[breaktime-corner] Re: Kenapa Makin Banyak yang Sirik Pada Jokowi?

  • From: "Adhi ikhwan Noviyanto" <adhi.ikhwan@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: <tea-corner@xxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Mon, 9 Jan 2012 07:55:37 +0800

Super sekali Le' Goen................

 

________________________________

From: tea-corner-bounce@xxxxxxxxxxxxx
[mailto:tea-corner-bounce@xxxxxxxxxxxxx] On Behalf Of gunawan prakoso
Sent: Sunday, January 08, 2012 10:24 PM
To: tea-corner@xxxxxxxxxxxxx
Cc: gunawan.prakoso@xxxxxxxxx
Subject: [breaktime-corner] Kenapa Makin Banyak yang Sirik Pada Jokowi?

 

 

 


Kenapa Makin Banyak yang Sirik Pada Jokowi?


 


 

Sekitar 14 tahun lalu,saat masih bekerja di Surabaya, saya punya seorang
atasan yang bijak. Beliau senang bercerita sambil menyelipkan nasehat
tentang kehidupan. Nasehatnya tak terkesan menggurui, malah menarik
karena selalu didahului dengan cerita atau perumpamaan yang sangat
mengena dengan petuah yang bakal  diberikan. Itu sebabnya banyak
nasehatnya yang melekat kuat dalam ingatan saya dan sering menginspirasi
saya.

Salah satu nasehatnya yang masih saya ingat sampai sekarang, kurang
lebih begini : "Orang cenderung marah dan benci pada orang lain yang
mengalahkannya, meski orang itu sebenarnya tidak sedang mengalahkannya".
Nah lho, bingung kan mencerna kalimatnya? Analoginya begini : seorang
bocah cilik yang baru saja mendapat adik baru, biasanya tak suka pada
adiknya. Si bocah beranggapan adiknya telah merebut perhatian dan cinta
kasih ibu-bapaknya. Itu sebabnya ada anak balita yang diam-diam suka
mencubit adik bayinya, memukul, bahkan menggigit, jika kebetulan orang
tuanya tak melihatnya. Padahal, adik bayinya tak mungkin punya niat
untuk sengaja mengalahkan si kakak dan merebut perhatian orang tuanya.

Kecenderungan ini ternyata manusiawi dan tak hanya terjadi pada anak
balita. Sampai usia sekolah bahkan remaja pun, kelakuan macam itu masih
terbawa. Buktinya : murid baru di suatu sekolah seringkali mengalami
bullying dari murid asli sekolah itu. Apa lagi kalau murid baru itu
cantik, pintar, anak orang kaya, makin lengkaplah alasan untuk
membencinya. Juara kelas merasa terancam prestasinya, siswi idola
terancam reputasinya. Begitu juga siswa senior gemar banget mem-plonco
juniornya. Itu sebabnya acara opspek susah sekali dihapuskan. Meski
secara formal sekolah tak mengadakan, dengan dalih apapun kakak kelas
akan berusaha mengagendakan acara yang mengakomodir keinginan terpendam
mereka untuk menunjukkan senioritasnya. Di kalangan mahasiswa yang
usianya sudah memasuki dewasa pun, hal seperti ini tetap terjadi.

Bagaimana di kehidupan orang dewasa? Fenomena ini juga tidak bisa
dibilang tidak ada. Seorang karyawan baru seringkali harus menahan diri
dijadikan bahan omongan di lingkungan kantor. Kalau dia rajin, pasti
dibilang cari muka. Kalau performanya baik dan atasan suka hasil
kerjanya, diissukan "ada apa-apa" dengan boss. Apalagi kalau dia seorang
karyawati yang berpenampilan menarik pula! Gak ganjen pun akan
digossipkan macam-macam.

Siswa baru di kelas, anak kelas 1 yang baru masuk SMP/SMA, mahasiswa
baru, karyawan baru, mereka semuanya sebenarnya tidak sedang mengalahkan
teman-teman sekelasnya, kakak kelasnya, seniornya, dan karyawan lama.
Apa salah kalau kebetulan mereka cantik? Apa salah kalau memang siswa
baru itu pintar dan cerdas? Apa salah kalau pegawai baru itu rajin
karena tak ingin kehilangan pekerjaan yang mungkin sangat dibutuhkannya?
Tentu tidak salah! Lalu kenapa harus di-bullying, di-plonco,
digossipkan, bahkan dikucilkan? Ya, karena kehadiran mereka dianggap
ancaman yang bisa mengalihkan perhatian teman sekelas, guru, dosen, boss
di kantor. Mereka yang nota bene siswa lama, kakak kelas, mahasiswa
senior, karyawan lama, tak mau kehilangan comfort zone dan reputasi yang
sudah mereka miliki.

--------------------

Hampir seminggu ini, hampir semua pemberitaan di TV dan koran - terutama
koran lokal Solo dan Jawa Tengah - menyajikan berita soal mobil nasional
karya siswa SMK di Solo, yang bermerk Kiat Esemka. Mungkin berita ini
tak akan jadi polemik kalau hanya membahas soal mobnas saja. Masalahnya
: Jokowi, Walikota Solo menjadi pemakai pertama mobil itu dan memutuskan
memilih Kiat Esemka jadi mobil dinasnya. Pemberitaan pun jadi bias.
Bukan cuma mobnasnya yang ngetop, Jokowi yang sudah ngetop pun jadi
makin ngetop. Anehnya, langkah Jokowi diikuti kepala daerah lain yang
ikut-ikutan memesan mobil itu jadi mobil dinas, termasuk Bupati
Karanganyar, Rina Ariani. Bahkan tadi saya baca di media online, para
selebritis pun ikutan latah memesan mobnas bikinan anak SMK Solo itu.

Apa yang dilakukan Jokowi sebenarnya masih proporsional dan tak
berlebihan. Ibarat seorang Bapak yang anaknya menunjukkan hasil
karyanya, maka Jokowi mengapresiasi karya anaknya dan bersedia
membelinya. Langkah Jokowi yang mau menjadi pemakai mobil karya anak
Esemka bisa menimbulkan rasa bangga dan memotivasi mereka untuk terus
berkarya. Tidak aneh sebenarnya. Yang membuatnya jadi berita besar
justru karena akhir-akhir ini nama Jokowi memang mulai me-nasional.
Jangankan beli mobnas bikinan anak SMK, Jokowi makan pakai lauk kerupuk
pun mungkin bisa jadi berita heboh. Padahal bisa jadi kerupuk itu memang
favorit Jokowi sejak kecil dulu.

Setidaknya selama masa jabatannya 5 tahun pertama, Jokowi sudah
membuktikan prestasi kerjanya dan menunjukkan sikapnya yang merakyat.
Kalau apa yang dilakukan Jokowi selama ini dibuat-buat dan hanya
pencitraan saja, tak mungkin akan bertahan selamanya seperti itu. Orang
bersandiwara pasti akan ketahuan. Justru karena warga Solo yakin dan
percaya bahwa Jokowi memang pemimpin mereka yang layak dijadikan panutan
dan dicintai rakyatnya, maka mereka memilihnya kembali dengan raihan
suara 90%. Jarang incumbent yang terpilih kembali dengan semutlak itu.
Bahkan kalau kepala daerah lain didemo disuruh turun dari jabatan,
Jokowi justru didemo tidak boleh meninggalkan Solo, ketika ada issu yang
mengatakan Jokowi layak memimpin Jakarta. Ya, warga Solo tak rela
melepas Jokowi, meski untuk naik jabatan.

 

Sebenarnya Jokowi tak butuh mobnas untuk jadi tunggangan cari
popularitas. Jokowi sudah populer sebelum mobil itu dibuat. Justru
mobnas itulah yang mendadak dangdut jadi populer karena Jokowi jadi
"penunggang" pertamanya. Coba kalau yang pesan mobnas itu Menristek atau
Menteri Perdagangan atau Menteri Perindustrian, belum tentu follower-nya
banyak. Bahkan seandainya Pak Beye yang pesan mobil Esemka, mungkin yang
pesan hanya para Menteri yang sengaja ikut himbauan Presidennya. Bupati
Karanganyar atau kepala daerah lain yang ikut-ikutan memesan, saya yakin
bukan karena takut dan sungkan pada Jokowi, sebab posisi mereka setara.

Tapi apa daya, penyakit "anak kecil" yang saya sebutkan di atas ternyata
tak hilang ketika seseorang sudah jadi pejabat publik sekalipun. Yang
pertama bereaksi "kakak kelas"Jokowi : Gubernur Jawa Tengah Bibit
Waluyo. "Jokowi ngawur beli mobil yang belum laik jalan. Kalo nabrak
kebo gimana?" omel Bibit. Walikota Semarang, Soemarmo - "rekan sekelas"
Jokowi -ikutan : "Jokowi ojo narsis-lah!" katanya di depan wartawan.
Soemarmo mengklaim di Jawa Tengah belum ada yang bisa menandingi
kemampuan siswa-siswa SMK 7 dan SMK 1 Semarang terkait perakitan mobil
siswa. "Belum sempat diluncurkan sudah keduluan," katanya. Lho, kenapa
sampai keduluan? Apa karena kurang pembinaan dan kurangnya kepedulian
Walikota Semarang? Padahal meski seandainya Soemarmo mendahului Jokowi
meluncurkan mobnas karya siswa SMK Semarang, belum tentu gaungnya
sebesar ini, sebab Soemarmo selama ini bukan pusat berita seperti
Jokowi.

Rupanya tak cukup di kalangan Jawa Tengah saja kecemburuan itu terjadi.
kini giliran Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengeluarkan sindiran serupa
atas wacana Jokowi menggunakan mobil Esemka untuk mobil dinasnya. Kata
Pakde Karwo - sebutan untuk Gubernur Jatim - ide Jokowi itu hanya bagus
untuk tag line untuk pencalonan presiden atau gubernur. Nah, sebenarnya
ketahuan kan siapa yang punya pikiran menunggangi mobnas untuk promosi
saat maju dalam ajang Pemilu?! Padahal ketika Pakde Karwo jadi bintang
iklan pasta gigi, tak ada yang usil mengkritiknya.

Begitulah manusia, seringkali watak aslinya kelihatan justru disaat
emosi menguasai mereka. Dalam kondisi cemburu, marah, iri, maka tanpa
sadar keluarlah ucapan atau pengakuan yang menggambarkan isi hati dan
apa yang ada dalam benak mereka. Bibit Waluyo misalnya, yang dengan
sinis mengatakan bagaimana kalau mobil itu nabrak kebo, sama saja dengan
mengatakan dia tak mempercayai kehandalan mobil itu. Sikap Bibit yang
sinis dan pesimis, menunjukkan bahwa dia memang enggan mengakomodir
sesuatu yang baru hasil karya anak bangsa. Dengan sinismenya itu, siapa
tahu kelak kalau ada mahasiswa Undip yang punya penemuan spektakuler
jadi enggan memamerkannya pada Bibit karena takut dicemooh. Mereka akan
cari figur lain yang mengayomi dan mau meng-endorse mereka. Dan figur
itu kebetulan ada dalam diri Jokowi. Bukan Jokowi yang menawarkan diri
untuk numpang beken.

Begitulah para pejabat kita. Persaingan untuk mendapat tempat di hati
rakyat ternyata tidak membuat mereka berlomba-lomba berusaha dicintai
rakyatnya. Keberpihakan mereka kepada investor dan pengusaha - sampai
rela jadi bintang iklan produk pasta gigi milik pengusaha besar Jatim -
sebenarnya sudah memberikan pilihan pada rakyat untuk tidak dekat dengan
pemimpinnya. Lihat saja bagaimana warga Solo dan Jawa Tengah lebih
membela Jokowi ketimbang Bibit ketika berselisih soal pabrik es Sari
Petojo. Herannya, para pejabat itu bukannya berkaca pada cara Jokowi
merebut hati rakyat, tapi malah mencerca. Kalau begitu cara mereka,
bagaimana mungkin rakyat akan membelanya? Publik sekarang sudah melek
informasi kok. Jadi segala tingkah polah mereka dibaca dan direkam
publik. Makin kekanak-kanakan mereka bereaksi atas suatu hal, makin tak
suka rakyat kepadanya. Nah, Gubernur Jateng, Gubernur Jatim dan Walikota
Semarang, mumpung masih ada waktu sebelum Pilkada, segera ubah perilaku
kalian. Cari cara merebut hati  rakyat, tak usah rebutan mobnas untuk
jadi tunggangan. Masih banyak issu kerakyatan yang bisa digarap. Tentu
digarap dengan hati, bukan sekedar proyek pencitraan semata! Nah,
selamat berkompetisi tanpa rasa iri, semoga semuanya sukses.

 

JPEG image

JPEG image

Other related posts: