena ia pernah lima tahun merumput di 
klub Juventus.

Kesaksian pembaca gerak bibir itu amat mengejutkan, terlebih terjadi saat 
FIFA getol mengkampanyekan antirasialisme dalam sepak bola. Pemain yang 
mengejek pemain lain secara rasial atau menghina pribadi bisa diganjar 
kartu merah dan denda uang. Namun, saat itu wasit hanya menghukum Zidane. 
?Jika benar ada penghinaan rasial, FIFA harus bertindak,? kata Piara Powar, 
Direktur Kick It Out, sebuah organisasi antirasialisme dalam sepak bola.

Tudingan gawat itu membuat Materazzi gelagapan. Ia akhirnya mengaku telah 
menghina Zidane, tapi membantah mengatakan sesuatu yang berbau rasial. 
?Saya tidak menyebutnya teroris, apalagi menghina ibunya,? katanya. Pemain 
berusia 32 tahun ini menolak mengulang kalimat penghinaan yang dilontarkan 
kepada Zidane. ?Hanya sebuah kalimat yang biasa kita umpatkan sepuluh kali 
dalam sehari,? katanya.

Pengakuan itu berbeda dengan pernyataan Zidane tiga hari kemudian. Dia 
menyebut Materazzi telah menghina ibu dan saudara perempuannya dengan 
kata-kata yang menyakitkan. Tapi memang tidak ada kata-kata berbau rasial.

Seperti juga Materazzi, Zidane menolak mengulang kalimat penghinaan itu. 
Kepada penonton, khususnya anak-anak, dia meminta maaf atas tindakannya, 
tapi ia mengatakan tak menyesal. ?Dia yang paling bersalah karena telah 
memprovokasi berulang-ulang,? katanya menuding Materazzi.

Ulah Zizou bagaimanapun mencoreng sportivitas sepak bola. Mark Hateley, 
mantan penyerang Inggris yang pernah bermain di klub AC Milan (1984-1987), 
mengatakan penghinaan biasa dilakukan pemain Italia untuk memancing emosi 
lawan.

Orang Italia menyebutnya dengan istilah furbo, yang artinya akal-akalan. 
Ejekan itu bahkan sudah dilakukan sejak pemain berada di lorong menuju 
lapangan. ?Kadang berhasil, kadang tidak. Saya kecewa hal itu berhasil 
dilakukan kepada Zidane,? kata Hateley.

Tak cuma Zizou yang punya catatan gelap di lapangan hijau. Dua legenda 
sepak bola lainnya, Edson Arantes do Nascimento alias Pele dari Brasil dan 
Diego Armando Maradona dari Argentina, punya lembaran kelam serupa.

Pele sepanjang kariernya tercatat dua kali secara sengaja menyerang hingga 
mengakibatkan kaki lawan patah. Peristiwa pertama dilakukan terhadap pemain 
Jerman Barat, Kiesman, pada 1965. Kebuasan itu diulangnya lagi dengan 
korban kaki Procopio, pemain klub Cruzeiro, tiga tahun kemudian.

Maradona juga bertindak licik dengan memasukkan bola ke gawang Peter 
Shilton dari Inggris memakai tangan. Gol tangan Tuhan tersebut--begitu 
Maradona menyebutnya--terjadi dalam perempat final Piala Dunia 1986, tetapi 
baru diakuinya tahun lalu.

Kali ini giliran Zidane. Nasibnya akan ditentukan Jumat pekan ini bersama 
sang lawan: Materazzi.

Agung Rulianto, Adek Media Roza



Seruduk, Jegal, Gaplok

Zidane dan Materazzi sama-sama punya catatan buruk di lapangan. Keduanya 
langganan mendapat kartu dan terkena sanksi.

---

Kebiasaan menanduk pemain lawan boleh jadi sudah ada dalam darah Zizou. 
Jauh sebelum insiden dengan Marco Materazzi di final Piala Dunia Jerman, ia 
juga pernah menanduk Jochen Kientz, pemain SV Hamburg, Jerman, saat 
keduanya bersitegang di lapangan.

Peristiwa itu terjadi pada September 2000, dalam pertandingan Liga 
Champions. Akibat aksi serudukan itu, Zizou diusir keluar dari lapangan dan 
dilarang bermain dalam lima pertandingan berikutnya. Sebelumnya, pada 
kejuaraan yang sama, Zizou juga pernah menerima kartu merah karena telat 
menjegal Emerson, pemain tengah Deportivo La Coruna, Spanyol.

Di ajang Piala Dunia, gelegak emosi Zizou juga pernah meletup. Kejadian itu 
berlangsung dalam pertandingan babak penyisihan grup Piala Dunia 1998 di 
Prancis. Zizou dengan sengaja terlihat menginjak kaki Fuad Amin, kapten tim 
Arab Saudi.

Ihwal aksi menginjak kaki itu lantaran Fuad memprovokasi dengan kata-kata 
berbau rasial. Ia mengejek Zizou sebagai Arab Berber--mengingatkan pada 
tanah leluhurnya di Aljazair, Afrika Utara, yang memang terhitung pinggiran 
di dunia Arab. Sejarah mencatat orang Arab baru datang ke wilayah itu pada 
abad ke-7 Masehi.

Di luar empat kasus tersebut, masih ada 10 kartu merah lain yang dipetik 
Zidane selama berlaga di berbagai pertandingan. Kartu pertama didapat pada 
September 1992 karena terlibat baku pukul dengan Marcel Desailly. Ketika 
itu Desailly memperkuat Marseilles, sedangkan Zizou bermain untuk Bordeaux.

Desailly diketahui terlebih dahulu melontarkan pukulan. Zizou membalas 
dengan sebuah bogem ke wajah bek Marseilles itu. Jauh setelah insiden itu 
berlalu, keduanya menjadi kawan baik dan bahu-membahu mengantar Prancis 
menjadi Juara Dunia 1998.

Dua tahun kemudian, kartu merah dijatuhkan pada Zidane saat ia tertangkap 
mata wasit sedang menggaplok wajah Thorsten Fink, pemain Karlsruhe, Jerman. 
Pada tahun yang sama, Zidane tak bisa meneruskan permainan setelah menjegal 
dari belakang Frederic Mendy, pemain tim Martigues, Prancis.

Kartu merah lain disorongkan ke Zidane saat ia menggaplok Enrico Chiesa 
dari Parma, Italia, pada 1997. Jenius sepak bola pujaan warga Prancis itu 
juga diketahui mencoba memukul Quique Alvarez, pemain belakang tim 
Villarreal, Spanyol, pada 2005.

Seperti Zidane yang mengoleksi 14 kartu merah lewat beragam aksinya, Marco 
Materazzi juga tergolong pemain yang bergelimang pelanggaran selama 
kariernya sebagai pemain sepak bola. Salah satu contoh perangai tak terpuji 
pemain kelahiran Lecce, Italia, 19 Agustus 1973, ini adalah ketika memukul 
Bruno Cirillo, pemain belakang Siena, dalam kompetisi seri A Italia.

Pemukulan yang terjadi pada Februari 2004 itu berlangsung di lorong kamar 
ganti pemain, seusai pertandingan di Stadion San Siro, Milan. Materazzi 
saat itu bermain untuk Inter Milan. Saat diwawancarai wartawan televisi, 
Cirillo dengan demonstratif mempertontonkan bibirnya yang berdarah akibat 
tonjokan Materazzi. ?Dia menunggu saya di lorong, dan langsung memukul,? 
katanya.

Materazzi, yang lengan kirinya dipenuhi tato bertulisan LION dan XIX VIII 
MCMLXXIII--tanggal kelahirannya dalam angka romawi-- menyatakan penyesalan 
dan minta maaf atas kejadian tersebut. Kendati begitu, sanksi tetap 
dijatuhkan kepada pemain jangkung dengan tinggi 193 sentimeter itu. Ia 
dikenai larangan bertanding selama dua bulan.

Perilaku buruk di lapangan juga ditunjukkan Materazzi saat masih memperkuat 
tim Everton, Inggris. Selama musim kompetisi 1998-1999, pemain yang 
terkenal dengan tendangan kaki kiri yang akurat itu diganjar tiga kartu 
merah dan 12 kartu kuning.

Namun, Materazzi juga pernah menjadi korban aksi curang pemain lain. Ia 
dikeluarkan dalam laga Everton melawan Coventry karena aksi ?menyelam? yang 
dilakukan Darren Huckerby. Setelah diusir, ia duduk di tepi lapangan, dekat 
papan iklan, dan menangis.

Dalam Liga Champions musim lalu, anak pelatih terkenal Giuseppe Materazzi 
itu juga tertangkap kamera menyikut Juan Pablo Sorin dalam laga melawan 
Villarreal. Kartu merah paling gres disorongkan wasit Luis Medina Cantalejo 
kepada Materazzi dalam Piala Dunia 2006 saat Italia menjamu Australia di 
Stadion Kaiserslautern, Jerman.

Zizou dan Materazzi pada akhirnya mungkin setimpal.

Dwi Wiyana (dari berbagai sumber)
(TEMPO, 17 Juli 2006)



At 09:33 AM 7/17/06 +0700, you wrote:

> > Kontemplasi
> >
> > Zidane
> >
> > Orang barat selalu mengagung-agungkan 'kebebasan
> > bereskpresi'. Sebebas apa? Apakah ada batasnya, atau
> > tanpa batas? Bolehkah orang main musik secara hingar
> > bingar di perumahan yang padat penduduk? Bolehkah
> > tetangga yang terganggu marah-marah dan memaki-maki
> > dengan bahasa "kromo inggil"? Di negara barat, ya,
> > orang bermain musik keras-keras dan orang memaki-maki.
> > Di Indonesia, kita tak bisa mengadakan pesta musik di
> > rumah tanpa izin Rukun Tetangga. Kalau ada tetangga
> > terusik, dia akan datangi rumah kita dengan baik
> > -tanpa memaki- dan "minta tolong dikecilkan volume
> > suaranya". Inilah harmoni ala Indonesia, sebagai
> > kontras "kebebasan berekspersi" ala barat.
> >
> > Melakukan kekerasan fisik sebagai reaksi atas
> > provokasi jelas dianggap salah, namun adakah vonis
> > bagi "kebebasan bereskpresi dan berpendapat" yang
> > melukai hati orang lain? Bagaimana kita menahan orang
> > yang dihina, "jangan marah dong"; dan mengelak untuk
> > mengecam orang-orang yang menghina dan mengejek.
> > Karena kita selalu menganggap yang barat lebih baik
> > dari yang timur, filosofi timur 'harmoni' (rukun dan
> > damai) senantiasa dicurigai secara politis sebagai
> > 'pembungkaman massal' dan 'toleransi' dipandang
> > sebagai 'sifat pengecut'.
> >
> > Orang barat dan orang timur yang berpikiran barat
> > ramai-ramai mengecam Zidane sebagai "bodoh", bahkan
> > menyalahkannya karena "mudah terprovokasi".
> > Hampir-hampir tak ada kecaman pada yang memprovokasi.
> > Ini tentu saja tidak adil. Bahkan ironis. Apa gunanya
> > spanduk-spanduk raksasa dibentang di stadion
> > sepakbola, slogan-slogan dicanangkan "No to Racism",
> > bila rasisme terjadi di depan mata, dan kita
> > ramai-ramai memalingkan muka seolah itu tidak penting?
> > Ironis. Para penonton yang dikira brutal dan rasis,
> > disangka akan menirukan gerakan kera untuk mengejek
> > para pemain Afrika (spanduk-spanduk itu ditujukan pada
> > para suporter), ternyata santun dan sportif; sementara
> > sang atlet mengumbar "kebebasan berekspresi"nya dengan
> > menghina ibu dan saudara perempuan sesama atlet, tepat
> > di tengah arena.
> >
> > Seseorang mengatakan, ada cara lebih beradab yang
> > dapat dilakukan Zidane selain menanduk Matarazzi.
> > Apakah artinya Zidane tidak beradab? Lalu, bagaimana
> > tingkat keberadaban atau kebiadaban sang provokator?
> >
> > Ada baiknya kita menengok kembali ke nilai-nilai
> > ketimuran yang telah terbukti menyatukan kita menjadi
> > sebuah negara Indonesia, atau sebuah dunia yan damai.
> > Lihat nilai keluhuran Nabi Muhammad yang mengakui,
> > "Belajarlah sampai ke negeri China", atau kebajikan
> > Kong Hu Cu yang mengatakan, "Perhatikan bahasamu.".
> > Sebetulnya musykil Indonesia bisa bersatu, melihat
> > geografis dan keanekaragaman suku dan tradisinya.
> > Namun nenek moyang kita menginginkan harmoni. Semua
> > suku bangsa yang ada di Indonesia sudah ada sejak
> > ribuan tahun yang lalu. Karena berbeda-beda, mereka
> > membutuhkan harmoni. Itu sebabnya toleransi, tepa
> > selira, dijunjung tinggi. Founding fathers kita bahkan
> > sudah paham, bahwa mayoritas tidak selalu harus
> > memimpin. Kita renungkan coba, mengapa Jawa tidak
> > menjadi bahasa nasional, padahal penggunanya terbanyak
> > di nusantara pada saat Sumpah Pemoeda itu dicanangkan,
> > dan pemimpinnya para pemuda Jawa? Tentu karena
> > pertimbangan-pertimbangan yang lebih luas daripada
> > sekadar "kejayaan dan mayoritas Jawa".
> >
> > Sebaliknya, mari kita tengok filosofi yang mendasari
> > berdirinya negara Amerika Serikat. Negara itu
> > didirikan oleh para pelarian yang mencita-citakan
> > kemerdekaan. Freedom adalah kata ajaibnya. Bukan
> > harmoni. Nenek moyang mereka adalah para korban
> > penindasan dan diskriminasi agama, etnisitas, ekonomi,
> > politik, di Eropah. Cita-cita mereka adalah bertindak
> > bebas: bebas beragama atau tidak beragama, bebas
> > bicara, bebas menulis, bebas punya senjata, bebas
> > berpakaian. Apakah kebebasan itu akan merusak harmoni
> > atau tidak, tidak menjadi pertimbangan, karena waktu
> > itu harmoni tidak diperlukan.
> >
> > Apakah kita, bangsa Indonesia, membutuhkan kebebasan
> > ala Amerika dan ala barat itu? Ya, mungkin dalam
> > beberapa hal bisa kita adopsi. Namun bila taruhannya
> > adalah harmoni, warisan nenek moyang kita, apakah kita
> > akan menukarkannya? Artinya, mengapa kita semua tidak
> > menahan diri dalam berekspresi dan berpendapat, bila
> > ekspresi atau pendapat kita itu melukai hati
> > orang-orang? Tentu ini berbeda dengan kritik tajam
> > kepada pemerintah yang korup, misalnya. Hal seperti
> > ini tak perlu ditolerir. Namun apa keberatan kita
> > kalau kita tidak menggambar Nabi Muhammad seperti
> > babi, tidak mengatakan ibu Zidane sebagai pelacur?
> > Mengapa kita menyalahkan orang yang tersinggung? Kalau
> > tidak diawali, tak ada orang tersinggung, bukan?
> >
> > Sayang sekali, pesta sepak bola Piala Dunia tahun 2006
> > yang hingga menit teakhir dipuja-puja sebagai terbaik
> > selama ini karena kemegahan dan sportivitasnya,
> > menjadi ternoda. Bukan oleh Zidane, melainkan oleh
> > ulah seorang atlet yang tak dapat menjaga mulutnya.
> > Zidane telah melanggar aturan olah raga, namun
> > Matarazzi telah melanggar prinsip kemanusiaan. Tak
> > heran, semakin banyak simpati ditujukan pada Zidane,
> > mesipun dia dari etnis dan agama yang minoritas di
> > Eropah.
> >
> > Sirikit Syah
> >



[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
See what's inside the new Yahoo! Groups email.
http://us.click.yahoo.com/2pRQfA/bOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] Re: [ppiindia] FW:Zidane