[nasional_list] [ppiindia] Menanti sang Panglima + Penggantian Panglima TNI Ryamizard atau yang Lain?

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Mon, 16 Jan 2006 00:16:23 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **MEDIA INDONESIA
Senin, 16 Januari 2006


Menanti sang Panglima


PENGANTAR:
Wacana sosok perwira tinggi (pati) yang bakal dipercaya Presiden Susilo 
Bambang Yudhoyono menjadi Panglima TNI bergulir kian tajam. Hal itu seiring 
dengan dilakukannya proses pengajuan satu nama calon ke DPR oleh Presiden. 
Bagaimana sesungguhnya proses pengangkatan Panglima TNI pengganti Jenderal 
Endriartono Sutarto? Kami mengulasnya pada halaman 13, 14, dan 15.

PROSES pergantian Panglima TNI yang kini tengah berlangsung sebenarnya mulai 
mencuat sejak 15 bulan silam. Berawal dari pengajuan surat permohonan 
pengunduran diri Jenderal Endriartono Sutarto selaku Panglima TNI kepada 
Presiden Megawati Soekarnoputri pada 20 September 2004. Alasan Endriartono, 
karena usianya sudah lebih dari 57 tahun.

Menanggapi surat Endriartono, pada 8 Oktober 2004, Megawati melayangkan 
surat resmi bernomor R32/Pres/X/2004 kepada DPR. Dalam surat perihal rencana 
pemberhentian dan pengangkatan Panglima TNI itu, Megawati yang ketika itu 
masih memiliki hak prerogatif sekaligus menyerahkan nama calon Panglima TNI 
pengganti Jenderal Endriartono, yakni Kepala Staf AD Jenderal Ryamizard 
Ryacudu.

Pengajuan nama calon Panglima TNI itu mendapat respons positif dari DPR 
secara aklamasi. Anggota dewan memutuskan untuk menindaklanjuti permohonan 
Presiden tersebut.

Namun, belum lagi dewan sempat melaksanakan niatnya, Presiden terpilih hasil 
Pemilu 2004, Susilo Bambang Yudhoyono, melayangkan surat permohonan lain 
kepada DPR. Isi surat bernomor R41/Pres/X/2004 tertanggal 26 Oktober itu 
berkisar tentang keputusan Presiden Yudhoyono untuk menarik surat Presiden 
Megawati tentang pemberhentian dan pengangkatan Panglima TNI.

Dalam suratnya, Presiden Yudhoyono beralasan dirinya belum berencana 
mengganti Endriartono dari jabatannya sebagai Panglima TNI dalam waktu 
dekat. "Keputusan ini tidak terkait dengan persoalan pribadi, baik dengan 
Endriartono maupun Ryamizard," papar Presiden dalam surat tersebut.

Kontan dewan bereaksi. Sebagian dari mereka ketika itu menilai Presiden 
Yudhoyono telah melakukan langkah yang tidak semestinya. Dewan bahkan 
memutuskan untuk menggunakan hak interpelasi, menyusul tidak hadirnya 
Ryamizard untuk menjalani proses uji kelayakan (fit n proper test) pada 8 
November 2004.

Bagi internal armada perang Indonesia, pergantian Panglima TNI memiliki 
semangat yang sama seperti dalam proses pergantian jabatan pati lainnya. 
Yakni, di antaranya agar terjadi proses regenerasi sehingga organisasi TNI 
terhindar dari ketegangan sistemik. Lazimnya, proses pergantian pimpinan 
berjalan seiring dengan upaya untuk mewujudkan harapan atas bentuk 
organisasi yang ideal. Sehingga biasanya, sang calon pemimpin berusaha 
mendekatkan visi dan misi dengan gambaran ideal tersebut.

Saat ini ada empat pati bintang empat yang memenuhi syarat menjadi Panglima 
TNI. Yakni, Kepala Staf AD Jenderal Djoko Santoso, Kepala Staf AL Laksamana 
Slamet Soebijanto, Kepala Staf AU Marsekal Djoko Suyanto, dan mantan Kepala 
Staf AD Jenderal Ryamizard.

Dalam pergantian Panglima TNI yang dilakukan di era reformasi ini, kehadiran 
sosok reformis tentu menjadi syarat mutlak. TNI yang tengah melakukan 
reformasi internal dengan mengibarkan sejumlah paradigma baru tentu tidak 
bisa dipimpin seorang yang selalu berkiblat pada masa lalu.

Siapa pun sosok calon yang diajukan Presiden ke DPR, bakal mengemban misi 
sangat krusial, yakni menjaga dan menyempurnakan komitmen reformasi di tubuh 
TNI.

Muncul pula harapan agar TNI ke depan bisa lebih profesional dan menjunjung 
tinggi penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM). Menurut salah satu 
Direktur Imparsial, Otto Syamsudin Ishak, tidak cukup hanya sosok yang 
memiliki komitmen menegakkan HAM di masa depan, tetapi juga harus bebas dari 
pelanggaran HAM di masa lalu.

Sedangkan pengamat pertahanan dari Universitas Indonesia, Andi Widjayanto, 
memaparkan empat pertimbangan yang bisa digunakan Presiden Yudhoyono. 
Pertama, pertimbangan idiosinkratik yang didasari pada karakter dan hubungan 
personal antara calon Panglima TNI dan Presiden Yudhoyono. Namun, Andi 
berharap pertimbangan ini tidak akan mendominasi rasionalitas pemilihan.

Kedua, pertimbangan politik yang muncul berdasarkan asumsi adanya 
kesepahaman politik antara Presiden dan DPR pascapolemik pencabutan surat 
pengusulan Ryamizard sebagai Panglima TNI. Jika pertimbangan politik 
mendominasi kalkulasi strategis, Presiden Yudhoyono secara rasional 
cenderung akan menghindari terbukanya kemungkinan konfrontasi politik dengan 
DPR (terutama dengan Fraksi PDIP), yakni dengan tetap mengusulkan nama 
Ryamizard. Walaupun bisa saja ia memilih nama lain dengan dukungan dari 
Partai Golkar yang dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Pertimbangan lain yang diambil Presiden Yudhoyono bisa terkait dengan aturan 
yang berlaku saat ini. Dalam UU TNI disebutkan jabatan Panglima TNI dapat 
dijabat secara bergantian di antara tiga angkatan. Sebagai catatan, hanya 
matra udara yang belum pernah menduduki pucuk pimpinan TNI.

Pertimbangan keempat, pertimbangan yang ditekankan pada masalah strategi 
pertahanan. Lewat pertimbangan itu, Presiden akan diarahkan untuk memilih 
calon yang dapat menyeimbangkan kebutuhan penuntasan reformasi militer 
dengan kebutuhan inisiasi transformasi postur pertahanan negara.

Pada akhirnya, semua itu memang terpulang pada diri Presiden Yudhoyono untuk 
menafsirkan amanat UU TNI yang secara eksplisit menyebutkan, pengangkatan 
dan pemberhentian Panglima TNI dilakukan atas dasar kepentingan organisasi 
TNI. (Ratna Nuraini/P-2).



+++

MEDIA INDONESIA
Senin, 16 Januari 2006

Penggantian Panglima TNI Ryamizard atau yang Lain?



SALAH satu hasil reformasi adalah penghapusan doktrin dan praktik dwifungsi TNI 
dalam kehidupan bernegara. TNI diarahkan menjadi tentara profesional, 
sebagaimana layaknya di negara demokratis. Artinya, TNI berjalan di bawah 
supremasi pemerintah sipil. Format baru hubungan sipil-militer di Indonesia 
diintroduksi karena alasan-alasan sejarah.

Lahirnya autokrasi militer yang dikontrol Menteri/Panglima Angkatan Darat 
Letnan Jenderal Soeharto, terutama selaku Pangkopkamtib (1966), Ketua Presidium 
Kabinet Ampera (1966), dan Pejabat Presiden RI (1967). Autokrasi berjalan 
hingga Pemilu 1971 dan sejak itu mulai berkembang apa yang disebut dengan 
oligarki militer. Kekuasaan negara dikontrol segelintir jenderal yang memegang 
posisi-posisi kunci dalam pemerintahan. Oligarki ini disebut Jenkins (1997) 
sebagai era 'Soeharto and His Generals'.

Fase historis selanjutnya adalah pretorianisme otoriter yang mulai berkembang 
pasca-Pemilu 1992 saat terjadi fusi sipil-militer yang erat.

Politisi sipil bergabung bersama militer dan mendapat back up penuh dari 
kalangan militer. Pada dua fase sebelumnya, kontrol politik eksternal dapat 
dikatakan tidak ada sama sekali. Fase ketiga menunjukkan adanya kontrol itu, 
namun masih sangat lemah.

Keputusan politik agar TNI meninggalkan gelanggang politik pada 2009 justru 
dipercepat TNI sendiri pada 2004. Poin tersebut menunjukkan komitmen TNI pada 
reformasi.

Realitasnya, reformasi bagi TNI berarti merosotnya otoritas, peran, kiprah 
politik TNI dari kehidupan politik bernegara. Hal ini tampak dilarangnya 
tentara menduduki jabatan birokrasi sipil, dan lembaga-lembaga lain di luar 
TNI. TNI juga dilarang berpolitik praktis dan berbisnis.

Namun, UU TNI tidak mengatur secara jelas dan tegas bahwa TNI berada di bawah 
Departemen Pertahanan sebagai lambang supremasi sipil. Jadi dengan format 
sekarang, terdapat dualisme kepemimpinan pertahanan antara Departemen 
Pertahanan dan TNI yang keduanya bertanggung jawab langsung ke presiden.

Wacana supremasi sipil atas militer hari ini tidak dapat diletakkan di pundak 
eksekutif semata. Introduksi persetujuan DPR atas pencalonan Panglima TNI harus 
dipandang sebagai implementasi konsep supremasi sipil khas Indonesia. 
Persetujuan DPR ini merupakan jalan tengah antara penolakan absolut TNI di 
bawah Departemen Pertahanan dan potensi kooptasi langsung di bawah komando 
presiden. Yang pertama untuk menghindari keterputusan sejarah dan politik TNI 
secara total. Sedangkan yang kedua menghindari intervensi berlebihan dari 
presiden terhadap TNI sebagaimana yang pernah dilakukan Presiden Abdurrahman 
Wahid.

Dilema pergantian
Jenderal Endriartono Sutarto semestinya pensiun 30 April 2002, saat menjabat 
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Namun oleh Presiden Megawati, masa dinasnya 
diperpanjang lima tahun lagi hingga 30 April 2007. Tidak lama setelah turun 
dari jabatan KSAD, pada 4 Juni 2002, Endriartono diangkat sebagai Panglima TNI 
pada 7 Juni 2004. Berarti sampai sekarang, jabatan itu sudah dipangku hampir 
empat tahun. Inilah yang dipandang sebagai menghambat regenerasi di tubuh TNI.

Sebetulnya, Presiden Megawati dapat mengganti Panglima TNI sebelum adanya UU 
TNI. Prosesnya lebih mudah dan tidak ada politisasi oleh DPR karena wewenangnya 
penuh di tangan presiden. Lagi pula, Endriartono pernah mengajukan pengunduran 
diri akhir 2004 karena merasa sudah terlalu lama. Keinginan itu ditolak 
Presiden karena tenaga dan pikirannya masih dibutuhkan, terutama untuk 
menyelesaikan darurat sipil Aceh. Presiden Yudhoyono memperpanjang masa darurat 
sipil hingga tuntasnya perundingan Helsinki antara pemerintah RI dan Gerakan 
Aceh Merdeka (GAM) yang ditandatangani 15 Agustus 2004.

Sejauh ini, alasan resmi yang disampaikan Presiden adalah untuk mengamankan 
kebijakan politik perdamaian dengan GAM. Dalam hal ini, Endriartono dianggap 
patuh dan tunduk pada keputusan politik pemerintah. Ini poin plus bagi 
Endriartono dalam kerangka implementasi supremasi sipil. Ryamizard dipandang 
tidak koperatif bagi kebijakan pemerintah dalam perundingan Helsinki. Adalah 
logis bagi pemerintah untuk mendapatkan Panglima TNI yang tunduk pada 
pemerintah agar agenda pemerintahan dapat berlangsung dengan aman.

Namun, sebetulnya ada pula alasan politik yang lain. Pemerintah menghindari 
adanya voting di DPR dalam memberikan persetujuan calon panglima. Jika terjadi, 
hal tersebut menjadi preseden buruk bagi dukungan politik yang terbelah kepada 
Panglima TNI. Presiden menginginkan proses aklamasi sebagaimana yang terjadi 
pada pencalonan Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutanto.

Alasan lain, Presiden dihadapkan pada dilema senioritas dan hierarki 
kepangkatan dalam tubuh TNI. Jika ini dituruti, berarti Presiden harus 
mengajukan Jenderal Ryamizard Ryacudu sebagai satu-satunya calon. Tapi ini 
mustahil mengingat posisi Ryamizard yang berseberangan dengan pemerintah dalam 
soal perundingan Helsinki. Tetapi jika tidak dituruti, Presiden akan dituduh 
mengintervensi tubuh militer sebagaimana yang dilakukan Abdurrahman Wahid 
dahulu.
Jika Presiden mengajukan calon lain di luar Jenderal Ryamizard, akan dianggap 
telah melakukan tindakan yang menyakitkan bagi seorang jenderal aktif non-job. 
Tindakan Presiden juga dapat dipandang sebagai penghinaan terhadap korps 
perwira TNI. Akibatnya, akan terjadi disharmoni yang berujung pada konflik 
internal TNI.
Persoalan pergantian Panglima TNI menjadi rumit karena terkait dengan kebijakan 
politik pemerintah, keinginan untuk menegakkan supremasi sipil, partai politik 
sipil yang masih mengharapkan back up militer, konsolidasi militer bagi sang 
Presiden, dan otonomi birokrasi militer sendiri sebagai sebuah kekuatan. 
Presiden Yudhoyono terjebak dalam bola politik panas dalam hal ini. Presiden 
berada dalam posisi dilematis untuk mengambil keputusan segera dan tegas.
Jika kondisi ini dibiarkan tanpa ada kata final, kemungkinannya hanya tiga. 
Pertama, Presiden memang betul seorang peragu tulen dalam mengambil keputusan 
politik. Sebuah penilaian negatif dari publik bagi citra Presiden. Kedua, 
Presiden sedang menggiring TNI kembali dalam pusaran politik yang berujung ke 
intervensi militer dalam keputusan politik pemerintah.

Terakhir, kekuasaan Presiden memang lemah. Kontrol politik di DPR lemah karena 
kecilnya kursi Partai Demokrat di DPR yang hanya 7%. Kontrol ekonomi yang lemah 
karena ketiadaan latar belakang bisnis-konglomerasi seperti Jusuf Kalla. 
Kontrol militer yang lemah, karena faksi reformis yang diusungnya kalah 
bersaing dengan kelompok konservatif dalam tubuh TNI. Jika demikian, nasib 
kekuasaan Presiden tinggal bersandar pada legitimasi rakyat yang telah 
memilihnya pada 2004.
* Marbawi, analis polkam Litbang Media Group.

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Menanti sang Panglima + Penggantian Panglima TNI Ryamizard atau yang Lain?