Betul mas Hermawan, GPL atau MDS (Mangga Dua Software) bukanlah solusi akhir bagi profesional IT. Saya lebih sutuju pada open source (linux .etc), tapi untuk kasus tertentu seperti di tempat mas Hermawan mungkin solusi pemakaian open source sudah bisa mengcover keperluan di tempat mas hermawan, tapi solusi open source bagi beberapa kalangan sagatlah complicated, salah satunya Linux dan variannya masih dianggap mahluk asing yang sulit untuk dikuasai (dikalahkan) walaupun kenyataanya tidak demikian, kemudia belum adanya software yang diperlukan yang bisa berjalan dengan OS linux (walaupun ada mungkin belum maksimal), dan inilah yang mungkin saja terjadi pada dua perusahan yang baru saja kena rajia. Salam Hendry Gunawan Hermawan Haryanto <hermawanharyanto@xxxxxxxxx> wrote: Memang benar bahwa sepagai profesional IT kita memiliki tanggung jawab secara moril untuk memperjuangkan pemakaian software asli. Tapi di lain sisi kita juga di minta oleh perusahaan untuk menekan budget agar pasokan dana dapat digunakan sebaik mungkin untuk mencukup semua operasi. Harga software-software asli tidaklah murah yang berada di pasaran dan pastinya software-software versi GPL (Glodok Public License) jauh lebih murah daripada software-software aslinya. Bahkan ada CD kumpulan software yang dapat di beli dengan hanya Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) saja. Solusi yang menurut saya lebih reliable pada saat krisis seperti ini ya dengan menggunakan piranti lunak yang gratis, tidak berbayar dan dengan dukungan yang luas. Sebagai bahan wacana, saat ini di kampus saya seluruh komputer staff, perpustakaan dan laboratorium yang jumlahnya sekitar 500 buah sudah menggunakan sistem operasi Linux (Slackware) dengan dicarikan padanan-padanan aplikasi yang berjalan di atasnya. Hal ini terjadi dikarenakan sejak pertengahan tahun lalu kami dipaksa (terpaksa?) untuk tidak meneruskan kerjasama dengan pihak Microsoft untuk seluruh lisensi mereka. Just my 2 cent, Kalau menurut kasus diatas, biaya bukanlah penghalang bagi mereka untuk membeli software yang asli, karena mereka merupakan perusahaan yang cukup besar di Indonesia. Menurut saya ini masalah moril terutama orang yang terlibat langsung dalam permasalah IT di perusahan tersebut. Tidak adanya keinginan untuk memotivasi perusahan untuk membeli software yg asli, padahal sebagai profesional IT sudah merupakan tanggungjawabnya secara moril untuk memperjuangkan pemakai software yang asli, jika hal ini sudah benar benar ada pada para profisional IT minimal akan memperkecil kasus-kasus pelanggaran hak cipta. Ada pendapat lain? Thanks Hendry Gunawan --------------------------------- Looking for a deal? Find great prices on flights and hotels with Yahoo! FareChase. -- Hermawan Haryanto Senior Programmer, Red Rock Reef LLC Las Vegas, Nevada, United States --------------------------------- Park yourself in front of a world of choices in alternative vehicles. Visit the Yahoo! Auto Green Center.