[breaktime-corner] Re: Pasar Kota Kembang, Bandung: Cermin Pembajakan yang Terbiarkan

  • From: "Agung Luthfi Zauhar Ma'mun" <agung.luthfi@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: <tea-corner@xxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Mon, 9 Jan 2012 09:21:21 +0800

Syurganya bagi mahasiswa mas bro...

Cari yang murah kan Zaman jd mahasiswa 

 

________________________________

From: tea-corner-bounce@xxxxxxxxxxxxx
[mailto:tea-corner-bounce@xxxxxxxxxxxxx] On Behalf Of gunawan prakoso
Sent: Sunday, January 08, 2012 10:25 PM
To: tea-corner@xxxxxxxxxxxxx
Cc: gunawan.prakoso@xxxxxxxxx
Subject: [breaktime-corner] Pasar Kota Kembang, Bandung: Cermin
Pembajakan yang Terbiarkan

 


Pasar Kota Kembang, Bandung: Cermin Pembajakan yang Terbiarkan


 

 

SUATU hari di tahun 2005, teman kosan saya mengajak saya ke Kokom dengan
gaya nakal. Yeah, jangan tanyakan ke saya gimana gaya nakal temen cowok
saya itu. Tapi di pikiran saya, Kokom adalah sejenis Saritem atau Dolly.
Saya pun menggeleng ogah. Dia pun kemudian bilang, kalau kita akan dapat
kepuasan hanya dengan membayar lima ribu. Yeah, saya mulai berpikir
macem-macem. Tapi setelah dipuringkal-puringkeul, tahulah saya kalau
Kokom adalah Kota Kembang, sebuah areal toko yang isinya DVD/VCD/MP3/CD
PS yang sialnya bajakan semua.

 
<http://3.bp.blogspot.com/-mxJirsUVF0E/Twl51pxMhlI/AAAAAAAAHuo/AsJkb-35B
fU/s1600/asewtey.JPG> 

Terletak di Dalem Kaum, Alun-Alun Bandung. Foto: wikimapia.org

 

 
<http://4.bp.blogspot.com/-HqQdLlLQXTI/Twl7TdXlqUI/AAAAAAAAHu4/t0Rey23e8
b0/s1600/turtud.JPG> 

Parkir motor selalu penuh di sepanjang pinggir jalan.

 

 
<http://3.bp.blogspot.com/-r-7orDYA6uM/Twl7X3c0RxI/AAAAAAAAHvA/mHghKive3
GQ/s1600/gfjdd.JPG> 

Kokom tampak pinggir (featuring: cewek pegang BB)

Yeah, siapa, sih, yang enggak suka bajakan? Mungkin cuma orang kaya yang
tentu enggak pelit yang suka nonton DVD orisinal yang harganya bisa
sampe ratusan ribu per keping. Tapi Kokom selalu didatangi berbagai
kalangan. Mulai dari mahasiswa, pekerja, kalangan menengah, bawah, orang
kaya raya yang nyewa pembokat buat beli di sana. Pokoknya itu  tempat
bener-bener rame terutama pas weekend: Sabtu dan Minggu.

 
<http://3.bp.blogspot.com/-9jMRX99ZwrY/Twl7cF96_nI/AAAAAAAAHvI/AIij7ojrY
Yo/s1600/ste.JPG> 

Tampak depan (featuring: cewek berselempang putih dijual terpisah).

Dan pada tahun 2005 itu, tempatnya lumayan kumuh, dengan lantai yang
tidak dikeramik. Jika hujan turun, lantai pun becek dan bikin alas
sandal atau spokat kita kotor.  Lapak-lapak dipenuhi DVD-DVD yang
berjejer rapi, para pedagang dan konsumen sibuk sendiri tanpa sempat
memperhatikan orang sekitar. Harga per keping pun lima ribu rupiah
sampai sekarang, meski sempat naik serebu perek eh perak pada tahun
2009-2010-an.  Bertahun-tahun kemudian, si Kokom ini sudah lebih modern.
Meski enggak banyak lapak yang nyediain TV plus DVD player buat
ngecek-ngecek dipidi oleh konsumen, namun lantai yang berkeramik bikin
tempat ini lumayan nyaman. Yah, tentu saja dengan desak-desakan yang
sudah menjadi ciri khas.

 
<http://1.bp.blogspot.com/-dC_ZYhdpz88/Twl5nlJL7fI/AAAAAAAAHuY/3aOg_liik
a0/s1600/bvm%252C.JPG> 

Penjual dipidi. Ada 3 orang. Keknya kakak adik.

 

 
<http://2.bp.blogspot.com/-nNNAQ24ydrc/Twl5rvbzCyI/AAAAAAAAHug/hA-nUkGMn
bQ/s1600/fgjd.JPG> 

Kadang ini ibu penjual suka ngomel sendiri, lho.

Saya sendiri selalu ke Kokom terutama sepanjang tahun 2007. Selepas itu
saya jarang banget ke sana. Dan pada Kamis dan Sabtu kemarin saya
kembali ke pangkuan Kokom dan bayangan masa lalu pun terlintas. Yeah,
pedagang yang sama dengan seseorang di samping saya yang berbeda. Itu
pasti menyakitkan jika menyadari kita tidak lagi ke tempat dengan orang
yang sama seperti yang pernah terjadi di masa lalu. Dan ... cukup. Saya
enggak akan membiarkan tulisan ini jadi mellow.

Pasar Kota Kembang, Bandung: Cermin Pembajakan yang Terbiarkan

SEBENARNYA pas saya masuk kuliah dan pikiran kritis saya semakin
mengeong, saya sadar kalau apa yang selama ini saya lakukan adalah
kesalahan. Yeah, saya telah mendukung pembajakan yang tentu mengangkangi
hukum karena melanggar hak cipta. Tapi saya sudah mengonsumsi yang
bajakan sejak SMA -saat itu format VCD. Tapi untuk skala kaset, saya
selalu membeli yang orisinal sejak SD. Maklum, kalau kaset bajakan
enggak akan ada sampul liriknya. Dan kemudian, kegiatan mengonsumsi DVD
bajakan pun menjadi hobi lantaran kesukaan saya menonton film. Saya
tentu hanya salah satu dari sekian ratus  juta orang Indonesia yang
melakukan hal yang sama. Dan saya pun beralibi: toh yang saya beli
adalah bajakan film luar, jadi sekalian melawan kapitalisme orang barat.
Dan lagi, toh yang bikin-bikin itu (produser) sudah pada kaya, jadi 'tak
masalah' jika karyanya dibajak. Wong mereka sudah mendapatkan keuntungan
lebih di negara asalnya.

 
<http://2.bp.blogspot.com/-2AUMJ7f9vls/Twl5emrWTRI/AAAAAAAAHuI/VYqSUN0vl
Ak/s1600/b%252Cn%252C.JPG> 

Tampak dalam (featuring: dua sejoli yg mu nuntun di kos2an).

 

 
<http://3.bp.blogspot.com/-y2rvm839ZTQ/Twl5jpalL1I/AAAAAAAAHuQ/SwdxMaEBC
ig/s1600/bmvm.JPG> 

Toilet, bayar serebu (featuring: pembersih WC).

Di sisi lain, sebenarnya saya (kita) sudah beneran jadi kriminal pelaku
smooth criminal. Di sisi lain, apa yang kita lakukan adalah suatu
apresiasi besar terhadap film. Ah, gaya amat itu kalimat. Ngomong aja,
keinginan membutuhkan hiburan. Yeah, apapun, masyarakat enggak akan
mendapatkan akses mendapat bajakan jika pemerintah mengunci peredaran
DVD bajakan. Namun faktanya, Kokom misalnya, tidak pernah di-banned
sampai sekarang. Kokom pun sempat 'menghilang' atau ditutup, itu pun
hanya berlangsung dalam hitungan pekan. Dan kita pun tahu apa yang
terjadi 'di dalam'. Yeah, keberpihakan aparat terhadap praktek ilegal
ini.

Sebab jika pemerintah kita tegas, lapangan pekerjaan dari penjual DVD
itu akan hilang, masyarakat kelas menengah ke bawah yang butuh hiburan
itu pun  cuma bisa nonton TV doang. Positifnya, masyarakat jadi
kehilangan akses mendapatkan film-film tanpa sensor seperti film berbau
seks dan kekerasan. Maklum, hari gini anak kecil aja bisa nonton Saw
atau American Pie. Alias, semua genre film bisa dibeli secara bebas
tanpa tebang pilih konsumen. Bagi penjual dipidi, yang penting mah laku.
Lihat aja cara beberapa pedagang di luar toko nawar-nawarin bokep
terutama ke cowok-cowok brondong atau tipikal mahasiswa.

Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI)

Siapapun enggak sudi karya kita dibajak. Hal yang sering dialami oleh
blogger yang karyanya wara-wiri tanpa izin di kancah internet. Sementara
sang blogger sendiri sebenarnya sudah melakukan 'kejahatan'
(nyindirdirisendiri.com). Yeah, dunia hukum mengenal sistem perlindungan
Hak atas Kekayaan Intelektual. Adalah peran antara pencipta/inventor,
pengusaha/industri dan pelindung hukum. Pada kenyataan di lapangan,
sistem ini tidak berjalan baik karena beberapa faktor berikut
(referensi: Fenomena VCD Bajakan di Antara Hak Kekayaan Intelektual
<http://www.berpolitik.com/static/myposting/2008/11/myposting_17466.html
> .

