** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.pikiran-rakyat.co.id/cetak/2006/012006/19/0901.htm Petani yang Malang Oleh SOEROSO DASAR SEBUAH pertanyaan menggelitik, benarkah pemerintah telah berkhianat kepada rakyat dengan melakukan kebijakan impor beras? Karena izin impor beras 70 ribu ton, namun dalam realisasinya membengkak menjadi 250 ton. Impor terus menggelinding dari Thailand dan Vietnam, bahkan dengan kualitas yang rendah. Pada saat yang sama penolakan dari berbagai elemen pun terjadi dalam bentuk pernyataan dan demonstrasi. Presiden pun meng-counter semuanya dengan penjelasan bahwa impor hanya untuk stok. Masalah ini menjadi bola salju. Sisi lain pun berusaha diungkap. Sekira 115 orang anggota DPR-RI mengusulkan untuk menggunakan hak angket, terkait dengan masalah impor beras. Nuansa KKN merebak, diduga ada unsur korupsi, dan penyalahgunaan wewenang di sana. Kalau dugaan itu benar, kita pun kembali terhenyak dan meneteskan air mata memikirkan kehancuran moral di republik ini. Bicara tentang KKN dan korupsi, teori sosiologis murni mengatakan apabila 2,5 persen dalam distribusi normal suatu komunitas manusia korup, jahat, zalim itu adalah hal yang biasa. Bandingkan kondisi republik kita yang dikenal dengan "korupsi berjamaah", selalu menempati urutan tinggi dalam ranking korupsi di dunia. Di sini, nilai kebenaran tanpa ada suatu standar yang jelas. Yang salah bisa saja bebas, yang benar dijebloskan ke penjara. Krisis multidimensional demikian lama dan gelap terjadi belumlah juga berlalu. Entah kapan penantian itu akan berakhir. Namun bila dibandingkan dengan zaman kepemimpinan Bani Umayyah yang kejam dan zalim, dengan derajat kekejaman tiada tara itu, (bahkan belum tertandingi hingga saat ini), bisa pupus dengan munculnya Umar Bin Abdul Azis, yang hanya 2 tahun memberikan keteladanan. Semua berubah menjadi tertib, aman, dan sejahtera. Adakah keteladanan muncul seperti Umar Bin Abdul Azis di republik ini ? Ketika gonjang-ganjing impor beras heboh, puluhan manusia bergelimpangan mati kelaparan di Papua. Ujung barat republik ini yang potensi alamnya luar biasa terus dikuras. Setelah beku dan nafasnya tercabut karena lapar, baru pemerintah heboh. Bukankah setiap daerah ada "ujung tombaknya?" Apa kerja camat, apa kerja bupati, bahkan apa kerja gubernur? Mana keikhlasan untuk memperbaiki kondisi masyarakat yang ditimpa resesi berkepanjangan itu? Nasi sudah menjadi bubur. Inilah gaya manajemen pemerintahan Indonesia, "manajemen heboh". Heboh kalau sudah terjadi. Suatu negara yang agraris, subur, indah, dan beragam potensi alamnya sebagai anugerah Allah, namun di sisi lain menjadi petaka. Banjir, tsunami, kekeringan, kemiskinan, kelaparan, fitnah, datang silih berganti. Pembunuhan, perkelahian, pertentangan antardesa, mewarnai kehidupan masyarakat. Sulit untuk mencari ujung, dan mana yang menjadi pangkal. Tampaknya azab Allah terus akan datang ketika tidak ada kesadaran untuk mengubah dari kesalahan yang terjadi. Strategisnya pembangunan sektor pertanian di dunia ketiga, karena sektor ini menyentuh kepentingan orang banyak. Apabila permintaan sektor pertanian meningkat secara agregat, tidak mustahil dia akan menjadi "penyangga" proses pembangunan secara keseluruhan. Beberapa alasan dikemukakan para ahli pembangunan pertanian (Jhon Meller), sektor pertanian berperan sangat penting sebagai penyedia lapangan kerja di sektor lainnya. Sektor ini masih memungkinkan memberi pengaruh terhadap tata perekonomian secara menyeluruh. Simulasi dan strategi pangan di republik ini mempunyai 4 jawaban strategis. Pertama, commitment stock yaitu stok pangan, dengan sasaran para transmigran, pegawai perkebunan, raskin, atau kesepakatan lainnya. Kedua, stabilization stock, langkah ini lebih ditujukan kepada stabilitas harga karena kelebihan produksi (mengamankan harga dasar dan harga atap). Ketiga, emergency stock, kebijakan ini diambil untuk hal-hal yang bersifat darurat, seperti bencana alam, dll. Keempat, carry over stock, yaitu untuk cadangan pangan berikutnya. Impor beras yang heboh belakangan ini, intinya adalah terjadinya perbedaan estimasi antara kebutuhan dan produksi (data stok beras, kebutuhan, data impor, dll). Departemen teknis (Deptan, Indag, Bulog, Sosial, Dll) memberikan estimasi-estimasi yang masih perlu diluruskan. Mirip dengan perbedaan orang miskin yang harus menerima subsidi dana BBM. Berbeda data yang dikemukakan oleh BPS, BKKBN, dan Pemda. Alasan klise selalu muncul. Kan tolok ukurnya atau acuannya berbeda. Bagaimanapun kebijakan buffer stock (stok penyangga) melalui produksi dalam negeri, maupun impor ditujukan untuk stok pangan harus dalam kondisi yang aman, kalau bisa jangan sampai pada titik minimum stock recruitment (MSR). Karena stok pangan sangat strategis dalam proses pembangunan suatu bangsa. Namun masalah lain pembangunan di sektor pertanian adalah masalah elastisitas harga atas penawaran hasil-hasil pertanian yang lebih rendah daripada elastisitas harga penawaran hasil produksi barang industri. Hal ini karena struktur pertanian lebih rigid dari struktur industri. Dengan demikian, untuk menaikkan atau menurunkan hasil produksi pertanian jauh lebih sukar bila dibandingkan dengan produk hasil produksi. Sebuah pendapat yang agak "berani" dan berseberangan adalah pendapat yang menyodorkan konsep comparative advantage. Teori yang dikenal dalam literatur ekonomi internasional, dicoba diterapkan dalam konteks swasembada pangan di Indonesia. Kalau misalnya kita mampu memproduksi komoditas lain yang ternyata mendatangkan keuntungan atau devisa yang lebih banyak, kenapa tidak dilakukan. Bukankah constraints akan selalu terjadi? Tetapi pertanyaannya adalah apakah swasembada pangan mutlak harus dicapai? Dengan risiko lingkungan semakin rusak (keseimbangan ekologi terganggu) kredit macet, dan dampak negatif lainnya. Sisi positifnya bila pengejaran swasembada pangan dilakukan, ketahanan pangan yang terkait dengan ketahanan nasional akan terjaga. Ada dua pendapat yang berbeda melihat masalah swasembada ini. Pertama, (konvensional) yang menganggap subsistem kesra sebagai suatu yang bersifat nonproduktif. Oleh karena itu bidang kesra dianggap sebagai subsidi. Implikasi pandangan ini, sebelum memberi bobot yang lebih besar kepada kesra, maka ekonomi kita harus kuat dahulu. Pandangan kedua, (masih minoritas) menganggap kesra harus dilihat dari masalah utamanya, yakni "kemiskinan" dan keterbelakangan. Implikasinya, masalah kesra dihubungkan dengan usaha mempersiapkan tenaga kerja sebelum masuk ke pasar kerja (pre-employment stage), melindungi selama tahap bekerja ( employment stage), dan merawatnya setelah habis masa kerja (post-employment stage). Kelompok kedua masih minoritas melihat, masalah kemiskinan sama halnya dengan masalah hankam, yang menyangkut daya tangkal (deterrent force). Untuk melihat perbedaan pendekatan berpikir antara kedua kelompok tadi, kelompok konvensional selalu mengutamakan masalah ekonomi dahulu. Kalau kita beranggapan, bahwa "ketahanan nasional" perlu memperhatikan faktor-faktor dari dunia luar saja, maka pandangan ini adalah sangat keliru. Karena tidak sedikit kehancuran suatu negara justru muncul dari dalam negeri seperti birokrasi, kemiskinan, dan lainnya. Kekhawatiran dampak dari impor beras adalah tidak bergairahnya petani dalam memproduksi, dan harga beras tidak seperti yang diharapkan. Harga beras impor memang jauh lebih rendah dari harga pasar saat ini. Namun bila dilihat dari data tingkat kepemilikan lahan oleh petani, apa pun kebijakan diambil akan sulit untuk mengangkat petani dari kubangan kemiskinan. Lebih 50 persen petani republik ini adalah petani miskin. Yang harus membeli beras untuk kebutuhan hidupnya. Sekira 20 persen petani pas-pasan, yang hasil produksinya cukup untuk dimakan. Hanya sebagian kecil petani kaya yang produksinya dijual. Hingga banyak yang menunjuk subsidi sektor pertanian dalam bentuk irigasi, pupuk, dan lainnya tidak menyentuh petani kecil, tetapi dinikmati petani kaya. Sritua Arif pernah menulis, bahwa penggunaan bibit unggul, telah mengurangi hari kerja per hektare dari 260 menjadi sekira 210 hari. Huller telah menendang 8 juta penumbuk padi di Jawa. Traktor menggusur bajak. Dampak dari intens ifikasi sektor pertanian. Toh kemiskinan di perdesaan tidak juga pergi. Swasembada pun tidak datang. Semua teori-teori di atas terbantah. Petani pun tetap berkubang dengan kemiskinan. Ah, petani yang malang. *** Penulis, peneliti senior pada Pusat Penelitian Kependudukan dan Pengembangan SDM, Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran Bandung [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **