[nasional_list] [ppiindia] Catatan Di Meja Nusa Dua & Café Bandar:Catatan Di Meja Nusa Dua & Café Bandar: TENTANG 'BANGSA KLIEN'DAN SOAL-SOAL LAINNYA -- 5

  • From: "Kusni jean" <katingan@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: "kmnu2000" <kmnu2000@xxxxxxxxxxxxxxx>, <wanita-muslimah@xxxxxxxxxxxxxxx>, "ppiindia" <ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Sat, 21 Jan 2006 17:00:07 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Catatan Di Meja Nusa Dua & Café Bandar:

TENTANG 'BANGSA KLIEN'DAN SOAL-SOAL LAINNYA. 


5.

Pada kesempatan ini saya tidak memasuki semua masalah konsepsional, baik yang 
diajukan siaran-siaran panitya, termasuk oleh Irfan. Saya hanya memilih 
soal-soal [1]. kampung versus kota; [2].guyup dan religius; [3].penyingkiran 
antar seniman.

4.1. Kampung Vs. Kota:

Sekali pun demikian, bahan-bahan di atas saya rasakan masih terlalu tidak padan 
untuk menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan 'solusi kekampungan' ['back to 
village'-- varian dari semboyan 'back to nature  [?] istilah lain yang 
digunakan oleh Gola Gong dalam salah satu postingnya] sebagai jalan keluar dari 
permasalahan sastra-seni negeri ini.  Apalagi jika mau dijadikan suatu usulan 
orientasi. Saya menangkap inti permasalahan yang diajukan adalah : Mau ke mana 
sastra-seni kita? Quo Vadis sastra-seni Indonesia? Barangkali pertanyaan inilah 
yang menjadi hakekat permasalahan jika ia mau didiskusikan dan dicari bersama 
jawabannya. Ketidaklengkapan uraian mengenai 'solusi kekampungan'ini menjadi 
makin terasa pada saya ketika membaca tema yang akan dibahas oleh pertemuan ODE 
KAMPUNG RUMAH DUNIA, berjudul "Mencari Sastra Kampung yang Mendunia".ditambah 
oleh kritik pada 'kota jadi acuan', pada yang disebut 'kebarat-baratan", pada 
'ideologi impor' dan pada yang disebut [tanpa penjelasan) 'Revolusi fashion, 
food, dan film..' serta secara tersirat mengkritik konsep sastra-seni kepulauan 
seperti yang terdapat pada kata-kata berikut:"Pulau jadi loncatan, negeri 
seberang jadi harapan".

Membaca semuanya ini terkesan pada saya adanya kesimpang-siuran dan 
ketidakselesaian dalam pikiran penggagas atau sementara calon pembahas [sekali 
lagi atas dasar bahan sangat terbatas yang saya dapatkan].Saya pun tidak 
mendapatkan dengan apa yang dimaksudkan 'solusi kekampungan'. Apakah kampung 
sama dengan masyarakat yang dipandang sudah berjarak dengan seniman, padahal 
menjadi "yang jadi sumber inspirasi bagi karya-karyanya". Tapi agaknya 
pengertian kampung bukanlah dalam pengertian masyarakat karena penggagas 
mengkritik 'kota jadi acuan'.Pluralisme pun diembel-embeli dengan kritik pada 
'ideologi import', kebarat-bqaratan dan 'Revolusi fashion, food, dan film..'. 
Dari kritik-kritik ini saya melihat pengertian 'kampung' yang diterjemah 
sebagai 'village' benar-benar kampung atau desa  baik dalam arti geografis dan 
entitas tatanan sosial sebagai lawan dari kata kota, sehingga 'back to 
village', 'solusi kekampungan' berarti 'kembali ke pedalaman', berpangkal di 
pedalaman mirip ide Mao Zedong tentang 'dari desa mengepung kota' . Hanya ini 
diterapkan dalam bidang kebudayaan. Saya khawatir perumusan atau alur pikiran 
begini -- dilengkapi dengan kritik-kritik pada macam-macam soal di atas -- kita 
diajak untuk mengucilkan diri sambil berkata tentang 'kampung yang mendunia'. 
Dalam konteks sekarang, dan apabila kita lihat sejarah sastra-seni dunia atau 
kebudayaan dunia, adakah yang berkembang pesat dengan pengucilan diri dan 
sektarisme? Perancis pada masa Jacques Toubon menjadi menteri kebudayaan 
Chirac, pernah melakukan larangan penggunaan istilah-istilah asing , terutama 
dari bahasa Inggris sehingga oleh dunia internasional ia diejek dengan 
mengatakan 'tout est bon' [semaunya baik]. Politik bahasa Toubon yang bersifat 
sektaris, sovinis dan pengucilan diri ini akhirnya mengalami kegagalan 
total.Akhirnya politik Toubon ini dirombak total oleh Lionel Jospin ketika 
menjadi menteri pendidikan. Pengucilan diri, apalagi pada zaman sekarang dengan 
tingkat laju cepat kemajuan tekhnologi, sudah menjadi politik yang tidak tepat 
dan tidak tanggap. Mao Zedong pada masa ia mengajukan ide 'dari desa mengepung 
kota' pun, tidak meninggalkan kota. Ia justru sangat memperhitungkan posisi dan 
peran kota. Ambil contoh Shanghai. Orang-orang Mao Zedong dalam dunia 
sastra-seni sangat aktif di kota Shanghai [Lihat: Karya-karya Lu Sin, terutama 
esai-esai dan polemiknya].

Kalau kita berbicara tentang masyarakat, saya kira, kita tidak bisa mengabaikan 
kota. Suka atau tidak suka, kota mempunyai pengaruh sangat penting, kalau bukan 
menentukan, bagi perkembangan masyarakat dan bangsa. Mao Zedong dengan ide 
'intelektual masuk desa' antara lain dengan Sekolah Tujuh Mei, dokter kaki 
telanjang [barefoot doctors], dan langkah-langkah praktis lainnya, memang 
bermaksud mengurangi perbedaan kota dan desa. Politik ini kemudian 
dikoreksi.Barangkali kegagalan politik Mao ini disebabkan karena terlalu jauh 
mendahului syarat-syarat obyektif. Rumah Dunia sendiri walau pun terletak di 
desa apakah sangat jauh dan sangat sulit untuk ke kota-kota bahkan ke Jakarta? 
Beda dengan orang-orang yang tinggal di hulu-hulu sungai atau  di kaki Bukit 
Raya Kalimantan Tengah misalnya yang untuk ke Palangka Raya saja memerlukan 
waktu berhari-hari menggunakan klotok dan perahu melintasi riam. Yang sanggup 
tinggal berdasawarsa sampai sekarang di daerah-daerah terpencil begini justru 
orang-orang Zending Swiss. Melalui orang-orang yang membangun sekolah, 
pertanian, balai-balai kesehatan, hubungan pedalaman dengan dunia luar relatif 
terbuka. Artinya pengucilan diri bukanlah jalan kemajuan.

Sekali lagi, yang ingin saya katakan memperhatikan desa tidak berarti dan 
mengapa mesti mengkritik kota? Apa-bagaimana pertimbangan alasan teoritis, 
praktis dan sejarah dari  usulan dan ide ini? Masyarakat adalah suatu 
totalitas, mencakup kota dan desa. Bahwa sekarang sastrawan-seniman banyak dan 
umumnya berpusat di kota, jauh dari masyarakat banyak, saya kira, masalahnya 
tidak bisa dijawab dengan 'back to village' tapi lebih terletak pada wawasan 
sang seniman. Barangkali di sini gerakan turun ke bawah [turba] yang dilakukan 
oleh Lekra pada masa hidupnya dulu merupakan salah satu jawaban yang  bisa 
dijadikan acuan.Lekra, selain membangun sanggar-sanggar di pedesaan dan di 
pantai-pantai, juga menggalakkan agar para seniman yang tinggal di kota 
melakukan turba secara teratur. Tidak ada seruan untuk meninggalkan kota dan 
mengkritik kota dengan kata-kata setandas 'back to village'. 'Back to village' 
kukira berbeda dengan turba. Tidak penolakan pukulrata pada hal-hal dari luar. 
Yang dikritik adalah apa yang disebut 'kebudayaan imperialis' dan feodal 
sejalan dengan politik Bung Karno tentang 'kebudayaan yang berkepribadian 
nasional', nilai-nilai republiken, keindonesiaan [baca: bhinneka tunggal ika!]. 
Sastra-seni etnik atau daerah didorong perkembangannya. Dari segi kebudayaan 
ini, kukira, tidak lain dari ujud nyata desentralisasi kebudayaan dan 
desentralisasi nilai, berbeda dengan sentralisasi nilai seperti yang dilakukan 
oleh 'asas tunggal'yang dikawal dengan segala perangkat fisik dan psikhis. 
Desentralisasi pusat-pusat budaya adalah cara melawan sentralisasi dan dominasi 
nilai.Inilah yang kukira yang ingin dicapai oleh sastra-seni 
kepulauan.Bagaimana melaksanakan ide ini patut dibicarakan lebih rinci. Hanya 
saja saya melihat ia sudah dilakukan dengan tumbuhnya komunitas-komunitas 
sastra-seni berbagai daerah dan pulau sekarang ini. Apakah sastra-seni 
kepulauan sama dengan atau berhakekatkan 'back to village' dan meninggalkan 
kota? Saya kira tidak demikian. Kota dengan syarat-syarat fisiknya tetap punya 
peranan bagi perkembangan daerah. Untuk mencapai desa-desa diperlukan suatu 
politik pemberdayaan dan pembangunan tertentu yang tanggap serta apresiatif 
yang kunamakan 'pemberdayaan dan pembangunan dari pinggir' [lihat: JJ.Kusni, 
'Negara Etnik. Gagasan Pemberdayaan dan Pembangunan Etnik Dayak', Fuspad, 
Yogyakarta,2001]. Suatu soal bersegi banyak tapi kukira faktor kekuasaan 
politik di sini banyak berperan sedangkan dari seniman terpulang pada sikap 
para seniman itu sendiri [Barangkali di sini diperlukan peta pola pikir dan 
sikap para sastrawan-seniman kita kekinian agar kita tahu keadaan dunia 
sastra-seni kita yang sebenarnya sehingga kita bisa melihat bagaimana bisa 
melangkah bersama untuk Republik dan Indonesia -- kalau nilai republiken dan 
keindonesiaan masih dirasakan suatu perekat bersama, serangkaian nilai yang 
diabaikan selama ini. Melalui pemetaan ini kita akan bisa melihat juga 
pandangan, pendirian, sikap tanggungjawab manusiawi para sastrawan-seniman kita 
secara nyata.Mengapa tidak Pertemuan  ODE KAMPUNG RUMAH DUNIA melakukan 
pemetaan ini sebagai ujud dari sifat 'kekampungan' yang 'guyup'?]. 


Paris, Januari 2006.
JJ. Kusni

[Bersambung...]



[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Catatan Di Meja Nusa Dua & Café Bandar:Catatan Di Meja Nusa Dua & Café Bandar: TENTANG 'BANGSA KLIEN'DAN SOAL-SOAL LAINNYA -- 5