[nasional_list] [ppiindia] Agama, Pluralisme, dan Pancasila sebagai Habitus Baru

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sun, 22 Jan 2006 11:56:19 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.sinarharapan.co.id/berita/0601/21/opi04.html

Membumikan Wawasan Multikultural di Indonesia
Agama, Pluralisme, dan Pancasila sebagai 
Habitus Baru

Oleh
Benny Susetyo



Pluralitas di Indonesia adalah berkah tak ternilai harganya dari Tuhan Yang 
Maha Kuasa. sayangnya, manusia sering salah menerjemahkan rahmat tersebut 
sehingga kerap menjadi bencana. Bukanlah Tuhan yang menganugerahkan bencana, 
melainkan manusia yang memiliki cara pandang sempit (miopik) yang sering 
menyelewengkan rahmat tersebut menjadi bencana.


Agama dan keberagamaan merupakan tolok ukur dan pintu gerbang (avant garde) 
menilai bagaimana pandangan pluralitas ditegakkan. Bagaimana individu dan 
kelompok tertentu memandang individu dan kelompok lainnya. Semangat 
keberagamaan yang cenderung memuja fundamentalisme menjadi akar masalah serius 
seringnya pluralitas berpeluang menjadi bencana daripada rahmat.


Keberagamaan yang demikian akan menjebak sense u-mat hanya kepada 
saudara-saudara seagama (in group feeling) dan menomorduakan saudara dari agama 
lain. Lahir sikap tidak objektif dalam memandang apa yang ada di luar agamanya. 
Lahirlah primordialisme sempit yang akan mengakibatkan berbagai konflik sosial 
politik dengan implikasi perang dan kekerasan antaragama yang mengatasnamakan 
agama.


Tentu perlu disadari bahwa agama yang bersifat primordial akan selalu 
menegasikan aspek pluralitas. Selanjutnya, ini menghilangkan moralitas manusia 
yang paling asasi. Tentu perlu kita sadari fungsi agama adalah menolak segala 
macam sikap kebencian, balas dendam, kepicikan, pembunuhan, pemaksaan, 
perampokan, dan kerusuhan. Fungsi agama adalah mengembangkan sikap kebaikan, 
belas kasihan, solidaritas, persaudaraan universal tanpa membedakan asal-usul 
suku dan budaya, ras maupun gender. Agama tanpa fungsi semacam itu hanya akan 
melahirkan suatu pemujaan (cult) belaka.

Agama dan Ancaman Konflik Sosial
Agama diturunkan ke bumi ini untuk menciptakan kedamaian dan ketenteraman. 
Tidak pernah ada cita-cita agama manapun yang ingin membuat onar, membuat 
ketakutan, suasana mencekam, pembunuhan, sadisme dan perusakan. Sebelum adanya 
agama, masyaraka dibayangkan sebagai kelompok tak beraturan, suka berkonflik, 
saling membunuh, saling menjelekkan dan seterusnya. Kemudian agama datang untuk 
membawa cahaya kedamaian bagi manusia di bumi ini. Agama, dengan demikian harus 
kita sepakati terlebih dahulu, hadir untuk menciptakan ketenteraman, untuk 
saling menghormati dan memahami satu sama lain. Ada banyak agama dan 
kepercayaan di bumi ini. Logisnya, antaragama dan kepercayaan semestinya tumbuh 
sikap saling menghormati itu.
Namun sayangnya, dari masa lalu hingga kini, suatu agama kerap memandang 
dirinya sebagai satu kebenaran tunggal dalam memotret agama lain, demikian pula 
dengan agama yang lain. Antaragama jarang menemukan titik temu atas realitas 
perbedaan yang sudah semestinya niscaya ini. Lalu terjadilah konflik yang 
berdarah-darah, pembunuhan korban tak bersalah atas nama agama. Sebagai pemeluk 
agama yang benar-benar memanifestasikan imannya untuk kedamaian di dunia, kita 
benar-benar dibuat sedih. Jika konflik atas nama agama dibenarkan, hilanglah 
nurani dan hakikat agama itu sendiri. Agama tak lagi menjadi payung perdamaian 
karena sudah mengalami politisasi dan fanatisme.
Dialog antaragama dan komunikasi antariman dengan demikian, akan menjadi 
sesuatu yang amat berharga dalam rangka menyelesaikan konflik. Ia adalah suatu 
konsep di mana penghargaan pada masing-masing keyakinan menjadi poin utama. 
Logisnya, menganggap keyakinan sendiri paling benar adalah ketidakdewasaan 
menghadapi dan memahami hakikat atau substansi agama. Untuk membangun pergaulan 
agama-agama yang lebih manusiawi dan untuk meredam potensi-potensi kekerasan 
umat beragama yang bisa muncul dari klaim-klaim kebenaran sepihak itu, 
tampaknya jalan untuk mengatasinya adalah dengan memperluas pandangan inklusif 
(terbuka) dari visi religiusitas kaum beragama.

Humanisme, Agama dan Politisasi
Tidak bisa tidak, agar agama-agama mampu menghadapi tantangan masa depan yang 
berupa globalisasi, ia harus benar-benar bersifat humanistik serta terbuka. 
Artinya, ketika melakukan dialog perlu ditanamkan sebuah keyakinan bahwa 
kebenaran suatu agama adalah milik masing-masing pemeluknya.


Sementara itu, penghargaan dan penghormatan atas agama lain adalah prioritas 
mutlak dalam mewujudkan kebersamaan dan perbedaan. Tanpa adanya sikap saling 
mengormati, tampaknya kita semakin terperosok pada keyakinan yang membabi-buta 
atas agama tertentu di alam yang plural ini. Dan, kita akan terjebak pada 
potensi-potensi kekerasan yang jelas-jelas menodai rasa kemanusiaan kita. Tugas 
penting agama-agama adalah bersama mencari makna kemanusiaan. Yang terjadi pada 
masyarakat kita selama ini adalah ketakutan mental, minimnya sikap saling 
menghormati dalam beragama. Ini bertentangan dengan nilai kemanusiaan dalam 
agama.


Sikap agama terhadap masalah kemanusiaan, akan menjadi tolok ukur profetis 
agama di tengah masyarakat. Kehilangan fungsi profetis ini otomatis 
menghilangkan fungsi agama di tengah masyarakat. Bahkan, TH Sumartana almarhum 
(1996) mengatakan bahwa dalam diskursus kita tentang pertemuan antaragama, kita 
terpanggil bukan hanya untuk membuat agenda sosial politik dan lainnya. Tetapi 
setaraf dengan itu, kita harus mengedepankan sebuah agenda teologi sebagai 
kesatuan integral.


Dengan demikian, tugas teologi dalam agama mestinya diarahkan untuk mengusir 
rasa takut terhadap agama lain. Sehingga agenda yang sangat mendesak adalah 
mengalahkan ketakutan bersama antar agama itu dan memunculkan kebersamaan 
agama-agama dalam menjaga dan mempertahankan martabat manusia dari ancaman 
terutama yang datang dari diri sendiri.


Di masa Orba, kita sering merasa sedih karena agama selalu mengalami reduksi 
dan politisasi. Doktrin agama tentang kedamaian direduksi menjadi sebentuk 
fundamentalisme, yaitu hasil dari proses politisasi dan fanatisasi agama. Di 
masa itu pula kita memahami bahwa pereduksian agama akan melahirkan situasi di 
mana agama tertentu terjebak dalam konfrontasi dengan kelompok agama lain. 
Keberagamaan kita terjebak kepada bentuk formalisme beragama. Akibat yang 
memilukan adalah agama justru terasing dari persoalan kehidupan manusia. 
Mengapa demikian? Hal ini tak lain karena fungsi agama kabur. Agama yang 
seharusnya menjadi pembebas, malah terjebak pada aspek romantisme formal.


Oleh karena itu, di sini penting mengutip pendapat JB Banawiratma (1996) bahwa 
dalam memandang agama kita perlu melihatnya dalam dua aspek, yakni dengan huruf 
kecil dan besar. Dalam "agama" ('a' kecil) ajaran diberikan pada manusia untuk 
beriman kepada Tuhan yang memberi hidup, dan dalam "Agama" ('A' besar) para 
pengikutnya cenderung membakukan ajaran-ajaran yang normatif, membangun 
institusi dan memperlakukannya secara ekstrim. Ini artinya agama yang ia yakini 
benar adalah benar untuk semua, dan agama yang lain salah.


Beragama secara ekstrem sebagaimana di atas akan menutup peluang sikap saling 
menghormati dan membantu pihak lain. Jika kita runut ke belakang, ini terjadi 
akibat tafsir-tafsir atas teks agama yang masih didominasi tafsir tekstual, 
bukan kontekstual. Ayat suci agama tidak diorientasikan mengikuti perkembangan 
kemanusiaan, melainkan perkembangan kemanusiaan yang harus mengikuti aturan 
ayat suci. 


Akibatnya, pikiran kaum beragama menjadi beku dan rigid. Segala sesuatu yang 
konstruktif dan membawa perdamaian, tapi jika ditafsir secara berbalikan dengan 
teks ayat suci agama itu akan menjadi dekonstruktif. n

Penulis adalah rohaniwan dan pengamat sosial


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Agama, Pluralisme, dan Pancasila sebagai Habitus Baru