[nasional_list] [ppiindia] Dekonstruksi Mitos Kotor Politik

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Mon, 9 Jan 2006 00:03:39 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=132182


Dekonstruksi Mitos Kotor Politik
Oleh Mohammad Nasih 


Senin, 9 Januari 2006
"Politik itu kejam" dan "politik itu kotor". Seorang yang pernah merasakan 
pahitnya cinta dan kemudian menyaksikan realitas permukaan politik yang sedang 
berkembang atau mengalaminya secara langsung dan kemudian tidak enjoy di 
dalamnya mungkin sekali akan menjadikannya sebagai inspirasi untuk 
membandingkan dunia cinta dan dunia politik dengan ungkapan baru yang lebih 
menarik: "cinta itu kejam, tetapi yang lebih kejam lagi adalah politik". 
Ungkapan-ungkapan itu dan yang senada dengannya sering kali terdengar karena 
tampaknya isi ungkapan-ungkapan tersebut telah menjadi mind set sebagian 
masyarakat. 

Mind set ini terbangun karena memang dunia politik sering kali menyuguhkan 
cerita-cerita atau informasi tentang penyelewengan kekuasaan (abuse of power) 
dalam bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme. Politik, terutama jika dipandang 
secara sekilas di kaca permukaan, sering menampilkan perilaku-perilaku tak etis 
para aktornya yang menggunting dalam lipatan dan menjegal kawan sendiri yang 
sebelumnya tampak seiring sejalan karena di dalam politik rivalitas dan 
kompetisi antara sekian banyak orang yang mempunyai kehendak meraih kekuasaan 
untuk bisa mengendalikan jalannya roda pemerintahan atau negara sering kali tak 
bisa dihindarkan. 

Rivalitas dan kompetisi tersebut melalui mekanisme-mekanisme politik yang 
panjang dan berliku yang pada akhirnya harus ada yang "menang" dan tentu saja 
harus ada juga yang "kalah". Karena posisi puncak hanya bisa diraih oleh lebih 
sedikit orang, bagaikan piramida yang puncaknya semakin melancip, maka sangat 
logis jika lebih banyak orang dibuat merana karena menderita kekalahan. Dalam 
konteks seperti inilah, aktivitas politik sering melahirkan rasa kesedihan, 
kekecewaan, dan bahkan dendam kesumat. 

Selain itu, untuk meraih ambisi kekuasaan yang diinginkan, para aktor politik 
mengobral janji. Sayangnya, ketika mereka meraih kekuasaan yang diinginkan, 
mereka lupa dengan janji-janji yang sebelumnya telah diucapkan. Setelah kursi 
empuk kekuasaan diraih, yang dikejar adalah kepentingan-kepentingan pribadi dan 
kelompok, sementara kepentingan rakyat yang telah memberikan kepercayaan atau 
amanah menjadi terabaikan. 

Hal-hal seperti itulah yang kemudian menyebabkan politik dianggap sebagai 
wilayah yang oleh "orang baik-baik" atau setidaknya "merasa baik" harus 
dihindari dan dijauhi. Politik hanya untuk orang-orang yang tebal muka, tak 
mempunyai hati, dan perasaannya telah mati yang karena itu mereka akan 
melakukan apa saja asalkan kepentingan mereka bisa tercapai. Akhimya, perilaku 
politik Machiavellian pun tampil mengemuka. 

Sesungguhnya tujuan politik adalah untuk mengatur kehidupan sehingga negara 
bisa lebih baik dan menjadi penjamin kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, 
kalau mau fair, sesungguhnya konotasi politik pada mulanya adalah positif. 
Hanya saja, karena seringnya terjadi tindakan-tindakan oknum politikus yang 
hanya mementingkan diri sendiri, sehingga kemudian politik terstigmatisasikan 
sebagai aktivitas yang buruk dan kotor. Muncul istilah "politik praktis" yang 
didikotomikan dengan "politik kultural" yang menempatkan "politik praktis" 
berkonotasi negatif. 

Paradigma inilah yang kemudian menyebabkan politik dipahami sebagai aktivitas 
orang-orang yang bersekutu menguasai negara untuk melakukan penindasan terhadap 
rakyat. Hobbes, seorang pemikir politik yang lahir dan mengalami proses 
intelektual dalam situasi dan kondisi sosial politik anarkis abad XVII, 
mengibaratkan negara sebagai Leviathan, sejenis monster yang ganas, kejam, dan 
menakutkan yang diambilnya dari kisah Perjanjian Lama. 

Jika kedua hal tersebut diakui, maka sesungguhnya ada dua sisi yang melekat 
pada politik, yaitu pengabdian dan pengkhianatan. Politik bernilai perjuangan 
dan pengabdian jika para politikus benar-benar menunjukkan tindakan yang sesuai 
dengan kebutuhan rakyat. Namun, apabila yang ditunjukkan adalah yang 
sebaliknya, maka di sanalah politik menjadi sarana pengkhianatan; tidak hanya 
pengkhianatan terhadap terman sejawat, tetapi lebih besar lagi adalah 
pengkhiatan terhadap rakyat banyak. 

Sungguh banyak contoh figur yang melakukan aktivitas politik demi 
memperjuangkan idealitas politik yang diyakini mengandung nilai-nilai kebenaran 
yang diharapkan bisa menyejahterakan rakyat. Karena itu, apa jadinya jika orang 
baik dan merasa dirinya baik tidak mempunyai kepedulian kepada politik. Karena 
politik adalah wilayah yang di dalamnya ditentukan kebijakan-kebijakan 
menyangkut urusan negara dan masyarakat, maka sesungguhnya orang-orang baik itu 
telah membiarkan negaranya sendiri dirampok oleh orang-orang yang tidak 
bertanggung jawab. Ketidakberanian mereka untuk masuk ke dalam wilayah politik 
untuk memperbaiki keadaan itulah yang sesungguhnya telah memberikan kontribusi 
kerusakan negara. Apa artinya ada orang-orang baik, tetapi mereka hanya bisa 
berdiam diri saja, tidak pemah mau mempraktikkan nilai-nilai kebaikan yang 
mereka yakini dan pegang teguh itu dalam bentuk nyata. Nilai akan menjadi hidup 
apabila benar-benar telah teraplikasi dalam bentuk tindakan nyata. 

Keberadaan figur-figur atau individu-individu pengawal moral yang berada di 
luar lingkaran kekuasaan memang tetap diperlukan, tetapi yang lebih diperlukan 
sesungguhnya adalah orang-orang baik yang benar-benar mampu membuktikan dan 
konsisten dengan kebaikannya ketika mereka dihadapkan dengan berbagai kemudahan 
fasilitas disebabkan mereka mempunyai wewenang dan karena konsistensi tersebut 
mereka tidak menyalahgunakannya. Orang yang tetap menjadi baik karena tidak 
pernah ada godaan yang melintas di depannya, tentu tidak mempunyai nilai 
kelebihan apa-apa. Tetapi, apabila orang tetap menjadi baik ketika ia banyak 
mempunyai kesempatan untuk berbuat tidak baik, itulah sesungguhnya orang yang 
baik karena ia telah membuktikan diri sebagai seorang yang tahan uji. 

Ibarat sebuah pasar, saat ini sistem demokrasi telah memungkinkan untuk itu. 
Jika memang orang-orang baik melihat bahwa banyak orang jahat yang telah masuk 
ke dalam politik, lalu mengapa mereka masih berdiam diri dan tidak mengambil 
inisiatif tindakan untuk masuk pula ke dalam politik agar mereka dapat menjadi 
sparing partner bagi orang-orang yang masuk ke politik untuk kepentingan diri 
sendiri dan merugikan negara. Inilah yang seharusnya dilakukan agar bangsa ini 
bisa menjadi baik sesuai dengan cita-cita awal politik, yakni untuk mengatur 
negara dan masyarakat agar menjadi lebih baik, teratur, dan menjadi penjamin 
kesejahteraan rakyat. Wallahu a'lam bi al-shawab. *** 

Penulis peneliti dari Yayasan Katalis Jakarta,
alumnus Program Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia 



[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Dekonstruksi Mitos Kotor Politik