[list_indonesia] [ppiindia] Anak Keluarga Miskin Terancam Putus Sekolah

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Mon, 21 Mar 2005 09:34:37 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/21/utama/1632399.htm

Senin, 21 Maret 2005 

 
Anak Keluarga Miskin Terancam Putus Sekolah 


Garut, Kompas - Kenaikan harga BBM yang disusul melonjaknya harga kebutuhan 
hidup dan biaya transportasi semakin dirasakan oleh keluarga miskin. 
Keberlanjutan sekolah anak-anak dari keluarga tidak mampu itu terancam karena 
orangtua mereka tidak sanggup menyediakan biaya transportasi dan membayar 
kewajiban lainnya, sementara dana kompensasi kenaikan harga BBM tidak kunjung 
turun.

Hari Minggu (20/3) kemarin dari Garut dilaporkan sebanyak 14 siswa SMP Negeri 
Cibatu I, Kabupaten Garut, Jawa Barat, terancam putus sekolah karena tidak 
mampu membayar kebutuhan sekolah dan biaya transportasi. Sementara itu dari 
pinggiran Danau Toba dilaporkan sejumlah besar orangtua dan anak-anak sekolah 
di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, resah karena para 
pemilik perahu motor berencana menaikkan tarif angkutan.

Keadaan serupa dialami anak-anak sekolah di wilayah pinggiran dan pedalaman 
yang mau tidak mau harus menggunakan angkutan umum untuk sampai ke sekolah 
mereka.

Deny Suwarja, guru Biologi SMP Negeri Cibatu I, Sabtu, mengemukakan, 14 murid 
di sekolah itu terancam putus sekolah akibat orangtua mereka tidak mampu 
menyediakan biaya transportasi dan biaya lainnya yang diperlukan anak mereka. 
"Angka itu kemungkinan bisa bertambah setelah ada pendataan baru," katanya.

Menurut Deny, para siswa yang terancam putus sekolah tersebut berasal dari 
keluarga tidak mampu. Mereka bisa terus sekolah karena sejak Oktober 2004 
mendapat bantuan biaya transportasi dan keperluan belajar dari donatur. Namun, 
uang dari donatur itu sudah habis terpakai sejak Januari 2005.

Dua di antara siswa yang terancam putus sekolah itu sempat mengirimkan surat 
pernyataan pengunduran diri kepada pihak sekolah. Namun, dengan bantuan guru 
dan siswa lain mereka kembali bersekolah. Mereka sebenarnya termasuk anak-anak 
yang mendapatkan beasiswa Jaring Pengaman Sosial (JPS).

Ingin tetap sekolah

Euis Nurhayati (13) menangis menjerit-jerit saat neneknya, Ny Murbaisih (64), 
meminta siswi kelas I SMP Negeri Cibatu I itu berhenti sekolah. Murbaisih 
sendiri diam-diam sering menangis jika mengingat nasib cucu yang tinggal 
dengannya sejak kecil itu. Ayah Euis meninggal dua tahun lalu, sedangkan 
ibunya, Elis Hartati, bekerja sebagai tenaga kerja wanita di Riyadh, Arab 
Saudi, sejak November 2004.

Menurut Murbaisih, saat masih bekerja di Jakarta, ibu Euis masih mengirimi uang 
setiap bulan. "Sekarang jangankan uang, kabar beritanya pun belum pernah kami 
terima," tutur Murbaisih yang belakangan juga sering sakit-sakitan.

Seminggu setelah berhenti sekolah, sejumlah guru SMP Negeri Cibatu I datang ke 
rumah Murbaisih dan meminta Euis kembali sekolah. Semua ongkos dan kewajiban 
lainnya akan diusahakan oleh para guru.

Saat bertemu dengan Kompas, Euis tak bisa banyak bicara, kecuali air matanya 
terus berlinang. Dia justru mengungkapkan isi hatinya melalui tulisan tangan. 
"Saya tidak ingin putus sekolah. Saya ingin jadi dokter untuk membantu orang- 
orang miskin," katanya dalam tulisan tersebut.

Euis setiap hari harus berjalan kaki sekitar dua kilometer dari rumah neneknya 
di Desa Sukaluyu, Kecamatan Sukawangi, ke SMP Negeri Cibatu I. Jangankan uang 
untuk angkutan umum, biaya yang harus dikeluarkan di sekolah, seperti iuran 
pramuka dan fotokopi soal ulangan senilai Rp 300, pun dia tak punya. Meskipun 
sudah mendapatkan bantuan biaya transportasi ke sekolah dari gurunya, Euis 
tetap datang berjalan kaki. Uang itu, katanya, akan digunakan jika sewaktu- 
waktu harus memfotokopi soal ulangan.

Menurut gadis ini, jangankan untuk biaya sekolah, untuk makan sehari-hari dia 
dan neneknya hanya bisa menyantap nasi dengan semangkuk kecil sayur kacang dan 
kerupuk. "Sudah bertahun-tahun saya ingin mencicipi biskuit seharga Rp 500 dan 
minum susu rasa stroberi," tulis Euis ketika ditanya apa yang sudah lama 
diinginkannya tetapi belum tercapai.

"Saya merasa berdosa sekali saat meminta anak saya berhenti sekolah. Saya 
terpaksa melakukannya karena tidak ada uang sedikit pun untuk mengongkosinya 
sekolah. Setelah harga BBM naik, jangankan untuk sekolah, untuk makan 
sehari-hari pun tidak ada," tutur Ny Sunengsih (35), orangtua Ade Sutrisna 
(14), siswa kelas II SMP Negeri Cibatu I yang sempat melayangkan surat 
pengunduran diri kepada pihak sekolah.

Ade Sutrisna dan orangtuanya tinggal di Desa Mekarsari 02/07, Kecamatan Cibatu, 
Kabupaten Garut, sekitar enam kilometer dari sekolahnya.

Setiap hari Ade Sutrisna membutuhkan uang Rp 1.500 untuk ongkos angkutan dan Rp 
300 sebagai persiapan jika ada ulangan mendadak, sebab hampir setiap ulangan 
siswa diwajibkan membayar ongkos fotokopi soal Rp 300 hingga Rp 500. Ayah tiri 
Ade yang bekerja sebagai pedagang asongan di kereta api di Jakarta sudah dua 
bulan tidak pulang dan tidak mengirimkan uang. Sunengsih sendiri hanya bekerja 
sebagai buruh tani.

Meskipun hobi berenang, Ade tak sekali pun pernah berenang di kolam renang di 
Garut. "Ongkosnya Rp 7.000, jadi saya tidak pernah ikut dan tidak dapat nilai," 
katanya. Di luar jam sekolah Ade lebih suka menjual tenaga kepada tetangga yang 
butuh tenaga permanen, perontok padi, atau mencari kayu bakar.

Dua minggu terakhir anak sulung dari tiga bersaudara ini juga sudah kembali ke 
sekolah berkat bantuan teman-teman sekelasnya yang berpatungan masing-masing Rp 
100 setiap hari. Setiap usai jam pelajaran, bendahara kelas memberinya Rp 1.500 
untuk ongkos dari rumah ke sekolah. "Tapi kadang-kadang saya malu juga terus 
merepotkan teman-teman," kata Ade yang bercita-cita jadi insinyur elektro ini.

Nasib serupa dialami Irman Maulana (16), siswa kelas II SMP Negeri Cibatu I 
yang tinggal di Kampung Kancil, Kecamatan Cibatu. Setiap hari dia harus jalan 
kaki menempuh jarak enam kilometer ke sekolah. "Saya sering pinjam uang kepada 
teman untuk memfotokopi soal ulangan, tetapi sering juga tidak dikasih," 
tuturnya memelas.

Kendati sangat berat dan susah, Irman bertekad untuk tetap sekolah. "Kalau 
tidak sekolah, saya takut nanti tidak bisa jadi seniman yang baik," ujarnya.

Ancaman putus sekolah juga dihadapi Asep (10), salah seorang anak yang selamat 
dari musibah longsor di Kampung Ampera, Desa Jayagiri, Kecamatan Lembang, 
Kabupaten Bandung. Kedua orangtua Asep-pasangan Bagja-Ny Rusmi-tewas dalam 
musibah pada 3 Maret 2005.

"Ayeuna rayi abdi ngan sakola saminggu dua kali. Ngiring sakola Kejar Paket A 
(Sekarang adik saya hanya bisa sekolah seminggu dua kali. Mengikuti sekolah 
Kejar Paket A)," ujar Ny Rusmina (20), kakak kandung Asep. Saat ditinggal 
orangtuanya, Asep baru duduk di kelas II SD. Lena (14), kakak Asep yang kini 
duduk di kelas IV SD, bernasib lebih baik karena sejak musibah itu dia dibawa 
neneknya ke Subang, Jawa Barat.

Dana kompensasi BBM

Kenaikan harga BBM juga meresahkan anak-anak sekolah yang tinggal di pinggiran 
Danau Toba, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, yang selama ini bergantung 
pada angkutan perahu motor. Para pemilik perahu motor mengaku tak bisa lagi 
mencukupi biaya operasional jika harus mempertahankan tarif lama.

"Kami dengar pemilik boat (perahu motor-Red) akan menaikkan ongkos boat. Kalau 
angkutan naik, berat rasanya karena untuk biaya sekolah saja orangtua sudah 
repot," kata Heltimen Malau, siswa kelas I SMA Santo Mikail Pangururan.

Selama ini anak-anak pinggiran Danau Toba, seperti dari Desa Tamba, Sihotang, 
Pintu Batu, dan Boho, harus mengarungi danau dengan naik perahu motor jika 
pergi ke sekolah.

"Jika menggunakan boat sekali jalan kami cukup membayar Rp 500, sedangkan jika 
menggunakan jalur darat biayanya Rp 1.000. Jika berlangganan, ongkos boat lebih 
murah lagi. Selama ini kami sangat terbantu dengan boat," kata Heltimen.

"Kami terpaksa akan menaikkan ongkos. Mungkin jadi Rp 750 atau Rp 1.000 sekali 
jalan," kata Krisman Simbolon (53), pemilik perahu motor.

Rencana kenaikan tarif itu tak pelak meresahkan para orangtua yang anaknya 
pergi ke sekolah dengan menggunakan angkutan perahu motor. "Semua harga bahan 
pokok naik, seperti beras, gula, dan minyak goreng, padahal pendapatan kami 
terus turun karena pertanian bawang gagal. Harga benang untuk kain tenun juga 
naik, sementara harga jual tenun ulos turun," tutur Lesti Sinurat, warga Desa 
Pardugul, Kecamatan Pangururan.

Kepala SMP Negeri Cibatu I Bobon Rusyana, Ny Murbaisih di Desa Sukaluyu, dan 
para orangtua siswa di pinggiran Danau Toba itu berharap pemerintah bisa segera 
meringankan beban mereka agar anak-anak tersebut tetap bisa sekolah.

Bobon berharap dana kompensasi bahan bakar minyak segera turun dan tidak 
berdasarkan kuota yang ditetapkan Dinas Pendidikan, tetapi diberikan 
berdasarkan jumlah anak tidak mampu yang terdapat di setiap sekolah. 
(y09/GUN/AIK)


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Anak Keluarga Miskin Terancam Putus Sekolah