** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **RIAU POS Makna Keadilan Kerja di Luar Negeri Kamis, 05 Januari 2006 Dengan penuh sukacita, seorang kenalan Indonesia memberikan kabar tentang keberhasilannya memperoleh status warga tetap (permanent resident) Perancis kepada penulis. Setelah berkeliling sekian lama di lokasi domisilnya saat ini, ia kembali menyampaikan kabar gembira bahwa ia kini bekerja penuh waktu sebagai laundry hand. Dipandang sebatas dari sudut ekonomi, nasib orang itu jelas positif. Berpenghasilan dolar, meskipun biaya belanja juga dalam mata uang dolar, jauh lebih menjamin ketimbang rupiah. Kendati begitu, jika diingat bahwa ia adalah pemilik ijazah master dari sebuah institut komputer berkaliber internasional di Southern Hemisphere, perjalanan hidup orang ini justru memunculkan pertanyaan yakni untuk apa nilai belajar bertahun-tahun hingga mampu meraih gelar tinggi, jika akhirnya hanya bekerja sebagai pencuci pakaian? Kendati mengandalkan fisik, pekerjaan-pekerjaan itu tidaklah hina. Betapapun kasarnya, penghasilan mereka masih memenuhi standar hidup. Belum lagi remunerasi tambahan, seperti asuransi, uang pensiun, dan jatah cuti, yang menjamin bahwa mereka tetap memiliki harga diri (dignity) dengan berkecimpung di posisi-posisi tersebut. Namun, berasumsi bahwa para warga tetap Perancis ini sejatinya menolak mentah-mentah pekerjaan kasar selama berada di negara asal mereka (Indonesia), serta memutuskan pindah ke Perancis dengan tujuan bisa hidup lebih layak, perubahan drastis yang mereka alami dengan tabah bekerja di dunia 'kasar' menjadi sebuah fenomena menarik yang baru dapat dipahami jika perjalanan hidup mereka dirunut sejak dari tanah air. Uangkah motivasi utama mereka bermigrasi ke negeri jiran? ''Jangan bermimpi kaya raya jika bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS)!'' Seruan semacam ini dikumandangkan berulang kali, baik oleh pejabat maupun masyarakat umum di Prancis, terhadap mereka yang bekerja sebagai birokrat pemerintah. Status sebagai PNS hingga kini memang masih diidentikkan sebagai aktivitas pengabdian dan pelayanan publik. Tugas ini sejatinya kompleks, sehingga sudah semestinya bagi para PNS untuk memiliki profesionalisme kerja yang memadai. Sekaligus ia merupakan pekerjaan yang mulia, sehingga sudah sewajarnya apabila para karyawan yang bernaung di bawah kantor-kantor pemerintah juga memperoleh bentuk penghargaan yang lebih berarti (non-simbolik) ketimbang tanda penghargaan kesetiaan karena telah mengabdikan diri selama sekian tahun (seperti kita di tanah air). Ironisnya, dua hakekat di atas masih belum terpenuhi hingga kini di tempat kita. Tidak usah berbicara tentang profesionalisme. Siapapun tahu bahwa menjadi PNS pada level bawah tidak memberikan jaminan hidup yang mencukupi, terutama dari segi materi. Pada umumnya, para PNS hidup di tepi jurang antara hidup serba berkekurangan dan hidup pas-pasan. Tetapi, yang mencengangkan, setiap kali ada penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), ratusan ribu pencari kerja tetap 'antusias' mengirimkan surat lamaran yang disertai berlembar-lembar dokumen administratif tambahan ke instansi-instansi pemerintah. Secara umum dapat dicermati bahwa sistem kerja di lingkungan pegawai negeri tidak memfasilitasi karyawan untuk menjadikan dirinya sendiri sebagai variabel penentu dalam berkarir. Sebaliknya, karyawan mengandalkan keterdekatan pribadi dan tak jarang politiciking guna melempangkan jalan ke posisi kerja yang lebih tinggi. Tak aneh apabila PNS kehilangan gairah memberdayakan diri, karena external locus of control lebih menentukan nasib mereka. Betatapun negatifnya, lingkup kerja PNS hakekatnya merefleksikan kehidupan masyarakat yang mengedepankan nilai-nilai kolektivisme. Dibandingkan dengan komunitas berbudaya individualis yang berorientasi pada equity (keadilan), masyarakat kolektif kata Leung (1997) lebih menekankan equality (persamaan). Keadilan diartikan sebagai kesamaan input, tanpa memperhitungkan output atau kontribusi setiap individu. Tragisnya, masyarakat kolektif baru akan menerapkan prinsip equity (input beragam tergantung ouput) hanya ketika mereka berhadapan dengan kalangan yang mereka anggap pihak luar. Tendensi bermusuhan ini bukan ditujukan untuk menciptakan perlakuan yang adil kepada siapapun guna meraih prestasi, melainkan dalam rangka menguntungkan posisi kelompok sendiri (ingroup recipients) seraya mengganjal langkah kelompok lain (outgroup recipients). Inilah, dalam bahasa umum, yang disebut sebagai kolusi dan nepotisme. Kembali ke kisah tentang banyak kenalan asal Indonesia yang kini menjadi warga tetap Perancis, ternyata rasa puas diperlakukan dengan prinsip equity adalah penyebab utama relanya mereka men-downgrade diri dari pekerjaan yang mengandalkan otak di tanah air ke pekerjaan yang lebih mengandalkan fisik di negeri asing. Dengan prinsip equity, tidak ada prasangka buruk bahwa gaji akan disunat atas nama iuran ini dan itu. Pupus kecemburuan menyaksikan betapa karir orang lain dapat melaju melebihi prestasi diri sendiri. Juga tak ada pertanyaan tentang segala 'misteri' birokrasi dan administrasi yang merajalela di kantor-kantor pemerintahan di Indonesia. Secara objektif, equity dapat mengeliminasi ruang hitam yang sering dihadapi para PNS. Keadilan yang ditegakkan atas dasar penghargaan sebanding dengan kontribusi, merupakan titik yang hakekatnya ingin dituju siapapun. Tidak hanya di lingkungan PNS, tetapi juga di kehidupan yang lebih luas lagi. Namun di situ pula letak permasalahannya. Keadilan terlanjur dikerdilkan maknanya menjadi manfaat dengan sebaran yang terbatas pada 'aku dan kelompokku', tidak termasuk 'kamu dan kelompokmu'. Dipikir-pikir, lagi-lagi ironis, kita agaknya memang jauh lebih individualistis ketimbang komunitas lain yang kadung disebut-sebut dalam buku PMP, PSPB, diktat Kewiraan, dan modul Penataran P4 sebagai masyarakat individualis. Wallaahu a'lam.*** MIRZA AMRIEL, warga asal Riau Alumnus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, bermukim di Prancis, emierzeta46@xxxxxxxxx Alamat Email inidilindungi dari bot spam, Anda Harus Mengaktifkan Javascript Untuk Melihatnya 0813 1639 6678 [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Clean water saves lives. Help make water safe for our children. http://us.click.yahoo.com/CHhStB/VREMAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **