Re: Pembajakan Software

  • From: Hendry Goenawan <goedhawang@xxxxxxxxx>
  • To: andrinur@xxxxxxxxxxxxx
  • Date: Tue, 28 Aug 2007 19:22:20 -0700 (PDT)

Betul mas Hermawan, GPL atau MDS (Mangga Dua Software) bukanlah solusi akhir 
bagi profesional IT. Saya lebih sutuju pada open source (linux .etc), tapi 
untuk kasus tertentu seperti di tempat mas Hermawan mungkin solusi pemakaian 
open source sudah bisa mengcover keperluan di tempat mas hermawan, tapi  solusi 
open source bagi beberapa kalangan sagatlah complicated, salah satunya Linux 
dan variannya masih dianggap mahluk asing yang sulit untuk dikuasai 
(dikalahkan) walaupun kenyataanya tidak demikian, kemudia belum adanya software 
yang diperlukan yang bisa berjalan dengan OS linux (walaupun ada mungkin belum 
maksimal), dan inilah yang mungkin saja terjadi pada dua perusahan yang baru 
saja kena rajia.
   
  Salam
   
  Hendry Gunawan
   
   
   
  Hermawan Haryanto <hermawanharyanto@xxxxxxxxx> wrote:
      Memang benar bahwa sepagai profesional IT kita memiliki tanggung jawab 
secara moril untuk memperjuangkan pemakaian software asli. Tapi di lain sisi 
kita juga di minta oleh perusahaan untuk menekan budget agar pasokan dana dapat 
digunakan sebaik mungkin untuk mencukup semua operasi. Harga software-software 
asli tidaklah murah yang berada di pasaran dan pastinya software-software versi 
GPL (Glodok Public License) jauh lebih murah daripada software-software 
aslinya. Bahkan ada CD kumpulan software yang dapat di beli dengan hanya Rp. 
20.000,- (dua puluh ribu rupiah) saja.

Solusi yang menurut saya lebih reliable pada saat krisis seperti ini ya dengan 
menggunakan piranti lunak yang gratis, tidak berbayar dan dengan dukungan yang 
luas.

Sebagai bahan wacana, saat ini di kampus saya seluruh komputer staff, 
perpustakaan dan laboratorium yang jumlahnya sekitar 500 buah sudah menggunakan 
sistem operasi Linux (Slackware) dengan dicarikan padanan-padanan aplikasi yang 
berjalan di atasnya. Hal ini terjadi dikarenakan sejak pertengahan tahun lalu 
kami dipaksa (terpaksa?) untuk tidak meneruskan kerjasama dengan pihak 
Microsoft untuk seluruh lisensi mereka. 

Just my 2 cent,

 

      Kalau menurut kasus diatas, biaya bukanlah penghalang bagi mereka untuk 
membeli software yang asli, karena mereka merupakan perusahaan yang cukup besar 
di Indonesia. Menurut saya ini masalah moril terutama orang yang terlibat 
langsung dalam permasalah IT di perusahan tersebut. Tidak adanya keinginan 
untuk memotivasi perusahan untuk membeli software yg asli, padahal sebagai 
profesional IT sudah merupakan tanggungjawabnya secara moril untuk 
memperjuangkan pemakai software yang asli, jika hal ini sudah benar benar ada 
pada para profisional IT minimal akan memperkecil kasus-kasus pelanggaran hak 
cipta.
   
  Ada pendapat lain? 
   
   
   
  Thanks
   
  Hendry Gunawan
   

  
  
---------------------------------
  Looking for a deal? Find great prices on flights and hotels with Yahoo! 
FareChase.  




-- 
Hermawan Haryanto
Senior Programmer, Red Rock Reef LLC
Las Vegas, Nevada, United States 

       
---------------------------------
Park yourself in front of a world of choices in alternative vehicles.
Visit the Yahoo! Auto Green Center.

Other related posts: