[nasional_list] [ppiindia] Mengenang Jenderal Hidayat Martaatmadja

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Fri, 2 Dec 2005 01:07:01 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **     

      Mengenang Jenderal Hidayat Martaatmadja 
      Soeharto: Senior Saya yang Masih Hidup...



      H Rosihan Anwar

      Lebih baik terlambat daripada tiada pernah. Inilah sebuah cerita tentang 
seorang anak bangsa, pejuang kemerdekaan pada zaman revolusi: Letnan Jenderal 
TNI- D (Purn) R Hidayat Martaatmadja.

      Ketika Jimmy Carter seorang gubernur dari Atlanta turun ke gelanggang 
pemilihan presiden pada dasawarsa 1970, banyak rakyat Amerika yang tidak 
mengenalnya, lalu bertanya: Carter who?, siapa Carter?

      Ketika Jenderal Hidayat meninggal dunia, banyak wartawan Indonesia dari 
generasi muda yang memegang kendali meja berita juga tidak kenal almarhum. 
Akibatnya, tiada sepatah kata pun ada beritanya. Hidayat who?, siapa Hidayat?

      Pagi itu, Senin, 24 Oktober 2005, Dewi Rais, mantan wartawan Harian 
Pedoman (tahun 1974) menelepon saya mengabarkan ayahnya, yaitu Hidayat, Letjen 
TNI (Purn), meninggal dunia dalam usia 90 tahun. Sejak beberapa waktu 
belakangan kesehatan almarhum menurun lantaran usia tua. Praktis tidak mengenal 
lagi orang, gejala penyakit alzheimer, yang juga dialami oleh Presiden AS 
Ronald Reagan dan wartawan Indonesia Mochtar Lubis.

      Jenderal Hidayat, putra seorang Wedana Cimahi pada zaman Hindia Belanda 
urang Sunda dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata, Jakarta. Keesokan harinya 
tidak ada koran, televisi, dan radio memberitakan meninggalnya almarhum. Apakah 
beliau sudah dilupakan? Ataukah karena generasi muda tidak mengenalnya? Hidayat 
who?

      Dewi Rais bercerita kepada saya bahwa semula Mabes AD menyediakan Wakil 
KSAD selaku inspektur upacara pemakaman. Suami Dewi, yaitu Letjen TNI AD (Purn) 
Rais Abin, mantan Panglima Pasukan Perdamaian PBB di Mesir-Israel dan mantan 
duta besar di Kuala Lumpur dan Singapura, berpendapat, Pak Hidayat patut diberi 
penghormatan terakhir yang setara.

      Almarhum selain jenderal juga pernah menjabat sebagai menteri kabinet. 
Minimal jenderal bintang empat bertindak selaku inspektur upacara. Rais Abin 
menelepon Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang dikenalnya baik dulu ketika 
bertugas di Makassar, yaitu saat JK baru pada awal karier sebagai saudagar dari 
NV Haji Kalla, lalu menerangkan situasi. Untung JK bertindak sigap. Ia minta 
pemakaman secara militer. Hal itu pun terjadi. Maka terpenuhilah bunyi 
peribahasa Belanda Ere wien ere toekomt, yang dalam terjemahan tokoh politik 
PNI almarhum Manai Sophian menjadi Kehormatan bagi yang berhak.

      Sama Didi Kartasasmita

      Hidayat termasuk urang Sunda yang pada zaman kolonial beroleh kesempatan 
menuntut pelajaran pada Akademi Militer Kerajaan di Breda untuk menjadi 
officier atau perwira tentara KNIL, Tentara Kerajaan Hindia Belanda. Urang 
Sunda yang lain ialah Didi Kartasasmita yang tamat sekolah menengah HBS Bandung 
pada tahun 1934 naik kapal menuju Breda. Mereka kemudian dilantik sebagai 
letnan dua KNIL. Sementara itu, sebelum pecah perang dengan Jepang tahun 1941 
Hidayat yang sudah letnan satu keluar dari KNIL. Alasan formal karena sakit. 
Alasan sebenarnya karena Hidayat tak tahan melihat diskriminasi Belanda 
terhadap inlander alias pribumi.

      Orang Indonesia lain yang jadi perwira KNIL adalah Mayor Oerip 
Soemohardjo (yang pada awal revolusi sebagai letnan jenderal menjabat Kepala 
Staf Tentara), Mayor Suryo Santoso (yang memihak kepada tentara Nica-Belanda), 
Soedibio (yang sebagai mayor jenderal TNI mengepalai POPDA atau Panitia 
Oeroesan Pengembalian Djepang dan APWI), Suryadarma (yang kelak jadi Kepala 
Staf AURI).