 

 
<http://2.bp.blogspot.com/-xrzvfQU4x60/Twl5Yr3ggcI/AAAAAAAAHuA/REEefG0iR
Wo/s1600/gfhf.JPG> 

1.  Lemahnya penegakan hukum

Karya yang punya izin dan nomor hak cipta saja bisa dibajak, apalagi
karya-karya blogger yang dipublikasikan bebas di internet. Saya tidak
mau berpanjang-panjang karena bagian ini saya emang sengaja enggak mau
banyak omong. Yeah, kalian tahu sendiri tentu. Di Bogor, jarak antara
kantor polisi dan  areal yang konon masih menjadi tempat prostitusi
waria di Taman Topi saja masih tetap 'hidup'. Simak artikel hasil
googling berikut: Tugas Jurnalisme - Artikel Feature
<http://i-publish.tumblr.com/post/615860963/tugas-jurnalisme-artikel-fea
ture> 

2. Kesadaran Masyarakat

Masyarakat kita memang perlu diberi banyak pemahaman. Namun pihak 'sono'
mungkin merasa cukup dengan iklan layanan masyarakat yang menjamur pada
akhir 2011, dan sayangnya udah jarang ditemukan (mungkin biaya pasang
iklan di TV itu mahal). Soal pemahaman pun enggak hanya soal HKI, tapi
aspek yang lainnya pula. Ini tentu PR yang susah dikerjakan. Jadi yang
paling praktis adalah 'membiarkan' selama chaos tidak tampak ke
permukaan.  Yeah, fenomena gunung es. Dan kita enggak bisa berharap
banyak dari Tanah Air kita.

3. Keadaan Ekonomi

Jual beli film bajakan merupakan bidang pekerjaan yang menguntungkan
produsen dan pelapak. Ini juga menguntungkan masyarakat kita yang
kebanyakan kalangan menengah untuk mendapatkan tontonan yang 'layak'.
Ketika TV hanya menawarkan akting sejenis Nikita Willy nangis yang lebih
mirip orang nahan berak, penonton cerdas lebih milih drama Korea yang
sialnya cuma bisa didapetin di Kokom atau Glodok, Jakarta.

Kesimpulan

KITA memang punya budaya memilih produk bajakan karena punya harga yang
berbeda dengan kualitas yang setara dengan yang orisinal. Enggak hanya
soal DVD, produk-produk pakaian saja banyak yang kawe (palsu). Dan
ketika kita menggunakannya, tidakkah hati nurani kita mengatakan: wah,
malu sebenarnya karena selama ini gue udah pake barang kawe bin bajakan.
Tapi kata-kata batin itu dikikis manakala banyak orang yang
melakukannya, sehingga membeli barang kawe, sudah bukan hal yang
memalukan, apalagi dianggap melanggar hukum.  Hanya, saya menyarankan
untuk tidak membeli produk bajakan karya dalam negeri. Yah, meskipun
saya juga pernahlah beli-beli MP3 bajakan Indonesia yang notabene jauh
lebih murah dengan konten lagu yang sama-sama jernih dengan album
aslinya.

Pihak distributor musik pun sempat bikin MP3 yang murah meriah. Namun
sepertinya kurang mendapat perhatian masyarakat. Meski dilabeli harga
sepuluh ribu rupiah, namun masyarakat tentu mempertimbangkan hal lain:
kelengkapan lagu. Distributor musik juga membuat pembelian lagu  via
internet secara legal dengan biaya lewat pulsa. Yah, semacam Itunes
namun dengan pembayaran via pulsa. Namun saya enggak tahu apa cara ini
berhasil. Sebab kayaknya mereka (produsen/musisi) lebih banyak kaya raya
dari hasil RBT atau manggung di acara-acara alay sejenis Dahsyat, dll.

Tapi para musisi ini tentu enggak salah kalau sempat keki sendiri
lantaran angka pembajakan begitu liar di sini. Dan kelihatannya mereka
mengutuk pengonsumen bajakan. Yeah, lihat dulu keberpihakan aparat
kitalah. Lagian cobalah lihat kalangan yang lebih miskin dari mereka.
Okey, dibajak itu nyakitin banget, tapi mereka masih bisa hidup enak.
Sementara rakyat yang banting tulang tiap hari, kepinginlah sekali-kali
nonton film berkualitas atau musik berkualitas tanpa keluar uang banyak.
Atau kalau mau beneran bersih, pemerintah harus lebih tegas memberhangus
pembajakan, dan produsen musik mengurangi harga kaset/CD.

 

JPEG image

JPEG image

JPEG image

JPEG image

JPEG image

JPEG image

JPEG image

JPEG image

JPEG image

Other related posts: