[nasional_list] [ppiindia] Kitorang Basudara

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sat, 7 Jan 2006 00:11:02 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.indomedia.com/bpost/012006/7/opini/opini1.htm

Kitorang Basudara 
Belajar Dari Kerukunan Banjar - Dayak

Oleh: 
Ahmad Barjie B



Ungkapan kitorang basudara (kita orang bersaudara), sering digunakan masyarakat 
di kawasan Indonesia Timur khususnya Ambon-Maluku, Papua (Irian) dan sebagian 
Sulawesi. Selama berabad-abad, persaudaraan antaretnis dan agama di kawasan itu 
terpelihara dengan baik. Sayang sekali karena provokasi, persaudaraan tersebut 
sempat ternodai oleh konflik bernuansa SARA yang sangat berdarah-darah dan 
belum sepenuhnya pulih hingga kini.

Sebagai negara yang pluralistik dilihat dari suku, agama, ras, bahasa, adat 
istiadat, daerah dan hidup dalam ribuah pulau, sudah pasti antarsuku terjadi 
interaksi dan korelasi. Secara sosiologis, interaksi tersebut dapat saja 
mengerucut menjadi persaingan dan konflik karena berbagai faktor. Tetapi secara 
positif juga dapat menimbulkan kooperasi yang konstruktif, sehingga terjadi 
take and give, saling mengisi dan melengkapi kekurangan dan kelebihan 
masin-masing.

Terjadinya konflik bernuansa SARA di beberapa daerah pada tahun-tahun lalu, 
saya kira selain dipicu provokasi eksternal, karena gagalnya membangun hubungan 
saling menguntungkan antarsuku dan agama di daerah bersangkutan. Agar peristiwa 
serupa tidak terulang, semua pihak perlu banyak introspeksi dan belajar dari 
mana saja sehingga tumbuh sikap toleran, kooperatif dan konstruktif dalam 
membangun kehidupan yang rukun, damai dan adil dalam bingkai NKRI.

Terlepas dari kelebihan dan kekurangan masing-masing etnis, persaudaraan etnis 
Banjar dengan Dayak yang selama ini terjalin mesra tanpa cacat, patut sekali 
dijadikan cermin atau referensi. Bung Marko Mahin, dosen STT-GKE Banjarmasin, 
menulis di BPost edisi Sabtu 24 Desember 2005 berjudul: "Putri Banjar Di Tanah 
Dayak". 

Tulisan Marko itu sangat menarik dan simpatik, padat informasi masa silam yang 
jarang diketahui orang masa kini. Termasuk saya yang berasal dari 
Pasintik-Kelua Tabalong, yang relatif berdekatan dengan perkampungan komunitas 
Dayak di Pasar Panas, Bagok, Pupuh, Bamban, Jaar, Tamiang Layang dan seterusnya.

Salah satu titik lemah generasi kini adalah terjadinya generation gap dengan 
generasi masa silam. Terutama di segi pengenalan terhadap sejarah klasik, 
cerita rakyat (folklor) dan sejenisnya, karena kurangnya dokumen historis 
tertulis tentang hal itu. Tulisan bung Marko sedikit banyaknya menjembatani gap 
tersebut.

Semangat Kebersamaan
Minimal ada dua benang merah yang dikemukakan Marko berkenaan eratnya 
persahabatan antara etnis Banjar dengan Dayak, khususnya Dayak Ma'anyan di 
Kalteng. Pertama, secara historis Putri Mayang Sari yang berkuasa di 
Jaar-Sangarasi (Sanggar Wasi?), adalah putri dari Raja Banjar Islam yang 
pertama (Sultan Suriansyah) dari istri keduanya Norhayati yang berdarah Dayak, 
cucu Labai Lamiah tokoh Islam Dayak Ma'anyan.

Walau Mayang Sari beragama Islam, dalam memimpin sangat kental dengan Adat 
Dayak, senang turun lapangan mengunjungi perkampungan Dayak dan sangat 
memperhatikan keadilmakmuran masyarakat Dayak di masanya. Itu sebabnya, ia 
sangat dihormati dan makamnya diabadikan dalam Rumah Adat Banjar di Jaar.

Dapat ditambahkan, eratnya persahabatan Banjar-Dayak, juga karena kedua suku 
ini terlibat persekutuan erat melawan Belanda dalam Perang Banjar. Umum 
diketahui, setelah terdesak di Banjarmasin dan Martapura, Pangeran Antasari 
beserat pengikut dan keturunannya mengalihkan perlawanan ke daerah Hulu Sungai 
dan sepanjang Sungai Barito sampai hulu Barito, di mana beragam etnis Dayak 
banyak terlibat di dalamnya.

Gigih, dahsyat dan survivenya Perang Banjar, tidak terlepas dari andil pejuang 
dan masyarakat Dayak. Wajar bila ada yang mengusulkan Perang Banjar lebih tepat 
dinamai Perang Barito, karena yang terjadi sesungguhnya adalah perang koalisi 
antara etnis Banjar bersama etnis Dayak di satu pihak versus kolonialis Belanda 
dan antek-anteknya di pihak lain. Sebagaimana watak peperangan pada umumnya, 
jauh lebih banyak duka daripada sukanya. Karenanya, etnis Banjar dan Dayak 
sudah merasa bersaudara senasib sepenanggungan. Harta benda, jiwa raga, darah 
dan airmata kedua suku serumpun ini sama-sama tumpah di tengah api perjuangan 
luhur mengusir penjajah. Kedua, secara sosiologis-antropologis antara etnis 
Banjar dan Dayak diibaratkan sebagai dangsanak tuha dan dangsanak anom (saudara 
tua dan muda). Urang Banjar yang lebih dahulu menjadi muslim kemudian disusul 
sebagian etnis Dayak yang bahakey (berislam), saling merasa dan menyebut yang 
lain sebagai saudara. Mereka tetap memelihara toleran
 si hingga kini. Tiap ada upacara ijambe, tewah dan sejenisnya, komunitas Dayak 
selalu menyediakan Balai Hakey, tempat orang muslim dipersilakan menyembelih 
dan memasak makanannya sendiri yang dihalalkan menurut keyakinan Islam.

Simbiosis Mutualis
Selain dua tesis di atas, sebenarnya ada lagi variable pendukung erat dan 
kuatnya kerukunan etnis Banjar-Dayak. Di antaranya, hubungan saling memerlukan 
dan menguntungkan (simbiosis mutualis) melalui jalur ekonomi atau perdagangan. 
Menurut cerita tutur lisan orang tua, jauh sebelum dikenalnya perdagangan 
konvensional di mana berlaku alat tukar uang rupiah, antara orang Banjar dengan 
Dayak telah terjalin perdagangan secara barter.

Pedagang Banjar menjual beras, gula, garam, terasi, tembakau, kain, alat dapur, 
dll. Pembeli dari etnis Dayak membayarnya dengan karet, damar, kayu, sarang 
burung, madu, dan buah-buahan seperti cempedak, pampakin, karatungan, dan 
berbagai hasil bumi mereka.

Keadaan itu terus berlanjut setelah berjalannya perdagangan konvensional. 
Berbagai wilayah yang dihuni komunitas Dayak merupakan pangsa pasar yang sangat 
menjanjikan bagi pedagang Banjar. Setelah, berlangsungnya pasar di beberapa 
kota Banjar hulu seperti pada Rabu (Pasar Arba-Banua Lawas), Kamis (Amuntai dan 
Kelua), dilanjutkan dengan beberapa pasar di daerah komunitas Dayak di 
antaranya Jumat (Pasar Ampah), Sabtu (Pasar Panas), Ahad (Pasar Jaar), Senin 
(Pasar Tamiang Layang) dst. Ditambah dengan sejumlah pasar kecil di beberapa 
komunitas Dayak yang lebih kecil, seperti Bagok, Bamban, Pupuh, Kanres, Marahu, 
Masibu, Matabu, Hayaping, Tampa, Patung, Dayu dan masih banyak lagi. 

Jadi satu minggu penuh selalu ada pasar. Di situlah terjadi interaksi yang erat 
antara kedua pihak, sehingga hampir semua pedagang Banjar (umumnya dari Kelua, 
Amuntai, Alabio, Nagara) pandai berbahasa Dayak Ma'anyan. Begitu pula 
sebaliknya, hampir semua etnis Dayak Ma'anyan pandai berbahasa Banjar.

Dulu, ayah saya, Ukis Utar, seorang pedagang beras dan sayur yang berasal dari 
subetnis Banjar-Kelua, malah lebih lihai berbahasa Ma'anyan daripada Bahasa 
Banjar dan Indonesia. Penguasaan Bahasa Ma'anyan ini tentu hasil interaksi yang 
lama dan intens, bukan belajar teori. Sebab, dulu (entah kini), belum ada kamus 
besar Bahasa Dayak beserta dialek dan subdialeknya. 

Walau relasi dagang tersebut menghasilkan kesejahteraan ekonomi, namun hubungan 
yang dijalin tidak bersifat dominatif dan eksploitatif. Pedagang Banjar mencari 
keuntungan secara wajar dan berusaha untuk jujur, sebab kejujuran merupakan hal 
sangat penting dalam berdagang dengan etnis Dayak. Pedagang Banjar tidak 
termotivasi memupuk kekayaan berlebihan dengan mengeksploitasi pembeli, dan 
tidak pula ingin menguasai daerah secara ekonomi, sosial dan politik.

Agama Kristen, Katolik dan Kaharingan yang dianut mayoritas Dayak dihargai 
sebagaimana mestinya, sebagaimana Dayak juga menghormati Agama Islam. Kalau di 
sejumlah daerah pernah terjadi konflik berdarah bernuansa SARA, komunitas 
Banjar-Dayak adem ayem saja dan selalu kondusif. Karena ketenangan itu, tidak 
sedikit pedagang Banjar berpindah dan hidup bersama di tengah komunitas Dayak. 
Itu sebabnya, di beberapa kota seperti Magantis, Tamiang Layang, Ampah, Buntok, 
Muara Teweh, Puruk Cahu, dll, banyak sekali etnis Banjar berdomisili.

Sebaliknya, Urang Dayak juga berusaha menjadi pembeli yang baik, bahkan 
pelanggan setia. Mereka sangat kuat menjaga kesetiaan sepanjang tidak pernah 
dikhianati. Hubungan bertetangga dan bermasyarakat terjalin sangat mesra. Kalau 
pun ada terjadi konversi agama, sifatnya hanya alami dan sukarela.

Dari kemesraan itu, ketika memasuki ranah politik, tidak terjadi konflik 
antarkedua pihak. Bila kebetulan pejabatnya Dayak, mereka akan melayani semua 
orang tanpa diskriminasi. Begitu pula sebaliknya. Bahkan karena sifat jujurnya, 
pejabat Dayak konsisten pada peraturan dan jarang terlibat KKN. Karena etnis 
Dayak masa lalu sangat mementingkan pendidikan, sekolah setinggi mungkin, 
banyak putra daerah mereka menjadi pejabat penting.

Pedagang etnis Banjar yang lebih termotivasi berdagang, anak-anaknya relatif 
jarang yang menjadi pejabat. Tetapi karena hijrahnya sebagian kalangan 
terpelajar Banjar ke Kalteng, jabatan penting di sejumlah kota dan daerah Dayak 
pun tetap heterogen. Maka, kebersamaaan tetap berjalan dinamis sebagaimana 
mestinya. 

Bagi Urang Banjar atau Dayak di Kalteng, tidak terlalu menjadi persoalan siapa 
bupati, gubernur atau pejabat yang memimpin mereka, sepanjang berbuat kebaikan 
untuk kesejahteraan masyarakat yang adil dan maksimal. Jadi tidak berguna dan 
sebaiknya tidak perlu mendramatisasi perbedaan SARA saat suksesi kepemimpinan 
di daerah.

Ikatan historis dan emosional kedua suku jauh lebih berharga dan bernilai abadi 
ketimbang kepentingan politik sesaat. Banjar atau Dayak sama baiknya, sebab 
keduanya bersaudara, senasib sepenanggungan sejak zaman dahulu kala. Siapa pun 
yang memimpin, yang penting all out mengabdi dan bergandeng bersama seluruh 
rakyat.

Semoga kebersamaan ini terus terjaga hingga akhir usia dunia, dan kerukunan 
serupa juga terjalin bagi seluruh etnis di Indonesia. Amin.

Pemerhati masalah kemasyarakatan, tinggal di Banjarmasin
e-mail: barjie_b@xxxxxxxxx




[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Clean water saves lives.  Help make water safe for our children.
http://us.click.yahoo.com/CHhStB/VREMAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Kitorang Basudara