      Akhir September 1945 Didi bertemu dengan Menteri Penerangan Amir 
Syarifudin untuk menjelaskan mengapa eks perwira KNIL bersikap menunggu untuk 
bergabung dengan tentara nasional. Sebabnya mereka dulu bersumpah setia kepada 
Ratu Belanda.

      Ajak mereka bergabung dengan Republik ujar Amir. Maka Didi dibantu oleh 
rekannya Soedibio dan Samidjo pergi ke Bandung serta Yogya menemui eks perwira 
KNIL, agar mereka menandatangani surat pernyataan setuju masuk tentara 
nasional. Dari 20 orang, 14 menandatanganinya. Dia bertemu dengan Letnan Satu 
KNIL Hidayat di Bandung, yang lalu mencari kontak dengan orang-orang Akademi 
Militer Bandung yang lebih muda usianya dan belum diambil sumpahnya sebagai 
officier. Kecuali satu orang, seluruh kelompok Bandung, sekitar AH Nasution dan 
TB Simatupang, menandatangani surat keterangan yang dibawa oleh Didi 
Kartasasmita.

      Setelah terbentuk tentara nasional pada tahun 1945 Didi mengepalai 
Komandemen I (Jawa Barat) di Purwakarta, sedangkan Hidayat adalah kepala staf. 
Kemudian Hidayat jadi Wakil Panglima Siliwangi di Tasikmalaya. Setelah aksi 
militer Belanda pertama tanggal 21 Juli 1947 tentara Siliwangi di Jawa Barat 
bergerilya melawan Belanda.

      Panglima Kolonel AH Nasution tinggal di satu tempat saja, berbeda dengan 
Hidayat yang mobile bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Kemudian Hidayat 
menjadi Kepala Staf Angkatan Perang (AP) I. Waktu PM Amir Syarifudin berunding 
di Jakarta menjelang perjanjian Renville, Hidayat ikut dalam delegasi Indonesia 
sebagai penasihat militer. Pada kesempatan itu saya berkenalan pertama kali 
dengan Hidayat. Orangnya santun, bisa bergaul dengan saya, wartawan yang tujuh 
tahun lebih muda usianya. Hidayat didikan Breda jadi biasa bercakap-cakap 
dengan saya dalam bahasa Belanda.

      Pembentukan PDRI

      Hidayat dipindahkan ke Sumatera menjadi Panglima Komando Sumatera. 
Mengingat situasi waktu itu, dia harus berjalan kaki untuk menginspeksi 
unit-unit tentara dengan didampingi oleh Kapten Islam Salim (putra Haji Agus 
Salim) sebagai ajudannya.

      Untuk sampai di Kotaraja, Aceh, mereka berjalan kaki. Suatu prestasi 
fisik luar biasa. Ketika pecah aksi militer Belanda ke-2, 19 Desember 1948, 
Hidayat berada di Sumatera Tengah. Soekarno-Hatta-Sjahrir-HA Salim sudah 
ditawan oleh militer Belanda, diasingkan ke Prapat dan Bangka.

      Telegram yang dikirim dari Yogya oleh kabinet tak pernah sampai kepada 
Syafrudin Prawiranegara, menteri yang bertugas di Bukittinggi. Toh, Syafrudin 
mengambil langkah untuk membentuk sebuah pemerintah darurat.

      Pembicaraan kurang lancar karena Syafrudin yang sarjana hukum berpikir 
terlalu legalistis. Datanglah Hidayat dan Islam Salim dan mereka mendesak 
supaya mengambil keputusan bersifat politis. Maka lahirnya PDRI (Pemerintah 
Darurat Republik Indonesia) yang diketuai oleh Syafrudin untuk melanjutkan 
perjuangan melawan Belanda. Tidak banyak orang yang tahu, inklusif sejarawan, 
mengenai peranan Hidayat dalam pembentukan PDRI.

      Kedaulatan

      Setelah penyerahan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949 Kolonel Hidayat 
memimpin misi pembelian barang dan senjata di luar negeri. Dia sempat dituduh 
oleh Kolonel Suhud melakukan korupsi yang sama sekali tidak benar adanya.

      Karena Kolonel AH Nasution sebagai KSAD tidak berbuat apa-apa, maka 
Hidayat memilih keluar dari TNI. Ia pindah ke Cipanas, tinggal di sebuah gubuk 
di daerah pegunungan, sampai saatnya dia direhabilitasi nama baiknya oleh PM 
Wilopo dan Menteri Djuanda.

      Hidayat lalu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan. 
Dia pernah dipanggil oleh Presiden Soekarno dan ditanya apakah mau menjadi KSAD 
menggantikan Nasution. Hidayat menolak. Alasannya? Ini soal corps d'sprit, 
ujarnya. Baginya penting mengutamakan semangat korps tentara dan setia kawan 
ketimbang mempromosikan kepentingan pribadi. Bung Karno kemudian mengangkat 
Hidayat sebagai Menteri Perhubungan Darat dan Pariwisata. Selanjutnya dia 
menjabat sebagai Duta Besar RI di Kanada dan Australia.

      Keluar dari jabatan pemerintah Hidayat bekerja di bidang bisnis. Ia punya 
hubungan dengan Cygma Insurance, dengan perusahaan Jerman Eisenbau Ferrostahl 
yang berperan dalam proyek Krakatau Steel di Banten. Namun, dia tidak pernah 
menonjol karena tabiatnya yang suka berada di latar belakang dan menegakkan 
profil rendah.

      Dia setia kepada istrinya, Ratu Aminah, yang 10 tahun lebih tua usianya. 
Mereka menikah tahun 1941. Pada zaman Jepang hidup mereka cukup susah. Hidayat 
pernah menjadi sopir mobil. Bahkan pada zaman Republik, Hidayat tidak punya 
rumah. Lalu ada rumah di Jalan Cik di Tiro dan dia berkata kepada Kolonel 
Suprayogi yang menteri, Ibu belum punya rumah.

      Harga rumah itu Rp 40.000 dan dengan pertolongan pengusaha Markam yang 
mengasih duit, rumah bisa dibeli Hidayat yang menemukan dalam diri Ratu Aminah, 
his soulmate, yang apabila sakit dijaga dan dirawatnya dengan penuh dedikasi.

      Sifat Hidayat adalah tidak suka bicara jelek tentang orang lain. Dia 
orang yang religius sekali. Waktu jadi dubes dia taat melakukan shalat lima 
waktu. Dia selalu berkata money is not everything, uang bukanlah segala-galanya.

      Ratu Aminah berbeda dengan Hidayat yang aktif di dunia politik. Semasa 
muda Ratu pengagum Bung Karno. Kemudian dia jadi Ketua Umum Partai IPKI (Ikatan 
Pendukung Kemerdekaan Indonesia). Setelah Ratu Aminah meninggal dunia, Hidayat 
menikah lagi dengan seorang janda, yakni Bu Annie, dari keluarga Natakusuma.

      Teman sekolah

      Annie adalah temannya satu sekolah di HBS Bandung zaman Belanda. Bu Annie 
merupakan cucu Prof Snouch Hurgronje, ilmuwan dan advise voor Inlandsche Zaken 
Pemerintah Hindia Belanda, pakar dalam masalah Aceh dan agama Islam, yang kawin 
dengan gadis Sunda.

      Hidayat dan Annie dulu ibarat school sweethearts, kekasih di sekolah. 
Tatkala saya bersama Herawati Diah, Zuraida Rosihan, dan Babe Laurens datang 
menyampaikan belasungkawa kepada Bu Annie di rumahnya, kami mendapatkan seorang 
perempuan tua yang masih sehat, kecuali pendengaran berkurang, usia 91 tahun, 
ingat sering berpapasan jalan kaki dengan saya di daerah Menteng bila dia dan 
Pak Hidayat berolahraga pagi. Itu dulu waktu Hidayat belum kena penyakit 
alzheimer.

      Enam bulan yang lalu mantan Presiden Soeharto lewat Bob Hasan menanyakan 
bagaimana keadaan Hidayat, bagaimana soal ekonomi-keuangannya.

      Rais Abin pun datang ke Jalan Cendana dan menceritakan keadaan Hidayat. 
Tak bisa berbuat apa-apa lagi karena penyakit alzheimer itu. Lalu Rais Abin 
bertanya kenapa Soeharto menaruh minat terhadap Hidayat. Pak Harto menjawab, 
Pak Hidayat adalah senior saya satu-satunya yang masih hidup. Ketika Hidayat 
dikebumikan di Kalibata. Soeharto bermaksud mau menghadiri, tapi terhalang 
karena kesehatannya terganggu.

      Jenderal Hidayat Martaatmadja sudah tidak ada lagi. Semoga arwahnya 
diterima oleh Tuhan di sisiNya. Beristirahatlah dalam kedamaian di alam barzakh.
     


http://www.kompas.com/kompas-cetak/0512/02/opini/2256766.htm

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital.
http://us.click.yahoo.com/cRr2eB/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Mengenang Jenderal Hidayat Martaatmadja