[kepalabatu] FW: [iagi-net] Fw: Ibnu Sina dari Bantul

  • From: Sunjaya Saputra <Ujay@xxxxxxxxxxxx>
  • To: 'pwr' <pwr-juanda16@xxxxxxxxxxx>,'kepalabatu' <kepalabatu@xxxxxxxxxxxxx>,'rockheads' <rockheads-ugm@xxxxxxxxxxx>
  • Date: Mon, 4 Mar 2002 07:02:17 +0700

AJANG CUAP2 ANAK GEOLOGI 95 UGM
oh yeah... 


Best Regards
Ujay


> -----Original Message-----
> From: Santoso, Hendro (hesa) [SMTP:hesa@xxxxxxxxxxxxxxxxx]
> Sent: Friday, March 01, 2002 11:24 PM
> To:   'iagi-net@xxxxxxxxx'
> Subject:      [iagi-net] Fw: Ibnu Sina dari Bantul
> 
> 
> Mungkin ndak ada hubungannya langsung dengan geologi tapi menarik untuk
> disimak.
> Terlepas dari setuju tidaknya menyetarakan Djaka dengan Ibnu Sina, ada
> hal-hal menarik berhubungan dengan dunia pendidikan. Di akhir tulisan ini
> tersirat pesan : ...metoda pendidikan konvensional tidak menjamin
> lulusannya
> akan mampu bersaing dengan anak berumur 14-19 tahun lulusan ISITEKS.
> 
> Mungkin permasalahan PIK dan KPS bisa dikonsultasikan juga ke
> ISITEKS............:o)
> 
> Salam,
> Hendro HS
> 
> > >From: "Imam Haryanto" <imam_haryanto@xxxxxxxxxxxxxxxxxxx>
> > >From: Ietje <ietje_susantin@xxxxxxxxxxxxxxxxxxx>
> > > >
> > > > Djaka Sasmita,
> > > > Ibnu Sina dari Bantul
> > > > Majalah Suara Hidayatullah : Februari 2002
> > > > http://www.hidayatullah.com/2002/02/profil.shtml
> > > >
> > > > Sekitar seribu tahun lalu lahir seorang tokoh yang kemudian menjadi
> > > > pionir dalam bidang kedokteran modern. Namanya Ibnu Sina. Di Barat
> > > > tokoh ini lebih dikenal dengan nama Avicenna. Ia bukan saja ahli
> > > > mengobati berbagai penyakit, tapi juga seorang filsuf Islam yang
> > > > sangat terkenal.
> > > > Nah, kini dari Bantul Yogyakarta telah muncul "Ibnu Sina" yang lain.
> > > > Namanya Djaka Sasmita, seorang ilmuwan jenius yang rendah hati tapi
> > > > juga mahir mengobati berbagai penyakit. Sebagai ilmuwan, Djaka
> > > > berhasil menelorkan karya-karya inovatif yang bermanfaat bagi
> > > > kepentingan orang banyak. Sebagai "dokter", ia telah berhasil
> > > > menyembuhkan ribuah orang.
> > > > Dalam mengobati penyakit, Djaka menggunakan metode terapi Gelombang
> > > > Non Elektro Magnetik (GNEM). Gelombang ini dipancarkan dari komputer
> > > > yang programnya dirancang sendiri oleh Djaka, demikian panggilan
> > > > akrabnya. Dengan metode ini suatu penyakit dapat dideteksi secara
> > > > lebih dini dan sangat akurat, sekaligus memberikan terapi secara
> > > > tepat tanpa akibat samping.
> > > > Seorang bernama Bieke Rubindra setelah diperiksa dengan GNEM
> > > > terdeteksi mengindap penyakit hipertiroid dan kanker getah bening.
> > > > Karena tidak merasa ada keluhan, ia tak percaya. Dua tahun kemudian
> > > > ia sakit dan setelah diperiksa di laboratorium medis, ia dinyatakan
> > > > sakit kanker getah bening. Terbukti, GNEM mampu mendeteksi penyakit
> 2
> > > > tahun lebih cepat.
> > > > Dr Justiar Gunawan dari BPPT, anaknya terserang kanker otak dan
> > > > leukemia. Dokter sudah angkat tangan. Kini berobat ke Djaka,
> > > > keadaannya berangsung-angsur membaik. "Tinggal terapi lewat telpon
> > > > saja," katanya.
> > > > Masih ada cerita lain. Amaliyah Madiyan, dokter sekaligus dosen di
> > > > Fakultas Kedokteran UGM ini terserang penyakit jantung. Akibatnya,
> ia
> > > > merasa cepat letih. Kemudian ikut terapi di Isiteks (klinik
> kesehatan
> > > > milik Djaka) selama 25 menit. Hasilnya, setelah ikut terapi 4 kali,
> > > > kini penyakit jantung sembuh dan ia merasa segar kembali.
> > > >
> > > > Anak Jenius
> > > > Djaka Sasmita adalah anak keempat dari Djogo Pertiwi (alm), seorang
> > > > juru kunci makam raja-raja Mataram Imogiri Bantul Yogyakarta.
> > > > Terlahir 47 tahun lalu, Djaka kecil menempuh pendidikan SD dan SMP
> di
> > > > Imogiri, lalu SMA di Bantul. Begitu lulus ia kemudian melanjutkan
> > > > kuliah di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA)
> > > > Universitas Gadjah Mada (UGM) jurusan Kimia.
> > > > Dasar anak cerdas, sejak sekolah dasar Djaka selalu meraih juara,
> > > > bahkan sewaktu kuliah sempat lompat dari tingkat pertama langsung ke
> > > > tingkat tiga. Sebuah prestasi yang hanya dimiliki tiga dari ribuan
> > > > mahasiswa seangkatannya di almamaternya. "Ia memang mempunyai
> > > > kecerdasan di atas teman-teman yang lain," kata Sabirin Mastjeh,
> > > > kawan kuliah Djaka.
> > > > Namun justru sejak kenaikan tingkat itu ia didera kegelisahan. Djaka
> > > > tidak menemukan apa yang dicarinya. Belajar di perguruan tinggi
> > > > baginya hanya membuang waktu. Sebab, yang dipelajari hal-hal yang
> > > > tidak praktis dan menjemukan. Hukum-hukum yang diajarkan di kampus
> > > > menurutnya tidak kuat dan banyak kelemahan.
> > > > Djaka merasa tak bakal mencapai cita-citanya sebagai penemu yang
> > > > dapat memberi sumbangan bagi dunia pengetahuan, apabila terus
> > > > berkutat dengan kuliahnya. Djaka pun jadi malas kuliah dan memilih
> > > > sibuk melakukan penelitian-penelitian sendiri. Hanya atas saran
> orang
> > > > tua dan beberapa pihak, Djaka bersedia melanjutkan kuliahnya.
> > > > Tetapi belum lagi lulus, ia sudah diminta mengajar di almamaternya.
> > > > Bahkan pada tahun l977 oleh ketua program Matematika, Djaka diminta
> > > > mengajar para dosen Matematika, Fisika dan Kimia. Uniknya, tiga
> tahun
> > > > kemudian Djaka baru meraih gelar sarjana.
> > > > Gelar doktornya diselesaikan di Belanda, yakni di bidang
> > > > Thermodinamika di Universitas Utrecht (Belanda), tempat di mana
> > > > Aristoteles pernah belajar. Di Utrecht Djaka lebih banyak mengikuti
> > > > berbagai seminar dan diskusi ketimbang kuliah di ruang kelas. Di
> > > > situlah ia memaparkan teori-teori temuannya. Mulanya banyak ilmuwan
> > > > menentangnya. Namun setelah Djaka sedikit menjelaskan, mereka bisa
> > > > menerima. Bisa jadi, itu karena mereka tidak mampu mematahkan teori-
> > > > teorinya Djaka. Termasuk salah seorang profesor pembimbingnya
> sendiri
> > > > akhirnya "menyerah". "Ilmu saya tidak cukup untuk mengajari Anda,
> > > > sayalah yang harus belajar pada Anda", kata Sang Profesor.
> > > > Praktis Djaka tidak banyak mengikuti kuliah selama di Belanda. Dia
> > > > hanya menghabiskan waktunya untuk belajar sendiri dan berkunjung ke
> > > > berbagai perpustakaan. Di sinilah Djaka menemukan sebagian dari
> > > > khazanah keilmuan Islam jaman dulu yang dicuri orang-orang Barat.
> "Di
> > > > perpustakaan Elschecunde yang terletak di jalan Padualan, ada
> > > > beberapa karya ilmuwan Muslim dalam tulisan aslinya," kenangnya.
> Dari
> > > > situ pula Djaka mengetahui bahwa dalil sinus cosinus itu penemunya
> > > > adalah ilmuwan Muslim.
> > > > Dalam mengembangkan ilmunya kemudian, Djaka merasa cukup dengan al-
> > > > Qur'an saja. "Al-Quran ini sudah lengkap kandungannya, tinggal kita
> > > > baca, tambang dan olah saja", kata Djaka yang pernah nyantri di
> salah
> > > > satu pesantren di Jawa Timur itu. Hal ini dibuktikannya, misalnya
> > > > pada ayat nuurun `alaa nuurin yang artinya `cahaya di atas cahaya'
> > > > dipahaminya bahwa cahaya itu bertingkat-tingkat. Berdasarkan ayat
> > > > ini, Djaka berhasil meracik berbagai peralatan medis yang memiliki
> > > > kecepatan berlipat dibanding yang sudah ada.
> > > > Misalnya Alat Laju Endap Darah (LED), dapat bekerja sepuluh kali
> > > > lebih cepat dari peralatan biasa dengan kemampuan periksa hingga 64
> > > > pasien sekaligus. Temuan lainnya adalah alat test DNA yang di rumah
> > > > sakit bisa memakan waktu beberapa hari, di klinik Djaka cukup dengan
> > > > waktu setengah menit saja.
> > > > Untuk menularkan ilmunya, pada tahun 1992 Djaka mendirikan Pesantren
> > > > Terpadu ISITEKS (Islam, Ilmu, Teknologi dan Seni). Misinya
> memberikan
> > > > bekal Islam, ilmu, teknologi dan seni yang handal bagi para
> > > > santrinya. Mottonya, "mengejar IPTEK bersumber dari al-Qur'an". Ini
> > > > memang bukan pesantren biasa, sebab kebanyakan santrinya adalah
> > > > ilmuwan dari berbagai disiplin bidang ilmu seperti kedokteran,
> > > > komputer, biologi, pertanian, kimia, fisika dan lainnya.
> > > > Karena itu di ISITEKS ada beberapa pusat kajian. Misalnya seperti
> > > > Pusat Kajian Kimia, Pusat Kajian Biologi, Pusat Kajian Teknologi
> > > > Komputer, Pusat Kajian Kesehatan dll.
> > > > Sebulan sekali, para santri Djaka datang untuk melakukan temu bidang
> > > > multi disipliner. Masing-masing mengungkapkan perkembangan
> penelitian
> > > > mereka dan Djaka memberikan arahan-arahan atau menunjukkan ketika
> > > > seorang santri mengalami kebuntuan dalam penelitiannya. Kadangkala
> > > > terjadi diskusi antar bidang dan Djaka menjembatani gap antar mereka
> > > > dan menjadi penengahnya sehingga tak jarang berhasil memadukan
> > > > beberapa penemuan.
> > > > Beberapa santrinya kini telah menghasilkan karya yang bermanfaat
> bagi
> > > > masyarakat luas. Misalnya, Tebu Rendemen Tinggi. Bermula dari
> > > > permintaan seorang kepala pabrik gula yang mengeluh rendahnya
> > > > rendemen tebu (6%). Maka Pusat Penelitian Pertanian ISITEKS meneliti
> > > > dan akhirnya menghasilkan benih tebu yang tak berbunga sehingga
> mampu
> > > > menghasilkan rendemen tinggi hingga 24%. Hebatnya, penanamannya tak
> > > > perlu dengan mencangkul dan memupuk. Cukup ditebar, dia akan tumbuh
> > > > subur.
> > > > Penemuan lain adalah alat Laju Endap Darah (LED). Dr Nur Asikin,
> > > > seorang dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, di bawah
> > > > bimbingan Djaka berhasil menemukan alat yang memiliki kecepatan 10
> > > > kali lipat dari alat yang sudah ada yakni dari 120 menit menjadi
> > > > hanya 10 menit. Alat ini juga dapat digunakan sekaligus untuk 64
> > > > pasien.
> > > > Tentu saja dengan beberapa keberhasilan itu, mengundang banyak orang
> > > > untuk menjadi santri. Tapi hanya sedikit yang diterima. "Saya ingin
> > > > memastikan bahwa para santri belajar dengan niat yang ikhlas untuk
> > > > memberikan sumbangan pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat untuk
> > > > ummat. Saya ingin menjaga supaya aktifitas penelitian yang ada tidak
> > > > dikotori oleh amal yang tidak shalih." tegas Djaka.
> > > > Pernah ada tawaran untuk menjadikan ISITEKS menjadi sebuah proyek
> > > > pendidikan dengan menjanjikan dana ratusan juta rupiah, namun
> ditolak
> > > > oleh Djaka. "Karena saya melihat ada kepentingan materi di dalamnya"
> > > > katanya. "Lebih baik sedikit tapi halal," kata Djaka seraya
> > > > menambahkan bahwa apa yang dilakukannya lebih pada pertimbangan
> > > > akhirat.
> > > >
> > > > Kecewa dengan Pendidikan
> > > > Menurut Djaka, pendidikan sebaiknya diselenggarakan untuk menjawab
> > > > permasalahan di masyarakat dan memperhatikan tujuan pokoknya, yakni
> > > > mau dijadikan apa dan untuk bisa apa sang siswa. Tentu saja tanpa
> > > > mengabaikan ilmu-ilmu pendukung. Dengan demikian penyelenggaraan
> > > > pendidikannya dapat lebih terpilih. Artinya, pelajaran yang
> diberikan
> > > > adalah yang sesuai dengan minat setiap siswa dan kebutuhan
> > > > masyarakat. Sehingga tak ada pelajaran yang diulang-ulang dan tidak
> > > > terpakai di kemudian hari seperti yang banyak terjadi kini. "Yang
> > > > menjadikan bangsa kita mundur adalah karena kita sering belajar hal-
> > > > hal yang sebenarnya tidak perlu," kata Djaka.
> > > > Atas dasar itulah, Djaka kemudian menarik keluar Ida Saraswati,
> putri
> > > > pertamanya dari SMU Negeri. Putrinya itu kemudian dididik sendiri.
> > > > Demikian juga dua adiknya. Hasilnya, enam bulan setelah keluar dari
> > > > sekolah, Ida sudah bisa membuat alat pemeriksa gelombang otak atau
> > > > EEG (Electro Encepalography). Sekarang, di usianya yang masih 19
> > > > tahun, Ida sudah pintar membuat chip komputer, dari komponen
> dasarnya
> > > > sampai menjadi IC. Sementara bahasa programnya diracik oleh adiknya,
> > > > Sikla Istiningsih (16) dan miniaturisasinya dikerjakan oleh anak
> > > > ketiga, Dika Sistrandari (14). "Apabila sekolah di luar, sampai
> lulus
> > > > doktor pun belum tentu dia bisa membuat alat-alat tersebut," tandas
> > > > Djaka meyakinkan, tanpa kesan bangga diri.? Bachroni
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > ------------------------------
> > > > * Hidayatullah Newsletter adalah sarana penyampai berita terbaru
> dari
> > > > redaksi www.hidayatullah.com dan www.hidayatullah.org. Boleh
> diforward
> > 
> > >ke
> > > > milis lain.
> > > > * Untuk berhenti berlangganan newsletter ini, kirim email kosong ke:
> > > > hidayatullahnews-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx
> > > > * Newsletter ini bersifat searah dari redaksi. Jika anda
> berkeinginan 
> > >ada
> > > > interaksi antar sesama pelanggan, silakan ikuti milis
> > "Hidayatullah.com"
> > > > dengan mengirim email kosong ke:
> > > > hidayatullahcom-subscribe@xxxxxxxxxxxxxxx
> > > > * Tanggapan newsletter dikirim ke: 
> > >hidayatullahnews-owner@xxxxxxxxxxxxxxx
> > > > atau birojakarta@xxxxxxxxxxxxxxxx
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > Your use of Yahoo! Groups is subject to 
> > >http://docs.yahoo.com/info/terms/
> > > >
> > > >
> > > > ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor
> > ---------------------~-->
> > > > FREE COLLEGE MONEY
> > > > CLICK HERE to search
> > > > 600,000 scholarships!
> > > > http://us.click.yahoo.com/iZp8OC/4m7CAA/ySSFAA/7EfwlB/TM
> > > >
> > ---------------------------------------------------------------------~->
> > > >
> > > > To Post a message, send it to:   sanbima-xibmer@xxxxxxxxxxx
> > > > To Unsubscribe, send a blank message to:
> > > > sanbima-xibmer-unsubscribe@xxxxxxxxxxx
> > > >
> > > > Your use of Yahoo! Groups is subject to 
> > >http://docs.yahoo.com/info/terms/
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > >
> > 
> > 
> > _________________________________________________________________
> > Chat with friends online, try MSN Messenger: http://messenger.msn.com
> > 
> 
> 
> ---------------------------------------------------------------------
> To unsubscribe, e-mail: iagi-net-unsubscribe@xxxxxxxxx
> For additional commands, e-mail: iagi-net-help@xxxxxxxxx

Other related posts:

  • » [kepalabatu] FW: [iagi-net] Fw: Ibnu Sina dari Bantul