[nasional_list] [ppiindia] Etika Kepentingan Rakyat

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sun, 29 Jan 2006 01:21:12 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.suarapembaruan.com/News/2006/01/28/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 

Etika Kepentingan Rakyat
 

R.P. Borrong 





"Tak ada kawan abadi, tak ada musuh abadi, yang ada hanya kepentingan abadi" 
(Lord Palmerston) 


HARI Senin, tanggal 24 Januari 2006 adalah saat yang mendebarkan. Banyak mata 
tertuju ke layar kaca, dari pagi hingga sore. Harapannya, para wakil rakyat 
terhormat akan mengambil keputusan penting: hak angket beras! Sampai sidang 
berakhir, yang saat dimulai, hanya dihadiri 277 dari 500 anggota Dewan, 
ternyata tidak menghasilkan keputusan yang signifikan. Ali-ali memutuskan untuk 
menyetujui hak angket DPR tentang kebijakan pemerintah mengimpor beras, hak 
interpelasipun ternyata tak disepakati. 

Dapat diduga bahwa kepentingan politik, baik pribadi maupun partai, menang atas 
kepentingan rakyat yang diwakili para Dewan yang terhormat. Kalau kepentingan 
rakyat kecil logikanya sederhana saja. Petani lagi panen dan beras di pasar 
surplus, mengapa harus impor beras? Kalau betul impor beras bertujuan menolong 
rakyat miskin, mengapa saat beras impor mulai berdatangan harga beras malah 
naik? 

Mungkin pikiran penguasa (pemerintah dan DPR, maaf) dengan menaikkan harga 
beras, petani bisa diyakinkan bahwa memang kebijakan pemerintah memihak petani. 
Tetapi harga jual gabah, terutama beras, para petani sudah terlanjur dibeli 
Bulog dengan harga murah, lalu kenaikan harga hanya akal-akalan saja. Malah 
menambah beban petani yang harus membeli harga beras di pasar lebih mahal dari 
harga jual produknya sendiri! 

Permainan politik para penguasa di Indonesia ternyata memang hanya merupakan 
implementasi dari apa yang dikatakan Lord Palmerston di atas. Kepentingan 
rakyat tidak pernah menjadi arah kebijakan penguasa. Para wakil rakyat selalu 
pura-pura membela rakyat sebelum bersidang, tetapi setelah bersidang, selalu 
kepentingan politik mereka sendiri yang dimenangkan. 

Kecenderungan ini sudah menjadi kebiasaan DPR. Lihat saja ketika mereka 
bersemangat seolah-olah akan menolak kenaikan BBM pada bulan Oktober 2005 lalu. 
Tetapi ketika mereka bersidang untuk memutuskan, kepentingan rakyat dilupakan 
dan mereka memutuskan mendukung kebijakan pemerintah/penguasa karena mereka 
punya kepentingan mendapatkan kenaikan gaji dari hasil surplus penjualan harga 
BBM. Itu fakta, logika rakyat, bukan logika politik para penguasa! 

Apakah akan terulang keadaan sekarang, ketika sebelum bersidang para angora DPR 
seolah-olah akan menolak kebijakan impor beras yang sangat merugikan petani dan 
rakyat kecil pada umumnya, tetapi kemudian saat mereka bersidang, justru mereka 
sepertinya akan mendukung kebijakan pemerintah tersebut. 

Memang proses ini masih berlangsung. Tetapi hasil rapat pleno hari Senin, 24 
Januari lalu itu sudah semakin mengarah pada kemenangan kepentingan politik 
penguasa (sekali lagi pemerintah dan DPR) dan mengalahkan kepentingan rakyat. 
Kalau ini terjadi, memang para politisi Indonesia dapat dikategorikan sebagai 
Machiavelian abad 21 yang menghalalkan semua cara untuk melayani kepentingan 
kekuasaan mereka. 

Kalau kita mengacu pada pendapat Max Weber, bahwa "seseorang yang aktif dalam 
politik, bertujuan mencari kekuasaan dan memakai kekuasaan menjadi alat 
mencapai tujuan, baik kepentingan ideal maupun kepentingan diri sendiri", maka 
praktik politik para politisi Indonesia (tentu saja tidak semua tetapi 
cenderung mayoritas) adalah politik kepentingan diri sendiri, belum pada 
tataran politik ideal yaitu untuk kepentingan rakyat. 


Etika Politik 

Etika politik bukanlah suatu sistem politik yang berbelit. Secara sederhana, 
etika politik dapat diartikan sebagai sejumlah nilai luhur yang seharusnya 
diterapkan dalam perilaku politik para politisi. Hans Küng menyebut "etika 
politik sebagai kewajiban hati nurani yang tidak difokuskan pada apa yang baik 
atau benar secara abstrak, tetapi pada apa yang baik dan benar dalam situasi 
yang konkrit". Banyak keputusan dan kebijakan politik yang tidak memperhatikan 
hati nurani karena lebih suka melayani kepentingan sendiri dari pada 
kepentingan rakyat yang memberi kekuasaan kepada para penguasa, khususnya 
anggota DPR. 

Kalau kita mengambil contoh nilai-nilai yang seharusnya ada dalam etika 
politik, maka yang utama tentulah kejujuran. Kita bertanya apakah para politisi 
kita jujur dalam keputusan yang diambil? Apakah mereka benar-benar 
memperjuangkan kepentingan rakyat seperti yang selalu menjadi slogan para 
politisi? Kita menjadi ragu ketika melihat kecenderungan seperti yang sekarang 
terjadi dalam menghadapi kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah. 

Menurut mantan Presiden Abdurrahman Wahid, impor beras akan menguntungkan para 
pengusaha dan elite politik (baca: politisi yang sedang berkuasa). Tentu 
sebagai mantan Presiden dan pengamat yang jeli, Abdurrahman Wahid tidak 
sembarangan memberikan pendapatnya. Namun lepas dari pendapat tersebut dan juga 
pendapat banyak analis lainnya, logika rakyat membenarkan bahwa kebijakan impor 
beras adalah suatu kebijakan politis penguasa, yang seharusnya dikritisi dan 
ditolak oleh anggota DPR sebagai wakil rakyat yang seharusnya mengutamakan 
kepentingan rakyat dari pada kepentingan pribadi. 

Lakon-lakon yang sedang dimainkan di gedung rakyat, Senayan, dapat dianggap 
sebagai suatu permainan sandiwara. Kita tahu di dalam lubuk hati yang paling 
dalam bahwa kebijakan impor beras itu memang bertujuan untuk kepentingan bisnis 
penguasa berkolaborasi dengan pengusaha. 

Nurani para anggota Dewan mestinya terusik dengan kenyataan itu. Namun 
kebijakan yang jelas-jelas mengorbankan kepentingan rakyat demi tercapainya 
tujuan kepentingan penguasa (tertentu) dan pengusaha (tertentu), se-olah tidak 
punya daya mengusik nurani para anggota DPR yang kepentingan konstituennya 
sedang dikorbankan! 


Harus Beretika 

Di bidang politik, Machaiavelli telah memproklamirkan pemisahan politik dan 
etika. 

Machiavelli menggaris bawahi bahwa etika satu-satunya dalam politik adalah 
kebaikan Negara, mempertahankan Negara dengan segala cara dan biaya. Banyak 
penguasa yang mengikuti tesis Machiavelli ini (terang-terangan atau 
sembunyi-sembunyi) telah mempraktekkan kekuasaan tanpa nurani, termasuk juga 
banyak politisi Indonesia. 

Kalau Machiavelli menyebut kepentingan Negara sebagai norma etika politik, maka 
Milton Friedman, memproklamirkan "peningkatan keuntungan" sebagai kewajiban 
moral para pengusaha. Profit adalah norma dalam kebijakan-kebijakan ekonomi. 
Inilah ciri ekonomi liberal, yang diakui atau tidak, sangat kental dalam 
berbagai paket kebijakan ekonomi Indonesia. Kebijakan ekonomi selalu terarah 
pada kepentingan para pengusaha untuk mendapatkan keuntungan dan bukan untuk 
kepentingan kesejahteraan rakyat. 

Dalam suatu masyarakat demokratis, mestinya etika menjadi salah satu 
pertimbangan, bahkan menjadi pertimbangan utama, dalam kebijakan politik dan 
ekonomi. Namun, dalam kenyataannya, kebijakan politik dan ekonomi Indonesia 
sangat mengutamakan kepentingan kekuasaan dan keuntungan ekonomi para politisi. 
Itu sebabnya rakyat selalu dirugikan dan dikorbankan kepentingannya dalam 
kebijakan politik, khususnya kebijakan ekonomi. 

Selain kebijakan impor beras, hari-hari ini demam kenaikan TDL (tarif dasar 
listrik) menjadi topik yang diperdebatkan masyarakat. Banyak orang menganggap 
rencana kenaikan ini tidak masuk akal. Sebagai BUMN yang memonopoli pengelolaan 
listrik Negara, mestinya PLN mendapatkan keuntungan. Masalahnya adalah korupsi 
di PLN tidak bisa membuat perusahaan yang selalu dianakmaskan pemerintah itu 
tidak pernah untung, malah terus merugi. 

Sepertinya kenaikan TDL dapat dibenarkan secara etika bisnis karena perusahaan 
harus untung. Namun dilihat dari sudut pandang praktik korupsi di tubuh BUMN 
itu, tidaklah etis kalau kerugian perusahaan akibat korupsi dibebankan pada 
rakyat. Terlebih oleh karena rakyat miskin di Indonesia tidak lagi mampu 
membayar biaya pemakaian listrik yang terus naik sementara pendapatan rakyat 
terus menurun. Maka yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah mengatasi 
korupsi di tubuh PLN sehingga uang yang dikorupsi dapat dikembalikan menjadi 
keuntungan perusahaan. 

Kalau kebijakan impor beras dan kenaikan TDL diloloskan oleh DPR maka sungguh 
suatu bukti bahwa wakil-wakil rakyat kita tidak lagi punya nurani, tidak 
menghormati etika politik dan tidak layak menjadi wakil rakyat. Kalaupun 
politik dan ekonomi dipandang punya hukumnya sendiri, setidak-tidaknya, para 
pelaku politik dan bisnis harus punya nurani. Politik dan ekonomi seharusnya 
dijalankan dengan nurani dan dengan nilai-nilai etika, sehingga mencapai 
tujuannya yang luhur yaitu mewujudkan kesejahteraan rakyat atas dasar keadilan 
sosial sebagaimana tercantum dalam falsafah Negara yaitu Pancasila dan dalam 
konstitusi Negara yaitu UUD 45. 

Para pemimpin Negara (eksekutif maupun legislatif) sudah harus sungguh-sungguh 
memperhatikan kepentingan rakyat, ya kepentingan bangsa dan Negara, kalau tidak 
ingin Negara ini hancur lebur karena kebijakan yang tidak memihak rakyat. 
Bencana-bencana yang akhir-akhir ini terus menghantam Negara ini juga tidak 
dapat dilepskan dari salah urus Negara akibat hilangnya nurani para pemimpin. 
Kita mengharapkan para pengurus Negara ini sadar, sebelum terlambat, untuk 
merenungkan kembali hakekat kekuasaan rakyat yang dipercayakan di atas pundak 
mereka. 

Artinya kita menunggu keputusan DPR dengan tegas menolak kebijakan impor beras, 
kebijakan kenaikan TDL dan kebijakan lain yang tidak melayani kepentingan 
rakyat tetapi yang melayani kepentingan segelintir pengusaha dan penguasa yang 
haus kekayaan dan kuasa. Rakyat dan alam, pasti akan bangkit membalas semua 
kebijakan yang menindas mereka. Hari ini bencana alam, besok atau lusa, bencana 
sosial. Semoga nurani para wakil rakyat dihidupkan bersama tahun baru Imlek 
yang kita rayakan hari ini! Gong Xi Fa Cai! * 


Penulis adalah Ketua STT Jakarta 


Last modified: 28/1/06 

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Etika Kepentingan Rakyat