[nasional_list] [ppiindia] Kalau Saya Jadi Pejabat

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Mon, 3 Jul 2006 02:01:41 +0200

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.indomedia.com/bpost/072006/3/opini/opini1.htm

Kalau Saya Jadi Pejabat

Oleh: Pribakti B
Dokter RSUD Ulin Banjarmasin

Memperlancar diri sendiri di zaman susah begini sambil memacetkan orang lain 
yang jauh lebih membutuhkan, pastilah tindakan yang tega.

Bila pagi ini Anda membuka lembaran BPost, tiba-tiba Anda tertarik pada judul 
tulisan saya ini, maka kecewalah Anda. Karena judul 'Kalau Saya Jadi Pejabat' 
ini, cuman akal-akalan saya. Paling tidak supaya Anda tertarik dan membaca 
artikel omong kosong ini. Cara begini biasanya dalam ilmu persilatan disebut 
jurus 'Katak menipu Harimau'. Anda adalah harimau yang tertipu oleh seekor 
katak seperti saya.

Jadi, kendati Anda tertipu karena kenyataannya mana mungkin saya jadi pejabat, 
tapi Anda tetap senang karena Anda tetap harimau dan saya tetap katak. Mohon 
maaf, semoga tak ada yang tersinggung, karena sungguh saya tak bermaksud buruk. 
Hanya saja mungkin kondisi saya sedang sakit (sudah satu minggu meriang) 
sehingga terkadang kurang kontrol. Badan terasa panas, serasa melayang naik, 
persis tatkala saya melihat ketidakadilan di tengah kemacetan jalan akibat 
iring-iringan mobil dinas pejabat.

Sebetulnya ada tiga jenis pembawa kemacetan di jalan raya Indonesia, yaitu: 
membengkaknya jumlah kendaraan bermotor; rendahnya kedisiplinan pengendara; 
pejabat yang kebetulan lewat dengan mobil dinasnya. Belum lama berselang, 
kemacetan jenis ketiga ini hampir saja membuat anak saya telat ke sekolah. 
Karenanya setelah peristiwa itu, saya berjanji kalau menjadi pejabat saya tak 
boleh memacetkan jalan seperti itu. Ini, komitmen saya yang terpenting.

Kalau hanya dasarnya cuma pejabat hingga maunya lancar melulu, namanya tidak 
fair. Iya kan? Memperlancar diri sendiri di zaman susah begini sambil 
memacetkan orang lain yang jauh lebih membutuhkan, pastilah tindakan yang tega. 
Maksud saya, tega-teganya persis seperti lirik lagu dangdut yang dinyanyikan 
Meggy Z.

Jujur saja, sebetulnya dibanding pejabat tadi, anak saya pasti jauh lebih 
berhak merasa buru-buru karena ia masih kecil baru kelas 2 SD. Ia adalah anak 
yang patuh kepada semua gurunya, sehingga kalau sampai terlambat ia menangis 
karena takut pada hukuman sekolahnya. Bayangkan disuruh berbaris sendiri, 
mengucapkan ikrar tidak terlambat di depan pintu masuk kelas, adalah kengerian 
baginya. Anak ini sudah belajar memiliki rasa malu, sebuah rasa yang mulai 
dilupakan bahkan oleh orangtua mereka.

Jadi, sesungguhnya posisi anak saya ini benar-benar berada di pihak yang lemah 
karena ia adalah pihak yang takut. Pihak yang melulu kena marah dan hukuman. 
Sedangkan pejabat tadi, pastilah pihak yang ditakuti dan lebih banyak punya hak 
menghukum ketimbang dihukum. Jadi mestinya ia tak perlu buru-buru karena tak 
ada bawahan yang akan menegur dan memarahi.

Kalaupun buru-buru karena ia naik pesawat, suruh ajudannya menelepon penguasa 
bandara beralasan bahwa ia terlambat bukan karena bangun kesiangan, melainkan 
karena tertahan di jalan demi menunggu anak sekolah lewat --agar mereka tidak 
terlambat ke sekolah. Paling tidak sang pejabat ini bisa menyarankan pada 
atasannya, kalau mengadakan panggilan, jangan bertepatan dengan jam anak 
sekolah. 

Maklum, kalau pagi jalan raya begitu padat. Sementara anak-anak --calon penerus 
kita-- begitu ingin sampai ke sekolahnya. Kalau dimacetkan, mereka pasti akan 
takut dan gelisah. Jika pejabat itu tidak mau sabar sejenak, tidak mau 
mendahulukan anak-anak sekolah lewat, berarti pejabat itu sungguh tidak 
mendukung jalannya dunia pendidikan. Iya, kan?

Jadi, jika alasannya demi mendahulukan kepentingan rakyat dan anak sekolah, 
atasannya pasti akan memahami dan malah bisa jadi akan menambah angka kredit 
buat kenaikan pangkatnya. Karena tak ada pejabat yang tidak mencintai 
rakyatnya, lebih-lebih anak sekolah. Terlebih lagi jika anak sekolah itu masih 
kecil seperti anak saya. Jadi sungguh tidak ada alasan bagi sang pejabat untuk 
buru-buru. Toh, negara Indonesia tidak dalam keadaan darurat.

Disebabkan kelancarannya, sang pejabat itu pasti tidak sempat merasakan betapa 
runyam akibat yang ditimbulkan kelancarannya itu. Bayangkan, sebuah perempatan 
yang dikepung banyak titik lampu merah tapi hanya satu titik yang dibiarkan 
melaju, sementara yang lain ditahan. Penahanan ini sudah tidak tergantung lagi 
pada merah, kuning dan hijaunya lampu, tapi lebih pada aba-aba seorang polisi.

Memang rakyat yang mengalami kemacetan jalan ini, tidak tahu apa yang terjadi. 
Sepengetahuan mereka, kenapa kemacetan ini berlama-lama sementara satu jalur 
itu dibiarkan terus melaju. Hampir saja pengendara motor yang diberhentikan ini 
kehilangan kesabaran. Mereka hampir saja membobol aba-aba polisi dan sebagian 
gaduh menekan klakson bersama. Akibatnya situasi memang berangsur memanas. 
Jalan menjadi tidak cuma berisi orang-orang yang takut terlambat ke kantor, 
tetapi juga orangtua yang mencemaskan jam masuk sekolah anak mereka. Golongan 
terakhir ini yang jauh lebih berbahaya.

Sementara polisi yang di depan itu pun sedemikian rupa mempertahankan 
aba-abanya. Tapi tampak betul ia mulai tak percaya diri. Betapa pun, ia 
mengerti antrean panjang di belakangnya pasti merasa disakiti.

Polisi berpangkat rendah itu pun bagian dari kami, yang mulai merasa tak enak 
hati dan bisa jadi mulai jengah di dalam hati tentang kemewahan pejabat. Tapi 
untunglah, ketika mendengar bunyi sirene, 'peserta' antrean ini agak meredakan 
kemarahannya.

Saya pikir, bukan karena takut pada iring-iringan yang menjengkelkan hati 
mereka itu. Karena ketakutan ini bertentangan dengan watak budaya massa, yang 
jika sudah marah gampang tidak peduli. Kemarahan mereka mereda, agaknya justru 
dipicu oleh rasa iba kepada polisi berpangkat rendah dan telah bekerja keras 
ini.

Pertama, polisi berpangkat rendah itu sangat tampak merasa bersalah. Kedua, 
jika antrean ini menjadi kacau dan pejabat itu terjebak dalam kemacetan, 
sungguh nasib seperti apa gerangan yang akan diterima polisi berpangkat rendah 
itu dari komandannya.

Kepada polisi yang susah begini, saya yakin rakyat di Indonesia sungguh gampang 
luluh hatinya. Akhirnya kami semua membiarkan iring-iringan mobil yang mewah 
itu melaju dan kami menahan diri. Kepada anak saya yang mulai pucat karena 
kegaduhan klakson di sekitarnya saya berkata: "Ini sungguh-sungguh. Bapak 
polisi yang di depan itu hebat sekali. Kalau bapak jadi pejabat dan naik mobil 
iring-iringan seperti mobil yang lewat tadi, bapak tidak mau bikin repot dia. 
Kasihan. Sudah rendah pangkatnya, kecil gajinya, berat tugasnya, kerap diomeli 
orang pula!"

Anak saya melotot, tak mengerti. Saya pun cuek. Meskipun terlambat, saya 
mengucapkan Selamat Ulang Tahun Pak Polisi, 1 Juli 2006! 813 dan 86 Pak Polisi!


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Something is new at Yahoo! Groups.  Check out the enhanced email design.
http://us.click.yahoo.com/SISQkA/gOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Kalau Saya Jadi Pejabat