** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/21/utama/1632399.htm Senin, 21 Maret 2005 Anak Keluarga Miskin Terancam Putus Sekolah Garut, Kompas - Kenaikan harga BBM yang disusul melonjaknya harga kebutuhan hidup dan biaya transportasi semakin dirasakan oleh keluarga miskin. Keberlanjutan sekolah anak-anak dari keluarga tidak mampu itu terancam karena orangtua mereka tidak sanggup menyediakan biaya transportasi dan membayar kewajiban lainnya, sementara dana kompensasi kenaikan harga BBM tidak kunjung turun. Hari Minggu (20/3) kemarin dari Garut dilaporkan sebanyak 14 siswa SMP Negeri Cibatu I, Kabupaten Garut, Jawa Barat, terancam putus sekolah karena tidak mampu membayar kebutuhan sekolah dan biaya transportasi. Sementara itu dari pinggiran Danau Toba dilaporkan sejumlah besar orangtua dan anak-anak sekolah di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, resah karena para pemilik perahu motor berencana menaikkan tarif angkutan. Keadaan serupa dialami anak-anak sekolah di wilayah pinggiran dan pedalaman yang mau tidak mau harus menggunakan angkutan umum untuk sampai ke sekolah mereka. Deny Suwarja, guru Biologi SMP Negeri Cibatu I, Sabtu, mengemukakan, 14 murid di sekolah itu terancam putus sekolah akibat orangtua mereka tidak mampu menyediakan biaya transportasi dan biaya lainnya yang diperlukan anak mereka. "Angka itu kemungkinan bisa bertambah setelah ada pendataan baru," katanya. Menurut Deny, para siswa yang terancam putus sekolah tersebut berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka bisa terus sekolah karena sejak Oktober 2004 mendapat bantuan biaya transportasi dan keperluan belajar dari donatur. Namun, uang dari donatur itu sudah habis terpakai sejak Januari 2005. Dua di antara siswa yang terancam putus sekolah itu sempat mengirimkan surat pernyataan pengunduran diri kepada pihak sekolah. Namun, dengan bantuan guru dan siswa lain mereka kembali bersekolah. Mereka sebenarnya termasuk anak-anak yang mendapatkan beasiswa Jaring Pengaman Sosial (JPS). Ingin tetap sekolah Euis Nurhayati (13) menangis menjerit-jerit saat neneknya, Ny Murbaisih (64), meminta siswi kelas I SMP Negeri Cibatu I itu berhenti sekolah. Murbaisih sendiri diam-diam sering menangis jika mengingat nasib cucu yang tinggal dengannya sejak kecil itu. Ayah Euis meninggal dua tahun lalu, sedangkan ibunya, Elis Hartati, bekerja sebagai tenaga kerja wanita di Riyadh, Arab Saudi, sejak November 2004. Menurut Murbaisih, saat masih bekerja di Jakarta, ibu Euis masih mengirimi uang setiap bulan. "Sekarang jangankan uang, kabar beritanya pun belum pernah kami terima," tutur Murbaisih yang belakangan juga sering sakit-sakitan. Seminggu setelah berhenti sekolah, sejumlah guru SMP Negeri Cibatu I datang ke rumah Murbaisih dan meminta Euis kembali sekolah. Semua ongkos dan kewajiban lainnya akan diusahakan oleh para guru. Saat bertemu dengan Kompas, Euis tak bisa banyak bicara, kecuali air matanya terus berlinang. Dia justru mengungkapkan isi hatinya melalui tulisan tangan. "Saya tidak ingin putus sekolah. Saya ingin jadi dokter untuk membantu orang- orang miskin," katanya dalam tulisan tersebut. Euis setiap hari harus berjalan kaki sekitar dua kilometer dari rumah neneknya di Desa Sukaluyu, Kecamatan Sukawangi, ke SMP Negeri Cibatu I. Jangankan uang untuk angkutan umum, biaya yang harus dikeluarkan di sekolah, seperti iuran pramuka dan fotokopi soal ulangan senilai Rp 300, pun dia tak punya. Meskipun sudah mendapatkan bantuan biaya transportasi ke sekolah dari gurunya, Euis tetap datang berjalan kaki. Uang itu, katanya, akan digunakan jika sewaktu- waktu harus memfotokopi soal ulangan. Menurut gadis ini, jangankan untuk biaya sekolah, untuk makan sehari-hari dia dan neneknya hanya bisa menyantap nasi dengan semangkuk kecil sayur kacang dan kerupuk. "Sudah bertahun-tahun saya ingin mencicipi biskuit seharga Rp 500 dan minum susu rasa stroberi," tulis Euis ketika ditanya apa yang sudah lama diinginkannya tetapi belum tercapai. "Saya merasa berdosa sekali saat meminta anak saya berhenti sekolah. Saya terpaksa melakukannya karena tidak ada uang sedikit pun untuk mengongkosinya sekolah. Setelah harga BBM naik, jangankan untuk sekolah, untuk makan sehari-hari pun tidak ada," tutur Ny Sunengsih (35), orangtua Ade Sutrisna (14), siswa kelas II SMP Negeri Cibatu I yang sempat melayangkan surat pengunduran diri kepada pihak sekolah. Ade Sutrisna dan orangtuanya tinggal di Desa Mekarsari 02/07, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut, sekitar enam kilometer dari sekolahnya. Setiap hari Ade Sutrisna membutuhkan uang Rp 1.500 untuk ongkos angkutan dan Rp 300 sebagai persiapan jika ada ulangan mendadak, sebab hampir setiap ulangan siswa diwajibkan membayar ongkos fotokopi soal Rp 300 hingga Rp 500. Ayah tiri Ade yang bekerja sebagai pedagang asongan di kereta api di Jakarta sudah dua bulan tidak pulang dan tidak mengirimkan uang. Sunengsih sendiri hanya bekerja sebagai buruh tani. Meskipun hobi berenang, Ade tak sekali pun pernah berenang di kolam renang di Garut. "Ongkosnya Rp 7.000, jadi saya tidak pernah ikut dan tidak dapat nilai," katanya. Di luar jam sekolah Ade lebih suka menjual tenaga kepada tetangga yang butuh tenaga permanen, perontok padi, atau mencari kayu bakar. Dua minggu terakhir anak sulung dari tiga bersaudara ini juga sudah kembali ke sekolah berkat bantuan teman-teman sekelasnya yang berpatungan masing-masing Rp 100 setiap hari. Setiap usai jam pelajaran, bendahara kelas memberinya Rp 1.500 untuk ongkos dari rumah ke sekolah. "Tapi kadang-kadang saya malu juga terus merepotkan teman-teman," kata Ade yang bercita-cita jadi insinyur elektro ini. Nasib serupa dialami Irman Maulana (16), siswa kelas II SMP Negeri Cibatu I yang tinggal di Kampung Kancil, Kecamatan Cibatu. Setiap hari dia harus jalan kaki menempuh jarak enam kilometer ke sekolah. "Saya sering pinjam uang kepada teman untuk memfotokopi soal ulangan, tetapi sering juga tidak dikasih," tuturnya memelas. Kendati sangat berat dan susah, Irman bertekad untuk tetap sekolah. "Kalau tidak sekolah, saya takut nanti tidak bisa jadi seniman yang baik," ujarnya. Ancaman putus sekolah juga dihadapi Asep (10), salah seorang anak yang selamat dari musibah longsor di Kampung Ampera, Desa Jayagiri, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung. Kedua orangtua Asep-pasangan Bagja-Ny Rusmi-tewas dalam musibah pada 3 Maret 2005. "Ayeuna rayi abdi ngan sakola saminggu dua kali. Ngiring sakola Kejar Paket A (Sekarang adik saya hanya bisa sekolah seminggu dua kali. Mengikuti sekolah Kejar Paket A)," ujar Ny Rusmina (20), kakak kandung Asep. Saat ditinggal orangtuanya, Asep baru duduk di kelas II SD. Lena (14), kakak Asep yang kini duduk di kelas IV SD, bernasib lebih baik karena sejak musibah itu dia dibawa neneknya ke Subang, Jawa Barat. Dana kompensasi BBM Kenaikan harga BBM juga meresahkan anak-anak sekolah yang tinggal di pinggiran Danau Toba, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, yang selama ini bergantung pada angkutan perahu motor. Para pemilik perahu motor mengaku tak bisa lagi mencukupi biaya operasional jika harus mempertahankan tarif lama. "Kami dengar pemilik boat (perahu motor-Red) akan menaikkan ongkos boat. Kalau angkutan naik, berat rasanya karena untuk biaya sekolah saja orangtua sudah repot," kata Heltimen Malau, siswa kelas I SMA Santo Mikail Pangururan. Selama ini anak-anak pinggiran Danau Toba, seperti dari Desa Tamba, Sihotang, Pintu Batu, dan Boho, harus mengarungi danau dengan naik perahu motor jika pergi ke sekolah. "Jika menggunakan boat sekali jalan kami cukup membayar Rp 500, sedangkan jika menggunakan jalur darat biayanya Rp 1.000. Jika berlangganan, ongkos boat lebih murah lagi. Selama ini kami sangat terbantu dengan boat," kata Heltimen. "Kami terpaksa akan menaikkan ongkos. Mungkin jadi Rp 750 atau Rp 1.000 sekali jalan," kata Krisman Simbolon (53), pemilik perahu motor. Rencana kenaikan tarif itu tak pelak meresahkan para orangtua yang anaknya pergi ke sekolah dengan menggunakan angkutan perahu motor. "Semua harga bahan pokok naik, seperti beras, gula, dan minyak goreng, padahal pendapatan kami terus turun karena pertanian bawang gagal. Harga benang untuk kain tenun juga naik, sementara harga jual tenun ulos turun," tutur Lesti Sinurat, warga Desa Pardugul, Kecamatan Pangururan. Kepala SMP Negeri Cibatu I Bobon Rusyana, Ny Murbaisih di Desa Sukaluyu, dan para orangtua siswa di pinggiran Danau Toba itu berharap pemerintah bisa segera meringankan beban mereka agar anak-anak tersebut tetap bisa sekolah. Bobon berharap dana kompensasi bahan bakar minyak segera turun dan tidak berdasarkan kuota yang ditetapkan Dinas Pendidikan, tetapi diberikan berdasarkan jumlah anak tidak mampu yang terdapat di setiap sekolah. (y09/GUN/AIK) [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **