[nasional_list] [ppiindia] Anarkisme Sekolah Penghalang Hak Dasar

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Fri, 28 Jul 2006 00:41:25 +0200

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/072006/28/0902.htm


Anarkisme Sekolah Penghalang Hak Dasar
Oleh HIKMAT GUMELAR 


  Di Jawa Barat, pintu-pintu sekolah tampak cuma terbuka untuk anak-anak orang 
kaya. Pintu-pintu itu tampak tertutup bagi anak-anak orang tak mampu. Mungkin 
ada pihak yang menolak itu. Malah mungkin ada yang sampai lantang melontar, 
"Tidak benar itu! Di Jawa Barat, anak gubernur dan anak tukang cendol sama. 
Keduanya bisa duduk di bangku sekolah."



Suara seperti itu membahagiakan sebab, memang, begitulah sekolah sepatutnya. 
Dengan begitu, sekolah jadi mungkin sebagai kebun tempat tumbuh anak-anak dari 
golongan masyarakat mana pun. Dan tumbuhnya mereka terang bermakna besar bagi 
perkembangan sebuah bangsa. Apalagi bagi bangsa kita yang ini kali diacak-acak 
oleh beragam konflik yang ditengarai terbit dari ketidakdilan dan kesenjangan 
sosial yang parah.

Tetapi di tiap kabupaten dan kota yang ada di Jawa Barat, hanya satu dua 
sekolah yang tidak menaikkan dana sumbangan pendidikan (DSP) dan sumbangan 
pembinaan pendidikan (SPP). Kebanyakan sekolah kompak menaikkannya tanpa lebih 
dulu bermusyarah dengan orang tua murid, hal yang merupakan keharusan. Di Kota 
Bandung, misalnya. Antara lain SMPN 3 Bandung, SMAN 2 Bandung, dan sejumlah 
SMKN menaikkan DSP dan SPP (Pikiran Rakyat, 15/7/06). Kenaikan DSP ini bisa 
mencapai jumlah seperti yang dipatok SMA 2 Cibinong: Rp 5,5 juta (Pikiran 
Rakyat, 26/7/06).

Keruan biaya menyekolahkan anak jadi melambung. Sekolah pun jadi sebagai ruang 
yang pintunya kian terbuka bagi anak orang kaya dan sebaliknya bagi anak orang 
papa. Sekolah lantas jadi sebagai pabrik yang mereproduksi struktur sosial yang 
tidak adil. Juga sebagai benteng penghalang pemenuhan hak dasar anak untuk 
mendapatkan pendidikan yang layak.

Tetapi bagi Endang Basuni, Kepala Dinas Pendidikan Kab. Bogor, hal itu bukan 
masalah. Sebab, menurutnya, sekolah punya otonomi "sehingga dapat menetapkan 
besarnya DSP" (Pikiran Rakyat, 26/7/06). Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung 
yang belum lama dilantik menjadi Sekda Kota Bandung, Edi Siswadi, menyatakan 
hal senada, yakni bahwa "kenaikan SPP ataupun DSP memang tidak bisa dihindari" 
(Pikiran Rakyat 15/7/06). Pasalnya, seperti diungkap sejumlah guru, wakil 
kepala sekolah dan kepala sekolah, dana operasional sekolah mengalami lonjakan 
sebagai akibat naiknya BBM.

Jika demikian, naiknya DSP dan SPP yang anarkis itu serupa buah dari pohon yang 
ditanam pemerintah dan DPR. Sebab, naiknya BBM terang keputusan yang dijatuhkan 
pemerintah dangan persetujuan DPR. Pemerintah sendiri boleh saja melontar 
pelbagai dalil(h) perihal kenapa BBM dinaikkan. Tapi, kita insyaf, naiknya BBM 
adalah karena pengguntingan subsidi demi penambahan dana untuk bayar utang luar 
negeri. Hal ini merupakan akibat logis dari pilihan model ekonomi yang 
berkiblat ke pasar bebas, sebuah pilihan yang oleh penyair Meksiko Octavio Paz 
dicap sebagai pilihan sesat karena bertolak dari asumsi bahwa manusia cuma 
produsen dan konsumen, dan menghasilkan masyarakat yang tidak adil, bodoh, dan 
tanpa impian.

Bagaimana Iwan Hermawan, Koordinator Koalisi Pendidikan Kota Bandung, membaca 
perkataan Paz? Saya tidak paham. Tapi dia menyatakan bahwa menjadikan naiknya 
BBM sebagai alasan menaikkan DSP dan SPP hanya alasan yang mengada-ada. Dedi 
Gusdiar dari Jaringan Institut Anggaran Partisipatif menguatkan lontaran Iwan. 
Menurutnya, pembengkakan dana operasional sekolah adalah karena sekolah 
melakukan tindakan yang tidak efisien. Misalnya, ungkap Dedi, "Sekolah yang 
memberlakukan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), tidak perlu mengadakan 
ulangan umum, tetapi mengakumulasikan nilai dari setiap kompetensi dasar tiap 
mata pelajaran... Namun kenyataannya, ulangan umum masih dilaksanakan di 
sekolah KBK. Padahal, dalam setahun diperlukan anggaran sebesar Rp 50 juta 
untuk ulangan umum" (Kompas, 19/7/06).

Kecuali itu, Dedi mengatakan bahwa "inefisiensi juga terjadi karena adanya 
biaya koordinasi dengan Dinas Pendidikan dan rayon. Biaya tersebut antara lain 
untuk transportasi pengawas sekolah, iuran kelompok kerja kepala sekolah, iuran 
musyawarah kerja kepala sekolah, dan biaya administrasi kenaikan pangkat guru 
yang mencapai Rp 10 juta".

Jika suara seperti yang dilontar Dedi memang iya, anarki itu serupa anak hasil 
selingkuh pihak sekolah dan pihak Dinas Pendidikan. Selingkuh ini bukan sesuatu 
yang mustahil. Kita semua paham sudah bahwa birokrasi pendidikan kita sama 
seperti birokrasi bidang-bidang lain di republik ini: lahan subur bagi korupsi. 
Simak saja yang mendekam dalam rusaknya bangunan sekolah. Di Jawa Barat, tak 
ada satu pun kabupaten dan pemerintah kota yang tak memiliki bangunan sekolah 
yang rusak. Bahkan bangunan sekolah yang rusak di tiap kabupaten dan pemerintah 
kota di provinsi ini bisa dipastikan rata-rata jumlahnya di atas 50 % dari 
seluruh bangunan sekolah yang ada di tiap kabupaten dan pemerintah kota! Ini 
sangat mungkin berkait dengan yang tersembunyi dari bagaimana praktik perbaikan 
sekolah yang galib dilakukan di Majalengka.

Secara prosedural, perbaikan sekolah dimulai dengan proposal yang disodorkan 
pihak sekolah kepada Dinas Pendidikan. Pihak penerima merespons dengan 
nalungtik bangunan sekolah yang diminta untuk diperbaiki. Setelah itu, baru 
diputuskan apa sekolah itu akan diperbaiki atau tidak. Jika perlu, perbaikannya 
masuk dalam kategori perbaikan kecil, sedang, atau berat. Di Majalengka, 
perbaikan sekolah mayoritas menyimpang dari prosedur. Di sini, ungkap sejumlah 
guru yang semuanya menolak namanya disebut, perbaikan sekolah tak berdasarkan 
kondisi bangunan. Tapi terutama ditentukan oleh kedekatan pihak sekolah dengan 
pihak di atasnya, dan berapa besar uang untuk menyuap yang dimilikinya. 
Hasilnya, Majalengka adalah kabupaten yang memiliki bangunan sekolah rusak yang 
lebih dari 60%.

Karena itu, komite sekolah menjadi penting. Lembaga ini bisa meniupkan ide-ide 
yang bisa memungkinkan sekolah jadi ruang pemenuhan hak dasar anak untuk 
memperoleh pendidikan yang layak, sekaligus sebagai ruang pembudayaan kecintaan 
akan pengetahuan, kesadaran akan pentingnya solidaritas sosial, penghormatan 
akan hukum dan keadilan, dan sebagainya. Juga sebagai kekuatan yang sanggup 
mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang memungkinan sekolah malah 
jadi kandang tempat berbiaknya paham dan nilai yang menyesatkan seperti 
pemberhalaan formalitas, ketidakjujuran, kemalasan, kebebalan, feodalisme, 
pemujaan uang, dan sebagainya.

Tapi di Depok, seorang ibu yang pula menolak disebutkan namanya melontar 
perkataan beda. Ia menuding komite sekolah di sekolah yang dimasuki anaknya 
malah kongkalikong dengan pihak sekolah dalam menaikkan DSP dan SPP. Lembaga 
ini dicapnya mengingkari makna keberadaannya. Ia sebagai stempel pengabsah 
kepentingan-kepentingan sekolah belaka. Dan ini, tegasnya, berlaku pula untuk 
komite sekolah di sekolah lain di daerah tempatnya tinggal. 

Saya kira ibu itu tidak sedang mengigau. Perkataannya tidaklah keliru. 
Penyimpangan demikian memang terjadi juga di banyak daerah di Jawa Barat. Ini 
berarti, para orang tua murid pun tidak bersih dari kesalahan. Mereka pun 
berperan dalam memungkinkan proses pembusukan sekolah. Mereka barangkali tak 
punya perhatian memadai bagi pendidikan anak-anaknya. Mereka barangkali telah 
dirasuki iman bahwa semua hal, termasuk pendidikan anak, bisa diselesaikan 
dengan uang. Maka jungkir balik mencari uang menjadi kegiatan utama mereka. 
Inilah mungkin yang mendorong komite sekolah jadi sulit dikata sebagai 
representasi dari para orang tua yang mengharap anak-anaknya tumbuh cerdas dan 
berbudi pekerti.

Jika memang demikian, kebudayaan yang berkembang sekarang patut juga dituding 
sebagai biang keladi. Sebab terang sudah bahwa kebudayaan yang berkembang 
sekarang adalah kebudayaan dengan dinamo pemujaan akan uang sebagai tuhan. 
Padahal, ungkap Freidrich Durrentmatt, seorang dramawan Swiss, "Jika uang 
menjadi tuhan, dunia jadi rumah pelacuran." 

Kita niscaya tidak menghendaki dunia pendidikan jadi sebagai kompleks pelacuran 
Saritem. Tetapi mana dari penalaran-penalaran di muka yang benar? Atau 
bagaimana penalaran-penalaran di luar itu yang lebih benar? Bagaimana pula 
konsekuensi logisnya bagi kita? Mari kita sama duduk. Kita sama belajar 
(kembali) menghadapi perkara penting yang mau tidak mau mesti kita hadapi.*** 

Penulis, orang tua siswa. Aktif di Institut Nalar Jatinangor.


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Anarkisme Sekolah Penghalang Hak Dasar