[nasional_list] [ppiindia] Re: Pluralisme Dalam Sengketa

  • From: "RM Danardono HADINOTO" <rm_danardono@xxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Fri, 21 Oct 2005 06:18:06 -0000

** Mailing List Nasional Indonesia http://www.ppi-india.org ** 
** Situs milis nasional: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia ** 
** Info Beasiswa Indonesia http://informasi-beasiswa.blogspot.com **
Iya mas, karena ajaran ajaran suku suku Semit (Yahudi, Kristen dan 
Islam) berintikan statement "jalanku yang terbenar". Gimana gak mau 
bunuh bunuhan, mas?

salam

danardono



--- In ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx, "(*-* Alvin DanielS *-*)" 
<alvindaniels@xxxx> wrote:
>
> betul pak,
> kristen adalah salah satu agama yg disebarkan dgn darah dan 
kemarahan...
> 
> salah satunya adalah fransisco pizzaro, bangsawan spanyol yg 
menyebarkan
> katolik di peru dengan membunuh, memperkosa dan memaksa suku indian 
utk
> menjadi katolik...
> yg akhirnya melahirkan organisasi separatik 'tupac amaru'the 
shining path'.
> 
> islampun disebarkan di turki dgn cara yg sama,
> kristen di indonesia melalui spanyol dan belanda jg melakukan 
pemaksaan yg
> sama...
> 
> memang saat ini, budha masih yg paling bersih..entah dari sikap 
pemeluknya
> maupun dari ajaranya.
> 
> 
> on 10/20/05 8:22 PM, RM Danardono HADINOTO at rm_danardono@xxxx 
wrote:
> 
> > Mas Muhkito,
> > 
> > 
> > Sebuah tulisan yang sangat legawa, lugas dan jujur:
> > 
> > ------------------
> > "Masalahnya dapat dirumuskan begini: Agama-agama mengklaim membawa
> > berkah dan keselamatan kepada seluruh manusia. Tetapi dalam 
kenyataan
> > sebagian sejarah agama-agama monotheis, Keyahudian, Kristianitas 
dan
> > Islam,ditulis dengan darah.
> > 
> > Itu beda dengan agama misionaris besar keempat didunia, Budhisme.
> > 
> > Sejauh saya tahu, penyebaran Budhisme serta pertemuan dan
> > komunikasinya dengan agama-agama "saingan" tak pernah disertai
> > kekerasan. 
> > 
> > Sebagai anggota yakin salah satu agama misionaris,Kristianitas
> > Katolik, yang banyak mencurahkan darah dan cenderung ke
> > kekerasan dalam sejarah dan konfrontasinya dengan agama-agama 
lain,
> > sayamerasa malu, sekaligus iri dan rindu dengan gaya "misi" 
Budhisme
> > itu. Saya merasa bahwa sebenarnya itulah cara agama-agama 
misionaris
> > melakukan misi mereka dan bertemu dengan agama-agama lain...."
> > 
> > 
> > ------------
> > 
> > 
> > Ini patut kita renungkan bersama. Menolak kekerasan dalam segala
> > bentuk, adalah jalan terindah untuk menyampaikan iman kita pada
> > sesama umat. 
> > 
> > Damai. Penuh respekt. Tidak merendahkan yang lain.
> > 
> > 
> > Salam
> > 
> > danardono
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > --- In ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx, Muhkito Afiff 
<muhkito.afiff@xxxx>
> > wrote:
> >> 
> >> -------------------------------------
> >> IslamEmansipatoris.com, Jum'at, 14 Oktober 2005
> >> 
> >> 
> >> 
> >> Oleh: Franz Magnis-Suseno
> >> 
> >> 
> >> Adalah jasa Majelis Muslim Indonesia (MUI) bahwa mereka 
mengangkat
> >> kembali ke panggung diskursus publik sebuah tema yang tidak
> >> berhenti-henti menentang tiga agama Abrahamistik: hal pluralisme.
> > Debat 
> >> ini memang tidak boleh dan tidak dapat dihindari dan kita harus
> >> berterima kasih kepada MUI bahwa MUI mengembalikannya ke panggung
> >> diskursus publik. Prasaran ini?yang tidak secara khusus mau
> > menanggapi 
> >> sikap MUI?mau menjadi sumbangan terhadap diskusi itu.
> >> 
> >> Masalahnya dapat dirumuskan begini: Agama-agama mengklaim membawa
> > berkah 
> >> dan keselamatan kepada seluruh manusia. Tetapi dalam kenyataan
> > sebagian 
> >> sejarah agama-agama monotheis, Keyahudian, Kristianitas dan 
Islam,
> >> ditulis dengan darah. Itu beda dengan agama misionaris besar
> > keempat di 
> >> dunia, Budhisme. Sejauh saya tahu, penyebaran Budhisme serta
> > pertemuan 
> >> dan komunikasinya dengan agama-agama "saingan" tak pernah 
disertai
> >> kekerasan. Sebagai anggota yakin salah satu agama misionaris,
> >> Kristianitas Katolik, yang banyak mencurahkan darah dan cenderung
> > ke 
> >> kekerasan dalam sejarah dan konfrontasinya dengan agama-agama 
lain,
> > saya 
> >> merasa malu, sekaligus iri dan rindu dengan gaya "misi" Budhisme
> > itu. 
> >> saya merasa bahwa sebenarnya itulah cara agama-agama misionaris
> >> melakukan misi mereka dan bertemu dengan agama-agama lain.
> >> 
> >> Namun sejarah tidak bisa ditiadakan lagi. Dan di sini bukan 
tempat
> > untuk 
> >> menelusuri (yang sudah banyak dilakukan) mengapa agama-agama
> > monotheis 
> >> begitu cenderung ke kekerasan dan kekejaman .
> >> 
> >> Karen Amstrong dalam "A History of God"  melakukannya dan apa 
yang
> >> ditulisnya memang menjadi bahan refleksi serius bagi anak-anak
> >> agama-agama Abrahamistik. Akan tetapi, Karen Amstrong sendiri,
> > mantan 
> >> suster itu, mengaku tidak lagi percaya pada Allah personal (hal
> > mana 
> >> sama dengan mengatakan bahwa ia memang tidak percaya lagi pada
> > adanya 
> >> Allah karena Allah secara hakiki bersifat personal, artinya, bisa
> >> mengetahui, bertindak, berminat, bermaksud, berkomunikasi; 
Amstrong
> >> termasuk mereka yang meleburkan agama-agama ke dalam
> > suatu `ekspresi 
> >> dimensi transenden dalam manusia'), ia bisa menghindar dari tugas
> > yang 
> >> justru membebani kita yang tetap percaya bahwa ada Allah 
personal,
> > hal 
> >> mana juga berarti bahwa kita juga berpegang pada pluralitas, ya
> >> perbedaan antara agama-agama. Justru sebagai itu jalinan 
komunikasi
> >> positif dan penuh percaya menjadi tugas bagi kita. Apabila, 
seperti
> > kata 
> >> Amstrong, pada dasarnya tak ada perbedaan antara agama-agama 
karena
> >> menurut dia semua tidak lebih dari ekspresi dimensi religius 
dalam
> >> manusia, masalah khas hubungan antara mereka yang berbeda dapat
> >> dihindari. Karena itu beberapa dari nasehat terselubung Karen
> > Amstrong 
> >> saya anggap agak gampangan.
> >> 
> >> Tetapi kita tentu wajib belajar dari sejarah. Sejarah yang untuk
> >> sebagian buruk itu jangan ditutup-tutup, melainkan diingat untuk
> > tidak 
> >> diulang lagi, atau, lebih tepat, untuk, dengan rahmat Allah,
> > membebaskan 
> >> diri dari padanya. Yang jelas, di abad ke-21 mutu suatu agama 
tidak
> > akan 
> >> diukur dari klaim-klaimnya sendiri, melainkan dari apakah dia
> >> betul-betul menunjukkan diri sebagai rahmat bagi seluruh 
masyarakat
> > di 
> >> tengah-tengahnya ia hadir. Jadi sebagai kekuatan yang ramah, yang
> >> mendukung kehidupan, yang mendamaikan, yang acuh tak acuh 
terhadap
> >> ketidakadilan, penindasan dan peminggiran mereka yang lemah di
> > manapun 
> >> dan dari golongan apapun, yang tidak beringas dan menakutkan,
> > melainkan 
> >> sejuk dan positif, yang anti kekerasan, komunikatif, mampu
> > membangun 
> >> hubungan atas dasar saling percaya. Agama harus nyata-nyata
> > mendobrak 
> >> batas-batas kecemburuan, kecurigaan, kebencian, dendam, arogansi.
> > Jadi 
> >> agama harus membawa diri dengan rendah hati. Itu berarti, para
> > agamawan, 
> >> para tokoh agama, harus betul-betul rendah hati, tahu diri, 
selalu
> > siap 
> >> ditegur, diminta pertanggungjawaban, siap belajar, siap 
memperbaiki
> >> diri. Sikap rendah hati itu hakiki karena kalau agamawan arogan, 
ia
> >> justru menyangkal apa yang diakui dengan mulut, yaitu iman dan
> > ketaatan 
> >> kepada Allah. Hanya manusia yang tahu bahwa ia selalu masih tidak
> > tahu, 
> >> termasuk mengenai agamanya sendiri, dapat menjadi serius tentang
> > Allah 
> >> yang Mahatahu dan Mahabaik dan Mahaadil. Orang yang betul-betul
> > tahu 
> >> tentang Allah, tahu juga betapa pengertiannya sendiri, termasuk
> >> pengertiannya tentang agamanya sendiri, teramat batas. Ia rendah
> > hati 
> >> dan tidak arogan.
> >> 
> >> Indonesia
> >> 
> >> Indonesia merupakan negara paling plural di dunia. plural berarti
> >> majemuk. Dari Sabang sampai Merauke, terentang di atas ribuan 
pulau
> >> sejauh lebih dari 5000 kilometer, dengan ratusan bahasa, suku
> > dengan 
> >> adat dan budaya sendiri-sendiri, pelbagai daerah yang cukup
> > berbeda, 
> >> serta hampir semua agama yang terdapat di dunia juga ada, serta
> >> agama-agama itu sendiri juga jauh dari monolit. Indonesia itu
> > secara 
> >> hakiki plural. Itulah yang sudah terungkap dalam 
semboyan "Bhinneka
> >> Tunggal Ika".
> >> 
> >> Maka jelas juga bahwa Indonesia hanya bisa bersatu, bahkan bangsa
> >> Indonesia hanya ada, kalau kemajemukan itu diakui. Segala usaha
> > untuk 
> >> menyamaratakan semua dengan satu pola budaya atau beragama adalah
> > sama 
> >> dengan dominasi sebagian warga di atas yang lain-lain dan pasti
> > akan 
> >> mengakibatkan kehancuran Indonesia. Indonesia terlalu besar untuk
> >> dipertahankan kesatuannya hanya dengan cara-cara paksa. Karena 
itu
> > para 
> >> pendiri Republik ini menyepakati Pancasila, karena itu tokoh-
tokoh
> > Islam 
> >> pun 1945 memiliki keluasan wawasan dan kebesaran hati untuk
> > menerima 
> >> bahwa negara yang baru diproklamasikan kemerdekaannya ini harus
> > dimiliki 
> >> oleh semua warganya, tanpa membedakan antara mayoritas dan
> > minoritas. 
> >> Itulah hakikat Pancasila. Dan karena Pancasila dipertahankan 
sampai
> > hari 
> >> ini, Indonesia masih bersatu.
> >> 
> >> Pluralisme
> >> 
> >> Persatuan ini sekarang diancam oleh kelompok-kelompok yang keras
> >> eksklusif, yang mau memaksakan pandangan totaliter mereka kepada
> > yang 
> >> lain. Eksklusivisme mereka mengancam eksistensi Indonesia. 
kiranya
> > jelas 
> >> bahwa bangsa seplural Indonesia hanya bisa ditata secara 
inklusif.
> >> Penataan inklusif berarti bahwa undang-undang dasar dan sistem
> > hukum 
> >> disusun sedemikian rupa sehingga di Indonesia semua komponen 
bangsa
> > bisa 
> >> merasa seperti di rumahnya sendiri. Undang-undang dasar serta
> >> perundangan harus dapat diterima oleh semua sehingga tidak ada 
yang
> >> harus mengorbankan identitasnya demi keIndonesiaannya. Setiap
> > kelompok 
> >> dan komponen bebas hidup menurut cita-citanya sendiri, tetapi tak
> > ada 
> >> kelompok satu pun yang boleh memaksakan cita-cita atau 
keyakinannya
> >> kepada yang lain. Indonesia masih bersatu karena sampai sekarang
> > semua 
> >> eksklusivisme tegas-tegas ditolak.
> >> 
> >> Oleh karena itu, apabila pluralisme dikutuk, perlu dikatakan 
dengan
> >> jelas apa yang dikutuk dan apa yang tidak dikutuk. Jangan sampai
> > ada 
> >> kesan bahwa kemajemukan bangsa dan tatanan negara dan masyarakat
> >> Indonesia yang inklusif mau dibatalkan dan diganti dengan
> > kediktatoran 
> >> eksklusivitas keyakinan salah satu golongan.
> >> Memang betul, istilah pluralisme kadang-kadang dibajak sebagai 
nama
> >> untuk pandangan yang mengatakan bahwa semua agama adalah sama 
saja.
> > Atas 
> >> nama pluralisme agama-agama diminta agar jangan menganggap 
dirinya
> >> sendiri paling benar. Agama-agama diartikan sebagai ungkapan
> > berbeda 
> >> dari dimensi transenden manusia yang sama sahnya. Bahwa pandangan
> > ini 
> >> ditolak adalah wajar. Tetapi pandangan ini jangan disebut
> > pluralisme. 
> >> Pandangan ini bukan pluralisme, melainkan relativisme. Apabila
> >> relativisme mengatakan bahwa semua agama sama saja, semua hanya
> > ungkapan 
> >> berbeda dari kodrat religius manusia yang sama, di mana lantas
> >> pluralisme? Pluralisme yang benar justru mengakui perbedaan di
> > antara 
> >> agama-agama dan bersedia menerimanya. Jadi relativisme justru 
tidak
> >> pluralistik dan juga tidak toleran karena menuntut agar agama-
agama
> >> melepaskan dulu keyakinan bahwa mereka benar. Maka kalau 
pandangan
> > ini 
> >> yang mau ditolak, sebaiknya jangan disebut pluralisme melainkan
> > relativisme.
> >> 
> >> Bahwa relativisme bertentangan dengan hakekat agama-agama wahyu
> > kiranya 
> >> memang jelas. Relativisme menganggap semua agama sama benarnya.
> > Nah, 
> >> bagaimana saya dapat mempercayai sesuatu apabila saya tidak boleh
> >> percaya bahwa yang saya percayai itu benar? Pluralisme persis
> >> sebaliknya. Pluralisme justru menerima bahwa kita mempunyai
> >> kepercayaan-kepercayaan yang berbeda, yang tidak seluruhnya dapat
> >> disesuaikan satu dengan yang lainnya. Para pluralis tidak
> > merelativkan 
> >> ajaran masing-masing, mereka tentu mempercayai agamanya sendiri,
> > tetapi 
> >> mereka juga yakin bahwa meskipun iman kita berbeda, kita bersatu
> > dalam 
> >> nilai-nilai yang kita miliki bersama. Nilai-nilai para agamawan
> > pluralis 
> >> itu adalah, misalnya, hormat terhadap keutuhan setiap manusia,
> > penolakan 
> >> pemakaian kekerasan untuk meyelesaikan perbedaan, lalu keadilan,
> >> kebebasan beragama, berpendapat dan berekspresi, solidaritas 
dengan
> > kaum 
> >> miskin dan tertindas. Kita di Indonesia banyak sudah mendapat
> > pengalaman 
> >> sangat positif bahwa kita memang memiliki niilai-nilai bersama
> > melintang 
> >> agama-agama yang berbeda.
> >> 
> >> Hanya orang yang betul-betul pluralis bisa toleran. Toleransi
> > jangan 
> >> dianggap pendapat bahwa "semua agama sama saja". Toleransi 
mengakui
> >> perbedaan. Toleransi dalam arti yang sebenarnya adalah penerimaan
> >> gembira terhadap kenyataan bahwa kita berbeda, bahwa di sekitar
> > kita 
> >> hidup orang-orang dengan kepercayaan-kepercayaan dan agama-agama
> > yang 
> >> berlainan. Toleransi adalah pengakuan terhadap orang dan kelompok
> > orang 
> >> lain dalam keberlainannya. Pluralisme bersedia menjamin toleransi
> > itu 
> >> dengan melembagakan hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang sama
> >> orang-orang dengan kepercayaan-kepercayaan religius yang berbeda
> > itu. 
> >> jadi pluralisme juga berarti meyakini dan menjamin hak asasi
> > kebebasan 
> >> beragam dan kebebasan untuk menentukan sendiri pola kehidupan
> > religius.
> >> 
> >> Inklusivisme Keselamatan
> >> 
> >> Hal pluralisme harus dibedakan dari sebuah pertanyaan lain, yang
> > memang 
> >> sangat mendasar, yaitu pertanyaan apakah keselamatan abadi, 
terbuka
> > bagi 
> >> seluruh umat manusia (asal bertobat dari dosa-dosa mereka), atau
> > hanya 
> >> kepada mereka yang termasuk agamanya sendiri? Jadi misalnya 
apakah
> > orang 
> >> Katolik dapat percaya bahwa orang yang tidak dibaptis masuk 
surga?
> >> Apakah orang Islam dapat percaya bahwa orang Katolik atau orang
> > Konghucu 
> >> yang baik masuk surga?
> >> 
> >> Tentu saja, jawaban atas pertanyaan itu hanya dapat diberikan 
oleh
> >> masing-masing agama sendiri. untuk umat Katolik Konsili Vatikan 
II
> >> (lembaga tertinggi Gereja Katolik di mana semua uskup sedunia
> > berkumpul 
> >> di bawah pimpinan Paus) telah memberikan suatu jawaban yang
> > penting. 
> >> Pada tahun 1965 Konsili itu menyatakan tiga hal: Pertama, juga
> > orang 
> >> yang tidak dibaptis, bahkan yang, tanpa kesalahannya sendiri, 
tidak
> >> percaya pada Allah, dapat diselamatkan asal mereka hidup menurut
> > suara 
> >> hati mereka. Kedua, setiap orang berhak untuk mengikuti agama 
yang
> >> diyakininya. Ketiga, umat Katolik dianjurkan untuk menghormati 
apa
> > yang 
> >> baik dalam agama-agama lain. Dalam Gereja-gereja Protestan 
terdapat
> >> pandangan yang berbeda-beda tentang hal itu. Dalam agama Islam
> > Nurcholis 
> >> Madjid (dan beberapa teolog diluar Indonesia, seperti misalnya
> > Abdulaziz 
> >> Sachedina) memperlihatkan bahwa juga orang di luar agama Islam,
> > misalnya 
> >> orang Yahudi atau orang Budha, dapat merupakan orang "Islam"
> > apabila ia 
> >> menyerah kepada Yang Ilahi menurut keyakinan agamanya sendiri, 
dan
> >> karena itu ia dapat masuk surga.
> >> 
> >> Namun harus diperhatikan bahwa pandangan ini lebih tepat tidak
> > disebut 
> >> pluralisme, melainkan inklusivisme. Sedangkan mereka yang
> > berpendapat 
> >> bahwa di luar agama mereka sendiri tidak ada yang bisa masuk 
surga
> >> disebut eksklusivis. Pernah tiga agama Abrahamistik, Yahudi,
> > Kristiani 
> >> dan Islam, tegas-tegas eksklusif. Mereka masing-masing pernah
> > menyangkal 
> >> bahwa orang di luar mereka masing-masing bisa masuk surga. Bahkan
> > ada 
> >> yang  berpendapat bahwa mereka yang di luar agama sendiri (yang
> > tidak 
> >> dibaptis, yang tidak formal termasuk Islam) masuk neraka. Namun
> > sejak 
> >> beberapa puluh tahun ada refleksi teologis baru yang membuka 
pintu
> > ke 
> >> arah pandangan yang lebih inklusif. Yang jelas, eksklusivisme
> > sekarang 
> >> dipertanyakan. Dari luar agama ditanyakan bagaimana agama bisa
> >> mempermaklumkan Tuhan yang baik hati dan adil sekaligus mengajar
> > bahwa 
> >> semua orang yang tidak termasuk agama mereka sendiri masuk 
neraka,
> >> termasuk orang-orang yang kelihatan hidup dengan baik. Dalam
> > sejarah, 
> >> terlalu banyak hal mengerikan dilakukan atas nama agama. Maka
> > sekarang, 
> >> siapapun yang terdorong untuk menunjuk bahwa ada itu Allah yang
> > adil dan 
> >> penuh kasih sayang mestinya amat berhati-hati memasukkan siapapun
> > ke 
> >> neraka kekal.
> >> 
> >> Kesimpulan Sementara
> >> 
> >> Kita sudah melihat beberapa arti kata pluralisme. Ada yang
> > mencampurkan 
> >> pluralisme dengan relativisme. Jadi dengan anggapan bahwa semua
> > agama 
> >> pada hakekatnya sama saja (dan bahwa semua agama berupa "agama
> > bumi"). 
> >> Pandangan ini sudah betul kalau ditolak oleh agama-agama
> > Abrahamistik, 
> >> akan tetapi seharusnya pandangan ini tidak disebut pluralisme,
> > melainkan 
> >> relativisme. Jadi yang mestinya ditolak adalah relativisme. 
Begitu
> > pula 
> >> harapan bahwa surga terbuka bagi seluruh umat manusia dan bukan
> > hanya 
> >> bagi anggota agamanya sendiri?suatu anggapan yang harus disikapi
> > oleh 
> >> masing-masing agama sendiri, sesuai dengan dasar-dasar
> >> keyakinannya?bukan pluralisme, melainkan "inklusivisme
> > keselamatan". 
> >> Pluralisme dalam arti yang sebenarnya adalah suatu implikasi dari
> > sikap 
> >> toleran: yaitu kesediaan untuk menerima baik kenyataan pluralitas
> >> agama-agama, artinya kenyataan bahwa dalam satu masyarakat dan
> > negara 
> >> hidup orang dan kelompok orang dengan keyakinan agama yang 
berbeda.
> >> Pluralisme sama sekali tidak menuntut agar semua keyakinan itu
> > dianggap 
> >> benar. Pluralisme tidak bicara tentang kebenaran. Melainkan
> > pluralisme 
> >> itu sikap keterbukaan: meskipun barangkali saya sulit memahami
> > ajaran 
> >> agama golongan lain, namun saya sepenuhnya menghormati
> > keberadaannya di 
> >> lingkungan hidup masyarakat dan negara saya sendiri. Nah, sikap
> > terbuka 
> >> itu berkaitan erat dengan dua sikap yang juga dibahas dalam fatwa
> > MUI, 
> >> yaitu "liberalisme" dan "sekularisme".
> >> 
> >> Liberal?
> >> 
> >> Di dua istilah itupun masalahnya adalah apa yang dimaksud
> > dengannya. 
> >> Dengan "liberal" MUI rupa-rupanya mau menolak anggapan bahwa 
setiap
> >> orang `bebas' (liber, akar kata liberal) untuk meramu agamanya
> > sendiri, 
> >> daripada taat kepada wahyu. Tentu keprihatinan itu dapat
> > dimengerti. 
> >> Setiap agama akan menolak bahwa setiap orang dapat menyusun
> > agamanya 
> >> menurut seleranya sendiri.
> >> 
> >> Tetapi jangan sampai yang dimengerti dalam masyarakat adalah 
bahwa
> > yang 
> >> mau dikutuk adalah keterbukaan. Sejauh saya tahu, di negara ini
> > tidak 
> >> ada agamawan yang mau meramu agamanya menurut seleranya sendiri.
> > Maksud 
> >> mereka yang menamakan diri "liberal" adalah lain. Mereka yakin
> > bahwa 
> >> agamawan harus terbuka. Terbuka terhadap segala pertanyaan, 
terbuka
> >> untuk dikritik, terbuka terhadap pandangan-pandangan yang berbeda
> > dalam 
> >> agamanya sendiri, terbuka terhadap sangkalan dan bantahan.
> > Liberalisme 
> >> dalam arti ini adalah sikap orang yang masih mau belajar, yang
> > sadar 
> >> bahwa manusia tidak pernah bisa memahami seluruh maksud dan
> > kekayaan 
> >> wahyu Tuhan yang Mahakuasa, jadi yang tidak secara arogan 
mengklaim
> >> sudah mengetahui segala apa tentang agamanya. Kaum liberal secara
> > hakiki 
> >> bersifat rendah hati. Mereka mengakui bahwa agama mereka masih
> > memiliki 
> >> potensi-potensi yang hanya dapat diaktualisasi apabila kaum
> > agamawan mau 
> >> belajar dan terbuka.
> >> 
> >> Sekularisasi?
> >> 
> >> Hal yang mirip dapat dikatakan tentang "sekularisasi". Kalau yang
> > mau 
> >> ditolak adalah sekularisme yang menolak segala peran agama di 
ruang
> >> publik?suatu tradisi anti-Katolik dari negara-negara berbahasa
> > Latin di 
> >> Eropa dan Amerika Latin di abad ke-18 sampai permulaan abad ke-
20?
> > maka 
> >> itu sangat wajar. Akan tetapi, 35 tahun lalu Nurcholis Madjid 
sudah
> >> menegaskan bahwa agama, ya agama Islam, sebenarnya mendukung
> >> sekularisasi dalam arti bahwa apa yang duniawi (= "sekuler") 
memang
> >> harus dilihat sebagai perkara duniawi. Khususnya negara merupakan
> >> perkara duniawi dan karena itu jangan diagamakan.
> >> 
> >> Kalau sekarang orang bicara tentang "negara sekular", yang 
dimaksud
> >> bukan model Prancis kuno itu tadi, melainkan dua hal: Pertama,
> > bahwa 
> >> negara tidak berhak untuk memaksakan kelakuan religius. Kedua,
> > dalam 
> >> negara sekuler agama-agama tidak dapat memaksakan ajaran-ajaran
> > mereka 
> >> pada negara. Agama berhak mempunyai hukumnya sendiri, tetapi 
hukum
> > itu 
> >> bukan hukum negara dan apakah warga agama itu mentaati hukum itu
> > atau 
> >> tidak, tidak boleh diawasi atau dipaksakan oleh negara. Dalam 
arti
> > ini 
> >> negara sekuler adalah implikasi pluralisme agama. negara sekuler
> > bukan 
> >> dalam arti bahwa agama tidak mempunyai tempat dalam kehidupan
> > bangsa, 
> >> melainkan bahwa lembaga negara tidak dikuasai oleh satu agama dan
> > bahwa 
> >> hukum negara ditentukan secara demokratis, dalam hormat terhadap
> > hak-hak 
> >> asasi manusia, oleh semua. Tetapi dalam negara sekuler agama-
agama
> >> diakui sebagai anggota civil society yang amat penting, 
barangkali
> >> paling penting, yang terus menerus mengingatkan kembali nilai-
nilai
> >> kehidupan bersama serta menentang segala usaha negara untuk
> > mengusahakan 
> >> tujuan-tujuannya dengan cara yang tidak bermoral.
> >> 
> >> Penutup
> >> 
> >> Dulu agama-agama untuk sebagian besar terlindung dari pandangan
> > luar. 
> >> Tetapi sekarang agama-agama pun di panggung publik manusia 
global.
> >> Agama-agama perlu usaha baru untuk membuat orang percaya bahwa
> > mereka 
> >> betul-betul rahmat bagi seluruh alam. Bukan bahwa mereka
> > mengatakannya 
> >> sendiri itulah yang menentukan, melainkan bahwa orang-orang,
> > termasuk 
> >> orang-orang luar yang bersentuhan dengan agama itu, mengalaminya.
> > Yang 
> >> akan menentukan apakah manusia millenium ketiga tetap menghormati
> >> agama-agama adalah apakah agama-agama muncul sebagai kekuatan 
moral
> > yang 
> >> positif, terbuka dan berperikemanusiaan. []
> >> 
> >> 
> >> Versi asli dapat dibaca di:
> >> http://islamemansipatoris.com/artikel.php?id=384
> >> 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
**********************************************************************
*****
> > Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju 
Indonesia yg
> > Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-
india.org
> > 
**********************************************************************
*****
> > 
______________________________________________________________________
____
> > Mohon Perhatian:
> > 
> > 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg 
otokritik)
> > 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan 
dikomentari.
> > 3. Reading only, http://dear.to/ppi
> > 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
> > 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
> > 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
> > 
> > Yahoo! Groups Links
> > 
> > 
> > 
> > 
> >
>






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital.
http://us.click.yahoo.com/ons1pC/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Website resmi http://www.ppi-india.org **
** Beasiswa Indonesia, http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts: