** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.indomedia.com/bpost/012006/20/opini/opini2.htm Stigma Wanita Berjibab Oleh : Mahmudi Asyari Seiring gencarnya pencarian orang-orang yang diduga terlibat aksi teror di Indonesia, ternyata tidak hanya berdampak kepada mereka yang terkait secara langsung dengan aksi yang menyengsarakan banyak orang. Korbannya tidak hanya yang menjadi sasaran pengeboman, tapi juga orang-orang terdekat (keluarga dan teman) pelaku, masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, pejabat daerah di di daerah ia tinggal, dan Umat Islam pada umumnya. Selain itu, aksi teror ternyata menyeret mereka yang sebenarnya hanya bersikap taat kepada suaminya, yaitu wanita yang menjadi istri dari orang-orang yang dicurigai terkait aksi tersebut. Jika mereka tidak memakai jilbab mungkin akan lain ceritanya. Tetapi, mengingat mereka semua memakai jilbab terlebeih jilbab lebar dan panjang, persoalannya tidak sampai di situ. Tidak hanya aksi suaminya yang dikutuk, tapi secara tidak langsung mereka pun ikut dikutuk. Dengan tidak adanya usaha untuk mengurai persoalan jilbab itu, sungguh telah melahirkan imej bahwa wanita berjilbab identik dengan kekerasan. Dengan kata lain, wanita berjilbab adalah pendukung atau paling tidak simpatisan aksi teror. Ini sungguh memprihatinkan, karena stigma itu -entah disengaja atau tidak-- akan membuat muslimah yang berusaha mengenakan pakaian sesuai ajaran agamanya mundur dari kayakinan itu. Terlebih jika stigma sudah sedemikian kuat, akan membuat muslimah takut memakai jilbab. Bahkan, jika usaha memberi label negatif itu tidak direm sedemikian rupa, akan melahirkan wacana sebagai pakaian terlarang. Stigma bagi wanita berjilbab seperti saat ini terjadi pada 1990-an. Sejumlah wanita berjilbab menjadi sasaran kekerasan massa, karena dituduh sebagai penebar racun. Stigma itu, membuat takut sejumlah orangtua dan melarang anaknya untuk mengenakan jilbab. Usaha mengidentikkan wanita berjilbab dengan penebar racun, sepertinya tidak berdiri sendiri. Tapi terkait erat dengan gencarnya kritik Umat Islam terhadap peraturan pemerintah, yang memberi kekuasaan kepada sekolah untuk 'mendendang' siswinya yang berjilbab. Namun, karena kuatnya desakan Umat Islam, akhirnya dibuat kesepakatan antara Depdikbud dan MUI tentang penggunaan jilbab bagi siswi di sekolah umum. Begitu juga saat ini. Pemicunya saja yang berbeda, yaitu terorisme. Namun, usaha memberantas aksi terorisme yang secara tidak langsung menyeret wanita pemakai jilbab sepertinya ada aspek lain yang ikut menjadi target terselubung, yaitu usaha untuk menegakkan Syariat Islam di Indonesia. Banyak pihak merasa takut pada kampanye penerapan Syariat Islam itu, karena yang terbayang di benak mereka adalah hukum potong tangan, pancung, dan larangan zina serta kumpul kebo. Sebab kedua tindakan terakhir bisa dikenai hukum cambuk 100 kali atau rajam (hukuman mati dengan dilempari batu krikil). Adanya anggapan itu, karena mereka yang mengusungnya tidak bisa mengurai apa itu syariat dan apa itu fikih. Akibatnya, ketika muncul usaha menerapkan syariat yang terbayang adalah keseraman itu. Maka dari itu, terorisme merupakan momentum yang tepat bagi mereka yang tidak suka terhadap kampanye penerapan Syariat Islam (selain ekonomi syariah) untuk mengidentikkannya dengan keseraman itu. Dan, dalam konteks sebagai tahap awal adalah jilbab, karena yang paling terlihat. Umat Islam memang sukar menghindar dari tuduhan, bahwa wanita berjilbab tidak identik dengan kekerasan atau paling tidak sebagai istri dan anak perempuan dari pria yang terkait dengan kekerasan. Terlebih, setelah ditangkapnya wanita berjilbab yang terlibat aksi bom bunuh diri Jordania. Mungkin bagi Umat Islam Indonesia masih bisa meredam tuduhan itu. Mengingat wanita-wanita itu hanya ibu rumah tangga biasa yang taat kepada suami mereka, dan memang tidak terlibat dalam aksi teror. Sebenarnya bangsa ini yang mayoritas Umat Islam, harus bisa memberikan pencerahan bahwa secara kebetulan saja mereka bersuamikan pria yang terlibat aksi teror. Dan, itu tidak bisa digeneralisasi sebagaimana halnya Umat Islam tidak bisa menggeneralisasi wanita nonmuslim di Maluku sebagai pendukung aksi teror, meskipun sebagai istri dari pelaku teror terhadap mereka. Begitu juga dengan pemakai jilbab, tidak bisa diidentikkan dengan terorisme, karena ternyata wanita yang memakai jilbab (panjang dan besar) lebih banyak dari mereka yang menjadi istri pelaku teror. * Mahmudi Asyari, MA adalah mahasiswa S3 UIN Jakarta e-mail: mahmudiasyari@xxxxxxxxxxxxx [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **