** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.suarapembaruan.com/News/2006/01/28/index.html SUARA PEMBARUAN DAILY Etika Kepentingan Rakyat R.P. Borrong "Tak ada kawan abadi, tak ada musuh abadi, yang ada hanya kepentingan abadi" (Lord Palmerston) HARI Senin, tanggal 24 Januari 2006 adalah saat yang mendebarkan. Banyak mata tertuju ke layar kaca, dari pagi hingga sore. Harapannya, para wakil rakyat terhormat akan mengambil keputusan penting: hak angket beras! Sampai sidang berakhir, yang saat dimulai, hanya dihadiri 277 dari 500 anggota Dewan, ternyata tidak menghasilkan keputusan yang signifikan. Ali-ali memutuskan untuk menyetujui hak angket DPR tentang kebijakan pemerintah mengimpor beras, hak interpelasipun ternyata tak disepakati. Dapat diduga bahwa kepentingan politik, baik pribadi maupun partai, menang atas kepentingan rakyat yang diwakili para Dewan yang terhormat. Kalau kepentingan rakyat kecil logikanya sederhana saja. Petani lagi panen dan beras di pasar surplus, mengapa harus impor beras? Kalau betul impor beras bertujuan menolong rakyat miskin, mengapa saat beras impor mulai berdatangan harga beras malah naik? Mungkin pikiran penguasa (pemerintah dan DPR, maaf) dengan menaikkan harga beras, petani bisa diyakinkan bahwa memang kebijakan pemerintah memihak petani. Tetapi harga jual gabah, terutama beras, para petani sudah terlanjur dibeli Bulog dengan harga murah, lalu kenaikan harga hanya akal-akalan saja. Malah menambah beban petani yang harus membeli harga beras di pasar lebih mahal dari harga jual produknya sendiri! Permainan politik para penguasa di Indonesia ternyata memang hanya merupakan implementasi dari apa yang dikatakan Lord Palmerston di atas. Kepentingan rakyat tidak pernah menjadi arah kebijakan penguasa. Para wakil rakyat selalu pura-pura membela rakyat sebelum bersidang, tetapi setelah bersidang, selalu kepentingan politik mereka sendiri yang dimenangkan. Kecenderungan ini sudah menjadi kebiasaan DPR. Lihat saja ketika mereka bersemangat seolah-olah akan menolak kenaikan BBM pada bulan Oktober 2005 lalu. Tetapi ketika mereka bersidang untuk memutuskan, kepentingan rakyat dilupakan dan mereka memutuskan mendukung kebijakan pemerintah/penguasa karena mereka punya kepentingan mendapatkan kenaikan gaji dari hasil surplus penjualan harga BBM. Itu fakta, logika rakyat, bukan logika politik para penguasa! Apakah akan terulang keadaan sekarang, ketika sebelum bersidang para angora DPR seolah-olah akan menolak kebijakan impor beras yang sangat merugikan petani dan rakyat kecil pada umumnya, tetapi kemudian saat mereka bersidang, justru mereka sepertinya akan mendukung kebijakan pemerintah tersebut. Memang proses ini masih berlangsung. Tetapi hasil rapat pleno hari Senin, 24 Januari lalu itu sudah semakin mengarah pada kemenangan kepentingan politik penguasa (sekali lagi pemerintah dan DPR) dan mengalahkan kepentingan rakyat. Kalau ini terjadi, memang para politisi Indonesia dapat dikategorikan sebagai Machiavelian abad 21 yang menghalalkan semua cara untuk melayani kepentingan kekuasaan mereka. Kalau kita mengacu pada pendapat Max Weber, bahwa "seseorang yang aktif dalam politik, bertujuan mencari kekuasaan dan memakai kekuasaan menjadi alat mencapai tujuan, baik kepentingan ideal maupun kepentingan diri sendiri", maka praktik politik para politisi Indonesia (tentu saja tidak semua tetapi cenderung mayoritas) adalah politik kepentingan diri sendiri, belum pada tataran politik ideal yaitu untuk kepentingan rakyat. Etika Politik Etika politik bukanlah suatu sistem politik yang berbelit. Secara sederhana, etika politik dapat diartikan sebagai sejumlah nilai luhur yang seharusnya diterapkan dalam perilaku politik para politisi. Hans Küng menyebut "etika politik sebagai kewajiban hati nurani yang tidak difokuskan pada apa yang baik atau benar secara abstrak, tetapi pada apa yang baik dan benar dalam situasi yang konkrit". Banyak keputusan dan kebijakan politik yang tidak memperhatikan hati nurani karena lebih suka melayani kepentingan sendiri dari pada kepentingan rakyat yang memberi kekuasaan kepada para penguasa, khususnya anggota DPR. Kalau kita mengambil contoh nilai-nilai yang seharusnya ada dalam etika politik, maka yang utama tentulah kejujuran. Kita bertanya apakah para politisi kita jujur dalam keputusan yang diambil? Apakah mereka benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat seperti yang selalu menjadi slogan para politisi? Kita menjadi ragu ketika melihat kecenderungan seperti yang sekarang terjadi dalam menghadapi kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah. Menurut mantan Presiden Abdurrahman Wahid, impor beras akan menguntungkan para pengusaha dan elite politik (baca: politisi yang sedang berkuasa). Tentu sebagai mantan Presiden dan pengamat yang jeli, Abdurrahman Wahid tidak sembarangan memberikan pendapatnya. Namun lepas dari pendapat tersebut dan juga pendapat banyak analis lainnya, logika rakyat membenarkan bahwa kebijakan impor beras adalah suatu kebijakan politis penguasa, yang seharusnya dikritisi dan ditolak oleh anggota DPR sebagai wakil rakyat yang seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat dari pada kepentingan pribadi. Lakon-lakon yang sedang dimainkan di gedung rakyat, Senayan, dapat dianggap sebagai suatu permainan sandiwara. Kita tahu di dalam lubuk hati yang paling dalam bahwa kebijakan impor beras itu memang bertujuan untuk kepentingan bisnis penguasa berkolaborasi dengan pengusaha. Nurani para anggota Dewan mestinya terusik dengan kenyataan itu. Namun kebijakan yang jelas-jelas mengorbankan kepentingan rakyat demi tercapainya tujuan kepentingan penguasa (tertentu) dan pengusaha (tertentu), se-olah tidak punya daya mengusik nurani para anggota DPR yang kepentingan konstituennya sedang dikorbankan! Harus Beretika Di bidang politik, Machaiavelli telah memproklamirkan pemisahan politik dan etika. Machiavelli menggaris bawahi bahwa etika satu-satunya dalam politik adalah kebaikan Negara, mempertahankan Negara dengan segala cara dan biaya. Banyak penguasa yang mengikuti tesis Machiavelli ini (terang-terangan atau sembunyi-sembunyi) telah mempraktekkan kekuasaan tanpa nurani, termasuk juga banyak politisi Indonesia. Kalau Machiavelli menyebut kepentingan Negara sebagai norma etika politik, maka Milton Friedman, memproklamirkan "peningkatan keuntungan" sebagai kewajiban moral para pengusaha. Profit adalah norma dalam kebijakan-kebijakan ekonomi. Inilah ciri ekonomi liberal, yang diakui atau tidak, sangat kental dalam berbagai paket kebijakan ekonomi Indonesia. Kebijakan ekonomi selalu terarah pada kepentingan para pengusaha untuk mendapatkan keuntungan dan bukan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat. Dalam suatu masyarakat demokratis, mestinya etika menjadi salah satu pertimbangan, bahkan menjadi pertimbangan utama, dalam kebijakan politik dan ekonomi. Namun, dalam kenyataannya, kebijakan politik dan ekonomi Indonesia sangat mengutamakan kepentingan kekuasaan dan keuntungan ekonomi para politisi. Itu sebabnya rakyat selalu dirugikan dan dikorbankan kepentingannya dalam kebijakan politik, khususnya kebijakan ekonomi. Selain kebijakan impor beras, hari-hari ini demam kenaikan TDL (tarif dasar listrik) menjadi topik yang diperdebatkan masyarakat. Banyak orang menganggap rencana kenaikan ini tidak masuk akal. Sebagai BUMN yang memonopoli pengelolaan listrik Negara, mestinya PLN mendapatkan keuntungan. Masalahnya adalah korupsi di PLN tidak bisa membuat perusahaan yang selalu dianakmaskan pemerintah itu tidak pernah untung, malah terus merugi. Sepertinya kenaikan TDL dapat dibenarkan secara etika bisnis karena perusahaan harus untung. Namun dilihat dari sudut pandang praktik korupsi di tubuh BUMN itu, tidaklah etis kalau kerugian perusahaan akibat korupsi dibebankan pada rakyat. Terlebih oleh karena rakyat miskin di Indonesia tidak lagi mampu membayar biaya pemakaian listrik yang terus naik sementara pendapatan rakyat terus menurun. Maka yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah mengatasi korupsi di tubuh PLN sehingga uang yang dikorupsi dapat dikembalikan menjadi keuntungan perusahaan. Kalau kebijakan impor beras dan kenaikan TDL diloloskan oleh DPR maka sungguh suatu bukti bahwa wakil-wakil rakyat kita tidak lagi punya nurani, tidak menghormati etika politik dan tidak layak menjadi wakil rakyat. Kalaupun politik dan ekonomi dipandang punya hukumnya sendiri, setidak-tidaknya, para pelaku politik dan bisnis harus punya nurani. Politik dan ekonomi seharusnya dijalankan dengan nurani dan dengan nilai-nilai etika, sehingga mencapai tujuannya yang luhur yaitu mewujudkan kesejahteraan rakyat atas dasar keadilan sosial sebagaimana tercantum dalam falsafah Negara yaitu Pancasila dan dalam konstitusi Negara yaitu UUD 45. Para pemimpin Negara (eksekutif maupun legislatif) sudah harus sungguh-sungguh memperhatikan kepentingan rakyat, ya kepentingan bangsa dan Negara, kalau tidak ingin Negara ini hancur lebur karena kebijakan yang tidak memihak rakyat. Bencana-bencana yang akhir-akhir ini terus menghantam Negara ini juga tidak dapat dilepskan dari salah urus Negara akibat hilangnya nurani para pemimpin. Kita mengharapkan para pengurus Negara ini sadar, sebelum terlambat, untuk merenungkan kembali hakekat kekuasaan rakyat yang dipercayakan di atas pundak mereka. Artinya kita menunggu keputusan DPR dengan tegas menolak kebijakan impor beras, kebijakan kenaikan TDL dan kebijakan lain yang tidak melayani kepentingan rakyat tetapi yang melayani kepentingan segelintir pengusaha dan penguasa yang haus kekayaan dan kuasa. Rakyat dan alam, pasti akan bangkit membalas semua kebijakan yang menindas mereka. Hari ini bencana alam, besok atau lusa, bencana sosial. Semoga nurani para wakil rakyat dihidupkan bersama tahun baru Imlek yang kita rayakan hari ini! Gong Xi Fa Cai! * Penulis adalah Ketua STT Jakarta Last modified: 28/1/06 [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **