[nasional_list] Re: [ppiindia] Tentang Wawancara TEMPO dengan kiai Sahal

  • From: Nugroho Dewanto <ndewanto@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Mon, 13 Oct 2008 15:30:25 +0700

ketimbang menduga-duga sila anda cek sendiri ke kiai sahal.
tanyakan apakah ada kutipan yang salah?

sejauh ini kiai sahal tidak mengeluh terhadap wawancara itu,
baik melalui surat atau telepon

almarhum kiai hasyim asyari keturunan keluarga basyaiban?
apakah ada rujukan literaturnya?

kalau benar, saya ikut senang karena berarti gus dur tergolong
habib. dan saya bangga karena gus dur tak mau dipanggil habib.
seperti juga banyak kawan-kawan arab saya yang keturunan sayid
tapi menolak disebut habib. padahal kalau mau mereka tinggal
pakai jubah dan surban saja :))



At 01:18 AM 10/13/2008 -0700, you wrote:
>notabene:
>
>"Front Pembela Islam itu bukan Nahdlatul Ulama. FPI
>itu didirikan oleh habaib. Jadi, FPI bukan NU, dan amaliahnya berbeda.
>Wong FPI itu Wahabi kok, sementara NU itu Ahlussunnah Wal Jamaah"
>
>Benarkah
>kalimat di atas memang pernyataan kiai Sahal sebagaimana tertulis dalam
>wawancara di bawah ini? Sungguh mati saya tidak bisa percaya! Saya
>curiga, jangan-jangan Arif Kuswandono dan Sohirin - dua wartawan TEMPO
>yang mewawancarai beliau - salah mengutip kiai Sahal. Sebab sangat
>tidak masuk akal jika Kiai sekaliber kiai Sahal mengatakan FPI Wahabi.
>Dasarnya apa? Sedangkan dalam kenyataannya FPI juga melakukan amaliah
>sebagaimana amaliah yang dilakukan oleh NU. FPI juga tahlilan, ziarah
>kubur, bertawassul, mauludan, dan seterusnya, yang mana semua amaliah
>tersebut merupakan amaliah yang sangat ditentang oleh Wahabi.
>
>FPI
>bukan NU. Itu benar. Namun kalau perbedaannya hanya karena FPI
>didirikan oleh habaib, ini makin tidak masuk akal. Lha wong KH Hasyim
>Asy'ari pendiri NU itu dari (konon) keluarga Basyaiban. Apa ini bukan
>marga habaib? Masak sebagai kiai sepuh, kiai Sahal tidak tahu soal
>beginian?
>
>Atau jangan-jangan ada "sesuatu" di balik wawancara
>ini mengingat Goenawan Mohamad lagi ada masalah dengan FPI? Tapi kenapa
>pula "ketidaksepahaman" kiai Sahal dengan Gus Dur juga dimuat dalam
>wawancara, padahal GM dikenal akrab dengan gus Dur, bahkan sama-sama
>terlibat dalam AKKBB?
>
>Tuhanku, lindungilah Indonesia dari segala adu domba...
>
>-Fahmi Faqih
>
>
>TEMPO32/XXXVII 29 September 2008
>KH Sahal Mahfudh:
>Kita Majemuk, Kaya Budaya dan Tradisi
>
>DIA
>ulama yang punya otoritas tertinggi di negeri ini. Dua jabatan penting
>sekaligus diembannya: Rais Aam Syuriah Nahdlatul Ulama dan Ketua Umum
>Majelis Ulama Indonesia. Kiai Haji Mohammad Ahmad Sahal Mahfudh
>menguasai berbagai kitab fikih klasik. Dia bahkan telah menelurkan
>beberapa buku fikih dan dikenal sebagai orang yang mempopulerkan fikih
>sosial.
>
>?Romo Kiai??begitu santrinya biasa memanggil?adalah
>orang yang konsisten memandu Nahdlatul Ulama sesuai dengan Khittah
>1926. Itu sebabnya ia masygul ketika sebagian besar pengurus Nahdlatul
>Ulama terjun ke politik praktis. ?Praktek khittah di NU sekarang sedang
>macet,? kata pengasuh Pondok Maslakul Huda di Kajen, Margoyoso, Pati,
>Jawa Tengah, itu.
>
>Kiai Sahal menyentil tindakan oknum pengurus
>itu lewat mekanisme organisasi. ?Semua orang NU sebenarnya sudah paham
>gaya saya,? kata penerima gelar doktor honoris causa bidang fikih dari
>Universitas Islam Negeri Jakarta pada 2003 itu. ?Saya bukan orang yang
>suka umbar omong,? kata suami Nafisah?atau dikenal dengan Nyai
>Sahal?anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Jawa Tengah, itu.
>
>Pada
>usia 70 tahun, KH Sahal Mahfudh harus tetap bolak-balik Jakarta-Pati.
>Namun, selama Ramadan, ia memilih tinggal di pondok untuk mengaji
>bersama santri, dan menolak bepergian. ?Masak, setahun enggak bisa
>khatam Al-Quran sekali pun,? katanya.
>
>Ketika Arif Kuswardono dan
>Sohirin dari Tempo menemuinya, Sabtu pekan lalu, sejumlah santrinya
>mengatakan sang kiai sedang sakit. Bibir Kiai Sahal memang terlihat
>mengering dan pecah-pecah. Namun ia mengaku masih fit dan bugar. ?Saya
>tidak pernah berolahraga. Resepnya mungkin karena makan saya tidak
>neko-neko,? ujarnya.
>
>Kiai Sahal menerima Tempo di ruang tamu
>rumahnya yang berisi sofa sederhana dan kipas angin sumbangan santri.
>Bersarung batik dengan kemeja lengan panjang, pria yang sejak
>kanak-kanak ditinggalkan ayahnya?KH Mahfudh, wafat dalam tahanan
>Jepang?ini tidak banyak bergerak selama dua jam wawancara.
>
>Sebagai
>pemimpin Nahdlatul Ulama, bagaimana Anda menyikapi perseteruan antara
>Front Pembela Islam dan kelompok pembela Ahmadiyah, yang konon
>sama-sama berasal dari Nahdlatul Ulama?
>
>Front Pembela
>Islam itu bukan Nahdlatul Ulama. FPI itu didirikan oleh habaib. Jadi,
>FPI bukan NU, dan amaliahnya berbeda. Wong FPI itu Wahabi kok,
>sementara NU itu Ahlussunnah Wal Jamaah.
>
>Bukannya Nahdlatul Ulama juga mengakui habaib?
>
>Wahabi
>itu tidak cocok dengan Indonesia, karena Wahabi hanya mengenal Al Quran
>dan sunah. Yang tidak ada dalam Al-Quran dan sunah dianggap sesat.
>Kalau ini diterapkan di Indonesia, tidak cocok. Kita majemuk, kaya
>budaya dan tradisi. Sepanjang tidak bertentangan, meski tidak disebut
>di dalam Al-Quran atau sunah, tidak apa-apa.
>
>Bagaimana dengan sebagian kalangan muda Nahdlatul Ulama yang membela 
>Ahmadiyah?
>
>Mereka
>membela atas nama hak asasi manusia. Tapi mereka lupa, Ahmadiyah itu
>mempunyai akidah yang berbeda. Mereka menganggap Mirza Ghulam Ahmad
>sebagai nabi. Ini yang tidak benar. Silakan Ahmadiyah mendirikan agama
>sendiri, jangan mengaku menjadi bagian dari Islam, karena telah
>mengangkat pemimpinnya sendiri sebagai nabi. Di negara-negara lain,
>Ahmadiyah juga dilarang.
>
>Bukankah berkembangnya Ahmadiyah merupakan bentuk kegagalan dakwah 
>Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah?
>
>Ini
>bukan kegagalan dakwah NU dan Muhammadiyah, karena keduanya mempunyai
>target dakwah masing-masing. Mereka sudah ada dari dulu, tapi belum
>sebesar sekarang. Dari dulu kita memang tidak berdakwah kepada mereka.
>
>Sebagai kiai sepuh, bagaimana Anda melihat sosok Abdurrahman Wahid?
>
>Saya
>kasihan kepada Durrahman. Saat ini hamper tidak ada ucapan dia yang
>bersih dari kepentingan orang lain. Ada orang-orang di sekelilingnya
>yang memanfaatkan dia. Durrahman sudah tidak bisa lagi menjadi dirinya
>sendiri. Tapi biarkan saja, Durrahman memang susah diingatkan. Kalau
>diingatkan, malah nantang. Kecuali dipancing diskusi. Jadi, cara
>mengingatkannya harus dengan berdebat. Kalau kita bisa mematahkan
>argumentasinya, baru dia akan percaya. Saya pernah melakukannya
>beberapa kali. Tapi dulu.
>
>Kenapa tidak dilakukan lagi?
>
>Sudah
>susah. Orang di sekitarnya punya banyak kepentingan (Kiai Sahal
>menyebut sejumlah nama secara off the record). Itu yang saya tahu.
>
>Bukankah jika Partai Kebangkitan Bangsa terus bergolak, imbasnya akan 
>menyeret Nahdlatul Ulama?
>
>Memang
>tidak bisa melarang warga NU berpolitik praktis. Makanya, bagi yang
>ingin bersinggungan dengan politik praktis, harus mundur dari pengurus.
>Saya sudah berpengalaman karena pernah menjadi pengurus di Pati saat NU
>jadi partai. Jadi, NU tetap harus bersih dari politik praktis, karena
>sudah menyatakan kembali ke Khittah NU 1926, yakni NU harus berkhidmat
>kepada kepentingan rakyat. Meski itu juga susah sekali, bahkan saat ini
>jadi macet.
>
>Mengapa macet? Karena Hasyim Muzadi (Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar 
>Nahdlatul Ulama) pernah menjadi calon wakil presiden?
>
>Hasyim
>itu kan Ketua PNU, Partai Nahdlatul Ulama. Karena hasrat politiknya
>begitu tinggi, saya sendiri enggak cocok dan enggak sanggup lagi kalau
>harus bersama dia. Berkali-kali sudah saya ingatkan, tapi tidak
>digubris. Syuriah memang tak bias memecat Tanfidziyah. Tidak ada
>mekanismenya. Akibatnya, sekarang malah banyak pengurus NU di daerah
>menjadi calon bupati atau wakil bupati. Kalau nanti masa jabatan saya
>habis, saya enggak mau dipilih lagi. Kalau masih diminta organisasi,
>saya tidak mau bareng Hasyim lagi.
>
>Mengapa Anda tidak menegur Hasyim?
>
>Waktu
>dia mau maju sebagai calon wakil presiden, dia kan minta pendapat saya.
>Saya sudah ingatkan dia untuk mundur kalau mau maju. Tapi dia tidak mau
>mundur. Dia mau menggunakan massa NU. Waktu kemarin pemilihan Gubernur
>Jawa Timur, dia juga menemani Khofifah (Khofifah Indar Parawansa, calon
>Gubernur Jawa Timur yang lolos putaran kedua) membagi-bagi duit ke
>pengurus NU. Begitu tahu, saya langsung menegur dia lewat Sekretaris
>Jenderal PBNU. Money politics kok ditunggoni (ditunggui?Red.) Ketua NU.
>Ini kan sudah kebablasan.
>
>Anda mengaku anti politik praktis. Tapi istri Anda sendiri kini duduk 
>menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah?.
>
>Saya
>sebenarnya melarang, tapi orang-orang itu terus mendesak. Saya kan
>tidak bisa melarang orang mencalonkan. Yang mendorong itu banyak
>sekali, masak tidak ditanggapi? Itu kan amanah juga? Tapi saya sudah
>bilang kepada istri saya, cukup sekali masa jabatan saja. Saya sendiri
>cukup repot tidak ada istri di pondok. Banyak soal tidak terurus.
>Bukannya pondok jadi telantar, tapi kan lain kalau ada istri di pondok.
>
>Bagaimana Anda melihat tragedi pembagian zakat di Pasuruan, yang 
>menyebabkan korban tewas 21 orang?
>
>Sebenarnya
>tidak harus seperti itu. Zakat yang paling baik itu diantarkan, bukan
>penerimanya dipanggil. Jadi, si muzaki (wajib zakat) sudah tahu
>mustahik (penerima zakat) siapa saja yang akan diberi.
>
>Apakah model pembagian zakat seperti di Pasuruan itu dibenarkan?
>
>Boleh
>sih boleh, tapi tidak utama. Anjuran syariat adalah zakat itu
>diantarkan. Dengan diantar, akan terseleksi siapa yang benar-benar
>berhak menerima zakat, dan kejadian berdesak-desakan bisa dihindari.
>Pembagiannya juga bisa dengan membentuk panitia.
>
>Bukankah pembagian zakat dengan mengundang orang bisa menimbulkan kesan 
>riabagi si pemberi zakat?
>
>Ya.
>Dan menimbulkan kesan bahwa umat Islam itu sangat melarat. Masya
>Allah?. Kalau zakat diantar, hal itu bisa menjaga perasaan si penerima
>zakat. Sekalipun mereka miskin, tidak harus dipaksa meminta-minta.
>Sekalipun mereka miskin, mereka juga manusia yang harus dihormati.
>
>Bagaimana
>dengan sedekah? Sedekah sekarang jadi populer sebagai jalan
>melipatgandakan rezeki karena janji balasan berlipat dari Allah?
>
>Ada
>hadis mengatakan bersedekah itu akan mendapatkan pahala sepuluh kali
>lipat. Kalau sedekah sepuluh, akan mendapatkan seratus, baik pahala di
>dunia maupun di akhirat. Tapi ingat, pahala itu jangan semata-mata
>dimaknai sebagai uang. Saya selalu mempraktekkannya juga. Misalnya saya
>bersedekah, selalu saja akan mendapatkan ganti, meski bukan dalam
>bentuk uang. Misalnya, saya bersedekah, eh... tiba-tiba ada orang
>memberikan kain kepada saya. Tidak ada ketentuan siapa penerima
>sedekah. Orang kaya disedekahi juga enggak apa-apa. Menggunakan uang
>sedekah untuk pelatihan atau pembelian sarana sosial itu boleh.
>Penggunaan uang zakat dan sedekah harus dipisahkan, karena
>peruntukannya lain.
>
>Bukankah sudah ada amil zakat? Kenapa masyarakat masih menyalurkan 
>zakatnya sendiri?
>
>Mohon
>maaf, ya?. Amil yang dibentuk oleh Departemen Agama itu tidak ada yang
>benar. Mereka tidak mampu dan tidak menguasai persoalan zakat. Mereka
>itu tidak tahu yang sebenarnya miskin itu apa, fakir itu apa, serta
>pengertian delapan kelompok penerima zakat. Mereka juga tidak bisa
>mengelola. Jadi, sukar masyarakat percaya kepada amil zakat.
>Jangan-jangan zakat itu tidak diberikan kepada yang berhak.
>Jangan-jangan amilnya lebih banyak menerima bagiannya. Itu keraguan
>yang muncul.
>
>Bukankah banyak lembaga zakat swasta? Pilihannya tidak hanya satu amil saja?
>
>Amil
>itu banyak syarat dan ketentuannya. Dan harus diangkat oleh pemerintah.
>Di mana-mana, amil itu yang membentuk pemerintah. Orang tahunya amil
>adalah orang yang membagi-bagikan zakat. Padahal amil itu mengelola
>zakat. Jadi, harus tahu zakat itu bagaimana, siapa yang berhak
>menerima, bagaimana penyalurannya.
>
>Adakah contoh amil yang bagus di luar negeri?
>
>Banyak.
>Misalnya di Malaysia dan Arab Saudi. Mereka benar-benar mengetahui
>siapa yang berhak menerima zakat. Mereka menggunakan data kependudukan
>untuk mengetahui siapa saja yang paling berhak menerima zakat.
>
>Beberapa lembaga amil mengambil uang zakat untuk pengkaderan para petugas 
>amil. Seberapa bagian amil dari zakat?
>
>Zakat
>itu bisa dibagikan kepada amil juga. Tapi uang zakat tidak bisa
>digunakan untuk pelatihan. Bahwa setelah menerima bagian zakat, si amil
>akan menggunakannya untuk pelatihan, itu tidak apa-apa. Yang tidak
>boleh itu, sebelum dibagikan kepada yang berhak, zakat dipotong untuk
>menyelenggarakan pelatihan. Mustahik itu cuma delapan. Tidak ada
>ketentuan untuk pelatihan.
>
>Bagaimana kalau zakat digunakan untuk pemberian beasiswa atau ambulans 
>gratis atau modal usaha?
>
>Saya
>tanya, itu (mobil ambulans) masuk asnaf (kelompok penerima zakat) yang
>mana? Asnaf itu cuma delapan. Jangan ditambah-tambah. Zakat boleh
>dikelola untuk hal-hal lain, asalkan sebelumnya diterimakan dulu kepada
>yang berhak.
>
>Salah satu tujuan
>zakat adalah mengubah mustahik menjadi muzaki. Itu sebabnya zakat harus
>dikelola profesional untuk mengentaskan si miskin?
>
>Tidak ada tujuan zakat semacam itu. Itu kan pikiran orang sekarang saja? 
>Di kitab fikih tidak ada.
>
>Jadi, zakat tidak berfungsi memperbaiki kesejahteraan umat?
>
>Zakat
>itu kewajiban orang yang punya duit untuk diberikan kepada yang berhak.
>Apakah penerima perlu tahu bahwa yang diterimanya adalah uang zakat?
>Tidak perlu. Setelah dibagikan, penggunaannya terserah si penerima.
>
>Bukankah
>kalau zakat diberikan dalam bentuk uang masing-masing Rp 30 ribu hanya
>akan habis dimakan? Lain halnya kalau dikelola untuk modal kerja?
>
>Diterimakan
>dulu kepada yang wajib menerima. Bahwa setelah itu akan dikelola dalam
>bentuk lain, silakan. Kalau yang dibagikan itu bisa untuk modal usaha,
>itu lebih baik, tapi kalau masing-masing menerima hanya Rp 30 ribu,
>bisa untuk modal apa?
>
>Kenapa
>Nahdlatul Ulama sebagai organisasi ulama, yang tentu banyak ahli
>fikihnya, tidak membentuk amil agar pengelolaan zakat bisa optimal?
>
>Nahdlatul Ulama tidak mendirikan amil. NU hanya mengupayakan bagaimana 
>cara berzakat yang benar.
>
>Penelitian
>Universitas Islam Negeri Jakarta menyebutkan bahwa potensi zakat di
>Indonesia per tahun mencapai Rp 20 triliun. Tapi hanya tujuh persen
>yang masuk ke lembaga amil. Kalau banyak lembaga amil, tentu potensi
>zakat bisa optimal?.
>
>Amil itu lembaga resmi yang harus
>dibentuk oleh pemerintah. Jadi tidak mudah menamakan diri sebagai amil.
>Bayangkan, kalau tidak dibentuk resmi oleh pemerintah, bisa-bisa satu
>kampong terdapat puluhan amil. Inilah salah kaprahnya. Orang yang
>membagikan zakat dikira amil, padahal dia cuma panitia zakat.
>
>Lantas apa makna sosial diwajibkannya zakat?
>
>Makna
>sosialnya bermacam-macam. Bisa menimbulkan kepedulian sosial, bisa
>menjadikan orang yang sebelumnya sebagai penerima zakat kemudian
>menjadi wajib zakat. Yang jelas, jangan sok punya pikiran zakat itu
>untuk membuat orang menjadi kaya. Sebab, menjadi kaya itu urusan Allah.
>
>Sejauh mana aturan fikih zakat itu harus berdampak pada kehidupan sosial?
>
>Sebetulnya,
>fikih itu tidak bisa lepas dari kehidupan bermasyarakat. Misalnya
>menemui tamu itu fikih. Jika tamu mau pulang, kita mengantarkannya
>sampai ke pintu, atau ke kendaraan, itu juga diajarkan fikih. Itu bukan
>sekadar adab, tapi juga diatur dalam fikih, dan ada pahalanya. Cuma,
>orang tidak tahu bahwa itu ibadah. Jadi, fikih itu tidak hanya mengatur
>salat, puasa, zakat, dan haji?.
>
>Apa sebetulnya makna fikih?
>
>Fikih
>adalah ilmu tentang segala amaliah perbuatan manusia. Jadi, semua bisa
>menjadi urusan fikih. Karena itu, menurut saya, fikih itu jangan
>dijadikan lembaga legalitas formal yang hanya berbicara soal
>halal-haram. Fikih harus dijadikan etika sosial. Setiap kali kita
>melakukan sesuatu, harus dilandasi niat fikih, sehingga akan berpahala.
>
>Bukankah selama ini ada pelembagaan fikih secara formal, misalnya ada 
>lembaga fatwa di Majelis Ulama Indonesia?
>
>Maksud
>saya, di samping dijadikan lembaga formal yang menentukan halal haram,
>juga sebagai etika sosial. Sebagai legalitas formal dalam arti
>halal-haram tetap perlu, misalnya tentang salat dan zakat.
>
>Sebagai pengasuh pesantren, Anda menginginkan santri seperti apa?
>
>Cita-cita
>saya hanya satu, mempunyai santri yang saleh. Saya tidak pernah
>menginginkan santri yang pandai. Buat apa pandai kalau tidak saleh?
>Sebaliknya, lebih baik bodoh tapi saleh.
>
>KH MOHAMMAD AHMAD SAHAL BIN MAHFUDH
>Tempat dan tanggal lahir; Kajen, Pati, 17 Desember 1937
>Pendidikan:
>Ibtidaiyah Mathaliul Falah, Kajen, 1949
>Tsanawiyah Mathaliul Falah, Kajen, 1953
>Pondok Pesantren Bendo, Pare, Kediri, 1957
>Pondok Pesantren Sarang, Rembang, 1960
>Belajar di Mekah di bawah bimbingan Syekh Yasin al-Fadani, 1960
>Karier:
>Guru Pesantren Sarang, Rembang, 1958-1963
>Guru Pesantren dan Pengasuh Pondok Maslakul Huda, Kajen, 1963-sekarang
>Dosen Syariah di Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang, 1982-1985
>Rektor Universitas Islam Nahdlatul Ulama, Jepara, 1989-sekarang
>Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 1999-sekarang
>Ketua Majelis Ulama Indonesia Pusat, 2000-sekarang
>
>
>
>
>
>[Non-text portions of this message have been removed]
>
>
>------------------------------------
>
>***************************************************************************
>Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia 
>yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
>http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
>***************************************************************************
>__________________________________________________________________________
>Mohon Perhatian:
>
>1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
>2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
>3. Reading only, http://ppi-india.blogspot.com
>4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
>5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
>6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
>Yahoo! Groups Links
>
>
>

Other related posts: