** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/20/opini/2375089.htm Penzaliman-Sistematik Wong Cilik Tamrin Amal Tomagola Kita dibuat tertegun, prihatin, saat membaca berita amok sekitar 12.000 buruh yang berdemo di Surabaya, Senin lalu (Kompas, 17/1/2006). Demo berakhir bentrok dan perusakan bagian Kantor Gubernur Jawa Timur. Kita prihatin. Di satu pihak kita menyadari, terlepas dari apa pun alasannya, penggunaan kekerasan fisik dalam menyelesaikan suatu sengketa bukanlah cara beradab dalam tradisi negara demokratis yang berperikemanusiaan. Di lain pihak, kita tahu, tindakan kalap-amok adalah produk dari suatu keputusasaan yang terbentur pada jalan buntu. Meski kebrutalan sejenis ini harus ditolak, kita sadar, para buruh adalah lapisan bawah masyarakat yang paling menderita karena serentetan kebijakan publik pemerintah yang dibuat sejak Oktober tahun lalu. Kekerasan struktural Aksi perusakan oleh para buruh di Surabaya adalah suatu tindak kekerasan fisik (physical violence), sedangkan tindakan penaikan harga BBM tahun lalu dengan semua rentetan akibatnya oleh pemerintah adalah suatu tindakan perusakan kehidupan wong cilik, terutama buruh dan petani kecil yang kian terbebani biaya hidup yang nyaris tak terjangkau. Jenis tindak kekerasan seperti ini lazimnya dikenal sebagai kekerasan struktural (structural violence) yang biasanya berwujud dalam tindakan penutupan akses dan kontrol atas sumber daya strategis, baik ekonomis maupun non-ekonomis. Jenis kekerasan pertama, oleh para buruh, bersifat konkret, langsung serta terasa secara fisik, sedangkan kekerasan jenis kedua, oleh pemerintah, bersifat abstrak, tidak langsung dan tidak dapat dikenali secara fisik. Selain itu, di antara dua jenis kekerasan ini ada hubungan sebab-akibat yang tak terhindarkan. Artinya, bila telah terjadi kekerasan struktural-apalagi bila tidak segera dikoreksi, lambat atau cepat-akan membuahkan kekerasan fisik. Dengan kata lain, kekerasan fisik adalah produk kekerasan struktural. Kezaliman atas wong cilik, buruh, dan petani, yang secara sistematis dan berjenjang terus menyesakkan kehidupan mereka hingga hari ini, semuanya berawal dan berhulu pada pilihan kebijakan pemerintahan SBY dan JK yang tidak berpihak kepada wong cilik. Ada tiga kebijakan yang saling terkait dan secara telak bersama-sama pada ujungnya memelaratkan rakyat. Pertama, penaikan harga BBM yang amat mencekik daya beli rakyat kecil. Meski ada opsi kebijakan lain berupa pemangkasan radikal terhadap jaringan benalu mafia dalam perminyakan serta pengajuan pemotongan utang luar negeri-yang juga dilakukan beberapa negara peminjam lain-SBY-JK lebih memilih tidak mengganggu kenyamanan para mafia serta pendana luar negeri dan dengan itu mengambil risiko mendorong rakyatnya sendiri ke ambang amok yang brutal. Kedua, kebijakan impor beras. Bila dampak beruntun kenaikan harga itu melemahkan daya beli rakyat sebagai konsumen, kebijakan impor beras menutup kemungkinan petani menaikkan pendapatannya sebagai produsen. Rakyat terpojok dari dua sudut, daya beli yang terpuruk dan pendapatan yang terpasung. Kebijakan ini tidak berdasar karena pengaruh beras impor atas stok nasional hanya 0,6 persen (Wawancara JK, Kompas, 18/1). Bila demikian, apa urgensi beras impor? Lagi pula, tiga per empat petani bukan produsen beras sudah sejak lama berhenti mengonsumsi beras dan beralih ke bahan pokok lain. Yang jelas, kenaikan harga beras yang tidak seimbang dengan kenaikan harga kebutuhan lain yang dipicu kenaikan harga BBM membuat petani produsen kian terpuruk. Sebaliknya, kelas menengah perkotaan tidak perlu terlalu mengetatkan ikat pinggang mereka. Ketiga, kebijakan perombakan kabinet SBY. Dalam perombakan ini, yang kelihatannya amat diperhitungkan adalah kepentingan donor dan investor asing serta partai politik. Kepentingan rakyat, wong cilik, sama sekali tidak mengemuka. Dari perombakan itu sama sekali tidak ada petunjuk SBY bertekad untuk meningkatkan kinerja menteri yang langsung berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Yang lebih mencengangkan, didudukkannya kembali seorang mantan menteri dari pemerintahan sebelumnya yang gagal dalam mengawal aset nasional- yang diobral ke pemodal asing- dan tidak berselera menaikkan taraf kehidupan wong cilik. Dengan prestasi kebijakan ekonomi yang pro-pasar dan anti-wong cilik seperti itu ia justru dielu-elukan sebagai penyelamat ekonomi bertangan dingin. Mantan menteri yang pro-pasar ini berpasangan dengan seorang mantan direktur IMF. Kombinasi ini, di satu pihak, kian mengentalkan kecenderungan kebijakan pemerintah yang zalim terhadap wong cilik dan pada saat yang sama, di lain pihak, kian menyenangkan donor dan investor asing. Tabu bagi mantan direktur IMF untuk membuat kesal pihak-pihak yang disebut terakhir ini. Kesalahan tragis Bila seorang filosof terus terombang-ambing dalam keraguan, itu sudah menjadi tugas kodratinya. Namun bila seorang presiden larut dalam keraguan berkepanjangan dalam mengambil pemihakan, rakyatlah yang terjerembab dalam lembah kemelaratan. Keraguan yang berkepanjangan ini amat jelas teramati pada diri SBY. Pada awalnya ia amat percaya diri dan tidak terlalu mengacuhkan partai politik. Logisnya, sejak awal dia sudah mantap membentuk kabinet presidensial murni berdasar keandalan profesional yang kokoh. Namun bukan itu yang dilakukannya. Dia malah membentuk kabinet parlementer berbasis dagang sapi dengan partai politik. Dia lupa pada rakyat, khususnya wong cilik, lebih sibuk membangun koalisi elektoral dalam parlemen. Apalagi saat wakilnya dapat merebut pucuk pimpinan Golkar. SBY kian larut bermesraan dengan parpol dan menyimpan potret wong cilik kekasihnya yang pertama di laci paling bawah dari skala prioritas kebijakan. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Ternyata kekasih barunya, para politisi parpol di parlemen, dengan suara mayoritas mutlak dua hari lalu memutuskan untuk menggugat kebijakan impor beras yang zalim pada rakyat kecil. Para politisi yang sudah keburu dikencani SBY ternyata sekarang berbalik arah memihak dan merangkul rakyat. Tragis, teman kencan lama yang ditinggalkan sekarang direbut justru oleh teman kencannya yang baru. Hikmah yang bisa dipelajari adalah jangan sekali-kali meninggalkan wong cilik, apalagi menzalimi mereka. Setelah beruntun mereka dizalimi, wong cilik akan memberi kata-akhir tiga tahun lagi di bilik suara Pemilu 2009. Tamrin Amal Tomagola Sosiolog [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **