** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=206813 Sabtu, 14 Jan 2006, Tidak Cukup dengan Bantuan Oleh Agus Hilman DI MANA bumi dipijak di situ langit dijunjung. Kata-kata itu memberikan pelajaran etika sangat dalam dan universal yang patut kita renungkan kembali di tengah bencana alam yang terus menyanyat negeri ini. Bahwa setiap ruang, baik mikro maupun makro, memiliki aturan dan logika hukum tersendiri yang berfungsi menata tatanan agar berjalan pada jalur yang harmonis. Struktur organisme keharmonisan itu akan hancur dan mengundang kekacauan manakala setiap entitas bergerak di luar kepatuhan terhadap hukum ruang yang mengikatnya. Kearifan petuah tersebut mengalami tantangan ketika rasio manusia mendominasi gerak peradaban ini. Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan rasionalitas. Sebab bagaimanapun, manusia adalah makhluk rasional (homo sapiens/al-hayawan al-nathiq). Tetapi, dia menjadi bencana manakala rasio manusia tersebut (baca teknologi) acap memberikan tempat yang dominan bagi keserakahan dan kelobaan manusia tanpa batas. Walhasil, bukan langit (norma/tata nilai) yang dijunjung, melainkan hasrat untuk meraup keuntungan dan kelobaan berdiri di atas segalanya. Bencana alam yang silih berganti menerpa bangsa ini merupakan akibat ketidakhormatan kita terhadap alam karena kuatnya pemujaan terhadap hasrat kelobaan kita. Alam juga memiliki hukum dan logika sendiri. Ketika aturan-aturan alam (menjaga keseimbangan ekologis) tercabik, saat itulah riak-riak alam tidak dapat kita hindari. Karena alam dianggap objek, seolah ia tidak memiliki jiwa yang harus dipelihara. Karena itu, bencana alam bukan semata takdir yang tidak bisa dihindari, melainkan ia tercipta dari ulah manusia. Tidak bisa dibayangkan, pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Badan Geologi Departemen Energi Sumber Daya Mineral telah membeberkan data bahwa untuk 2006, ada 246 kecamatan di Pulau Jawa yang berpotensi longsor. Itu menunjukkan bahwa keadaan ekologi bangsa ini sudah kronis. Kenyataan tersebut tidak hanya mengancam jiwa-jiwa manusia, tetapi juga meneror kehidupan berbangsa kita. Laporan itu baru wilayah Pulau Jawa, belum berbicara mengenai kondisi alam di Kalimantan, Nusa Tenggara, Bali, Sulawesi Selatan, Aceh, dan lain sebagainya. Ironisnya, yang kerap menjadi kambing hitam atas setiap bencana itu adalah mereka yang terkena musibah tersebut, seperti di Banjarnegara dan Jember. Ibarat sudah jatuh terkena tangga. Sudah terkena musibah, disalahkan pula. Mereka sering dikatakan sebagai penebang liar, tidak tahu manfaat alam, musibah itu akibat tindakan mereka, dan sederet prasangka lain. Sayang, pemerintah (presiden) justru terkesan parsial dalam melihat bencana itu, seolah persoalan akan selesai hanya dengan kembali menanam pohon di hutan-hutan yang gundul. Karena itu, menyikapi bencana alam tersebut dengan hanya terhenti pada seruan berupa dukungan doa dan bantuan material tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Sebab, hal itu akan menyembunyikan sekian faktor utama yang mengakibatkan bencana. Dalam perkara kampanye solidaritas semacam itu, media massa dan masyarakat bawah sudah bisa menanganinya, bahkan lebih efektif. Sayang, para pejabat kita terjebak menjadi juru khotbah penggalangan solidaritas atas berbagai bencana alam yang terjadi saat ini, tetapi mengabaikan masalah-masalah mendasar. Karena itu, menata kembali secara harmonis kondisi alam kita yang semakin kronis tersebut tidak bisa diselesaikan secara parsial (doa dan bantuan an sich). Diperlukan kerja menyeluruh seluruh komponen bangsa ini, tanpa terkecuali. Salah satu yang paling penting adalah jalur struktural (negara). Selain dituntut menindak tegas pelaku illegal logging, pemerintah juga harus memprioritaskan kebijakan-kebijakan yang ramah terhadap lingkungan, terutama dalam kebijakan ekonomi. Kebijakan pemerintah yang sangat kapitalis tak jarang mengorbankan aspek ekologis demi membangun kemegahan artifisial daerah. Membangun kebijakan publik yang berpijak pada penghormatan tinggi terhadap hukum alam (baca etika terhadap alam) adalah niscaya. Alih-alih demikian, pemerintah (pusat/daerah) selama ini justru sering menggunakan legitimasinya untuk memereteli alam secara liar tanpa memperhatikan pertimbangan-pertimbangan alam dan lingkungan dengan menjual nama "untuk kepentingan umum". Baik sadar atau tidak, kenyataan inilah yang memberikan andil besar atas berbagai reaksi alam yang terjadi saat ini, seperti gempa dan longsor di Banjarnegara dan Jember baru-baru ini. Selain itu, peran media massa dan institusi pendidikan pun tidak kalah penting. Media massa sudah seharusnya memberikan ruang lebih besar untuk khalayak pada arah penghargaan dan pengormatan terhadap problem-problem ekologis dan nilai-nilai luhur budaya yang melihat alam sebagai entitas berjiwa. Selain itu, institusi pendidikan pun tidak kalah penting. Logika pembangunanisme dalam pendidikan yang menggurita cenderung menciptakan anak-anak didik tidak peka terhadap nilai-nilai penghormatan terhadap alam. Karena itu, bantuan yang kita salurkan sekarang hanya untuk saat ini, tetapi tetap tidak akan menyelesaikan masalah selama beberapa elemen di atas masih berjalan semula. Jika tetap, bencana alam yang jauh lebih besar akan menunggu kita ? * Agus Hilman, mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta (email: banghilman@xxxxxxxxx [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **