[nasional_list] [ppiindia] [Doc. coup d'etat 1965]: TIGA FAKTOR PENYEBAB G30S oleh: A. Karim DP

  • From: Mira Wijaya Kusuma <la_luta@xxxxxxxxx>
  • To: Coup d'etat '65 <admin@xxxxxxxxxxx>, Anti Fasis <anti_fasis@xxxxxxxxx>
  • Date: Mon, 23 Jan 2006 13:27:04 -0800 (PST)

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **    Sumber: SiaR WEBSITE:
http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html
  ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Didistribusikan tgl. 21 Dec 1999 jam 14:11:07 GMT+1
oleh: Indonesia Daily News Online
http://www.Indo-News.com/
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++


  CATATAN REDAKSI:
   
  Artikel di bawah ini ditulis dan dibaca oleh A. Karim DP, mantan wartawan 
senior dan Ketua PWI, di depan Seminar Satu Hari PAKORBA (Paguyuban Korban Orde 
Baru), 25 Oktober lalu. Seminar yang dihadiri tak kurang dari dua ratus 
pengunjung mantan-tapol Orba dari segala aliran politik ini diselenggarakan di 
gedung YTKI Jalan Gatot Subroto Jakarta.
   
  Karena sesuatu hal, artikel yang dikirim dari Negeri Belanda ini baru bisa 
diperbaiki file-nya dua hari lalu. Redaksi memutuskan untuk memuatnya secara 
utuh. Meskipun sudah agak terlambat, tetapi sebagai tambahan bahan studi 
tentang apa yang sebenarnya terjadi pada saat Letnan Kolonel Untung dari 
Pasukan Pengawal Presiden(Men Cakrabirawa) melaksanakan operasi militer yang 
sangat mengejutkan, Gerakan 30 September 1965, yang oleh Orde Baru disebut 
sebagai G30S/PKI dan Bung Karno menyebutnya Gestok, Gerakan 1 Oktober.
   
  Redaksi
----------------------------------------------------------------------
  
TIGA FAKTOR PENYEBAB G30S
   
  oleh: A. Karim DP
   
  KEJADIAN terpenting di tanahair kita dewasa ini ialah terpilihnya Gus Dur dan 
Mbak Mega menjadi presiden dan wakil presiden RI yang baru, yang menandai 
tumbangnya rezim otoriter yang memasung rakyat selama 34 tahun.
   
  Saya mengucapkan selamat!
   
  Sekarang, apa yang kita harapkan dari Gus Dur dan Mbak Mega?

  Yalah dikembalikannya kedaulatan ke tangan rakyat, dan diberdayakan untuk 
mengakhiri ketertindasannya selama 34 tahun. Kemudian, dalam hubungannya dengan 
sarasehan kita hari ini, perkenankanlah saya mengingatkan tentang status sosial 
politik Bung Karno, ayahandanya Mbak Mega, yang telah memproklamasikan 
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 itu.
   
  Mengutip keterangan seorang kawan saya yang sarjana hukum, Bung Karno
sampai saat itu sesungguhnya masih dalam status sebagai tapol Belanda.
Alasannya, masih menurut kawan saya itu, karena beliau ditinggalkan begitu saja 
di Padang oleh serdadu-serdadu Belanda yang mengawalnya dari Bengkulu(tempat 
pembuangannya yang terakhir), tanpa diberi Surat Pembebasan atau diberitahukan 
bahwa beliau sekarang dibebaskan. Itu berarti, bahwa Bung Karno telah 
membebaskan dirinya sendiri sebagai tawanan pemerintah Hindia Belanda. 
Kemudian, sesudah Hindia Belanda takluk kepada Jepang, pemerintah militer 
Jepang pun tidak pernah membebaskannya.
   
  Problem ini saya kemukakan di sini, mungkin dengan demikian kita nanti akan 
mendapat penjelasan dari pakar hukum tata negara, yaitu Prof. Loebby Luqman SH 
dan Pieter Kasenda. Beliau berdua yang hadir di sini, juga akan tampil ke 
mimbar sesudah saya.
   
  Bagi Pakorba kejelasan ini penting untuk penulisan ulang sejarah. Karena 
sesudah Jenderal Suharto menggulingkan Bung Karno, kembali Bung Karno 
dijadikannya tapol. Malah status Bung Karno sebagai tapol Orba itu disandangnya 
terus, sampai beliau meninggal di dalam tahanan tanpa pernah dibuktikan 
kesalahannya. Saya pikir, beliau sangat patut kita angkat menjadi anggota 
Pakorba anumerta.
   
  Saya ingin mengingat kembali tentang dua tokoh Presiden RI itu. Ketika Bung 
Karno berjuang hidup-mati untuk kemerdekaan Tanahairnya, Jendral Suharto yang 
telah menapolkan Panglima Tertingginya itu, adalah Kopral KNIL dari Tentara 
Kerajaan Belanda. Ia menerima latihan kemiliterannya di Gombong, dan kemudian 
dipindah ke Malang setelah pangkatnya dinaikkan menjadi Sersan.
   
  Semua kita mengerti bahwa tugas pokok serdadu KNIL yalah menghancurkan
gerakan kemerdekaan. Bukan berperang melawan musuh dari luar!

  Dalam otobiografinya yang ditulis oleh G.Dwipayana dan Ramadan K.H, Suharto 
mengatakan bahwa ia menemukan kesenangan dan tertarik untuk benar-benar bisa 
hidup dari pekerjaannya sebagai kopral KNIL. Apalagi lima tahun kemudian, 
setelah pangkatnya naik menjadi sersan.
   
  Sesudah Jenderal Suharto berhasil menggulingkan Presiden Sukarno pada tahun 
1966 dengan menuduhnya sebagai dalang G30S-PKI, beliau lalu dijadikannya 
sebagai tapol sampai meninggal di dalam tahanan. Seperti sudah saya kemukakan 
di atas, tanpa bisa dan tanpa pernah dibuktikan kesalahannya.
   
  Sesudah Bung Karno meninggal, barulah Jenderal Suharto mengatakan: "
Kecurigaan bahwa beliau terlibat dalam G30S-PKI sudah bisa dikesampingkan, 
karena hal itu belum bisa dibuktikan." ( Suharto, Otobiografi, halaman 245).
   
  Jadi, TAP MPRS no.XXXIII/1967 yang direkayasa oleh Ketua MPRS Jenderal A.H. 
Nasution untuk menggulingkan Presiden Sukarno, sepenuhnya berlandaskan 
kepalsuan semata-mata. Karena ternyata setelah meninggalnya, Bung Karno diakui 
tidak terbukti terlibat G30S-PKI. Mula-mula dikatakan G30S adalah gerakan yang 
hendak mengkudeta Presiden Sukarno. Setelah tindakan kudeta ternyata tidak ada, 
kasusnya dibalik dengan mengatakan Bung Karno adalah G30S-PKI Agung. Gestapu 
Agung, kata mereka.
   
  Seminggu sebelum Bung Karno meninggal, yaitu tanggal 15 Juni 1970, Bung Hatta 
menulis surat kepada Jenderal Suharto yang menyesali sikapnya,karena setelah 
tiga tahun "mengusut kasus Bung Karno", belum juga menghadapkan yang 
bersangkutan ke pengadilan. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, kata Bung Hatta 
dalam suratnya, banyak orang percaya bahwa Sukarno tidak bersalah, dan bahwa 
peristiwa G30S-PKI hanya dipergunakan untuk menjatuhkan Sukarno. Bung Hatta 
menambahkan, bila Sukarno meninggal tanpa dibawa ke pengadilan, ia khawatir 
para pengikutnya bisa menuduh pemerintah "sengaja membunuh dia". Baca: Moh, 
Hatta, Otobiografi Politik, hal. 701-702).
   
  Bukankah Bung Karno memang telah dengan sengaja dibunuh, seperti yang
dikhawatirkan Bung Hatta itu?

  Bung Karno telah gugur bersama tiga juta rakyat Indonesia yang dibantai oleh 
rezim Suharto, seperti diakui oleh Jenderal Sarwo Edhie Wibowo (sebelum ia 
meninggal) kepada Bapak Permadi SH, yang juga anggota pengurus Pakorba dan 
anggota DPR/MPR Fraksi PDI-Perjuangan. Sebetulnya Bapak Permadi SH hanya ingin 
menanyakan, apakah benar orang-orang G30S yang terbunuh berjumlah dua juta 
orang seperti yang dikatakan oleh Ibu Ratnasari Dewi, istri Bung Karno yang 
orang Jepang itu. Sarwo Edhie menjawab, bukan dua juta tapi tiga juta.
   
  Jika angka yang disebut Jenderal Sarwo Edhie dianggap terlalu banyak, ada 
angka lain yang lebih sedikit. Yaitu angka dari Panitia Amnesti Internasional 
yang berpusat di London, yang menurutnya hanya satu juta saja.

  Ada lagi angka lain yang menarik, yaitu dari K.H. Abdurahman Wahid alias Gus 
Dur yang sekarang Presiden kita. Dalam wawancaranya dengan wartawan mingguan 
"Editor" (No. 49, Th. VI, 4 Sep 1993), Gus Dur menegaskan bahwa "orang Islam 
membantai 500.000 eksPKI. Tentu masih ada lagi yang dibunuh oleh mereka yang 
tidak termasuk orang Islam", kata Gus Dur.
   
  Pembantaian besar-besaran inilah yang dikenal di dunia sebagai tindakan 
pemusnahan umat manusia yang dibenarkan. Apa sebab dikatakan sebagai pemusnahan 
umat manusia yang dibenarkan? Sebab, sesudah 34 tahun peristiwa itu berlalu, 
belum pernah ada komisi resmi yang meneliti kejadian ini.

  Seolah-olah masalahnya dianggap telah liwat begitu saja, tanpa perlu 
pertanggung jawaban dari para pelakunya. Tetapi saya dengar sekarang di Eropa, 
Amerika Serikat dan Amerika Latin sudah ada gerakan-gerakan yang bekerja untuk 
menghimpun data dari kejahatan penumpasan G30S di Indonesia. Malah saya baca 
dalam notulen rapat pengurus Pakorba tanggal 30 Sep 1999 yang lalu, adanya 
ajakan kerjasama dari satu kelompok di Perancis yang dipimpin oleh istri bekas 
Presiden Perancis.

  Mereka ini ternyata malah sudah mempunyai data-data kejahatan Suharto, yang 
bisa dijadikan dasar untuk menggugatnya di muka tribunal internasional.
  "Pembantaian yang dilakukan oleh massa anti-PKI di Indonesia, merupakan salah 
satu yang terburuk dalam jajaran pembantaian massa dari abad XX", tulis Helen 
Louise Hunter, seorang peneliti dari CIA. Atau perhatikanlah angka perbandingan 
yang dikemukakan oleh Bertrand Russel. Ia mengatakan bahwa dalam empat bulan 
pembantaian di Indonesia, jumlah orang yang mati sudah sebanyak lima kali lebih 
besar dibanding dengan jumlah korban mati selama tahun peperangan di Vietnam.
  Apakah G30S itu?

  Bung Karno dalam sidang Kabinet Dwikora di Istana Bogor 6 Okt 1965, yang 
dihadiri juga oleh Nyoto, seorang anggota Politbiro dan Wakil Ketua PKI yang 
menjabat Menteri Negara diperbantukan pada Sekretariat Negara, mengatakan bahwa 
G30S terjadi karena adanya tiga faktor. Penilaiannya ini diulangi lagi dalam 
pidato Pelengkap Nawaksara di depan Sidang MPRS pada 19 Jan 1967.

  Ketiga faktor dimaksud yalah:
  1. Keblingernya pemimpin-pemimpin PKI.
2. Lihainya Nekolim.
3. Adanya oknum yang tidak beres dalam tubuh kita sendiri.
   
  Sebelum menguraikan tiga faktor yang disebutkan Bung Karno di atas, sebaiknya 
kita ketahui dulu penilaian Jenderal Suharto dengan Orde Baru-nya mengenai 
G30S. Menurut Suharto, dipandang dari sudut mana pun, G30S sama dengan PKI. 
Itulah sebabnya di belakang nama G30S ditambahkan "PKI", sehingga menjadi 
G30S-PKI. Tentang hal ini diuraikannya panjang lebar di dalam Buku Putih 
"Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia", yang diterbitkan 
oleh Sekretariat Negara pada tanggal 1 Okt 1994. Yang mengherankan, Buku Putih 
ini sulit sekali diperoleh, entah disembunyikan di mana. Jangan-jangan karena 
mutunya dianggap oleh Suharto sama saja dengan film G30S-PKI, yang tadinya 
harus ditayangkan di semua TV setiap tahun, tapi kemudian ditarik dari 
peredaran, karena banyak kepalsuan di dalamnya.
   
  Ketika membaca Buku Putih yang tebalnya tiga ratus halaman itu, saya 
benar-benar dapat menikmatinya seperti membaca sebuah buku komik yang 
mengasyikkan. Apa lagi nama saya, A.Karim DP, ikut diserempet-serempet di 
dalamnya.
   
  Saya ditahan empat belas tahun dua belas hari di penjara Salemba. Dan di 
situlah saya bertemu dengan para pelaku Gerakan 30 September. Saya bertemu 
dengan Letnan Kolonel Untung Samsuri, Kolonel Latief, Nyono (tokoh pertama PKI 
Jakarta Raya). Noorsuhud (anggota CC-PKI), semua komandan regu dan 
anggota-anggotanya yang mengambil enam jenderal, yang kemudian menjadi 
"Pahlawan Revolusi" di Lubang Buaya. Saya bisa bertemu dan bergaul dengan 
mereka karena saya diklasifikasikan sama seperti mereka. Jadi saya dimasukkan 
sel tahanan yang paling berat sama dengan mereka.

  Konsinyesnya kami tidak boleh berbicara satu sama lain, dikunci di selnya 
sendiri-sendiri. Tapi dalam kenyataannya, selama empat tahun saya berada satu 
blok dengan mereka, yaitu di Blok "N" yang juga dikenal sebagai Blok Neraka. 
Saya berhasil mewawancarai semua mereka, dan rekaman hasil wawancara itu sampai 
sekarang masih tersimpan dengan baik dalam ingatan saya.
   
  Untuk ilustrasi, baik saya gambarkan sedikit lokasi Blok "N" yang mengerikan 
itu. Untuk sampai ke sel kami harus melewati delapan pintu yang semuanya 
dikunci. Petugas yang memanggil kami jika akan diperiksa, harus membawa 
serenteng kunci untuk membukai pintu-pintu besi, dan mengeluarkan kami dari sel 
yang kemudian segera menguncinya kembali. Karena itu sampai ada sesama tapol 
yang berseloroh mengatakan: Makhluk setingkat iblis dan setan pun tidak akan 
mampu menembus delapan pintu besi yang selalu terkunci dan menggoda kami. 
Itulah sebabnya, kami semua aman dari gangguan setan dan iblis.
   
  Tema dari sarasehan kita sekarang ini ialah untuk menjernihkan sejarah yang 
selama ini telah dibikin keruh oleh film G30S-PKI dan Buku Putih Sekretariat 
Negara. Dalam hubungan ini ada kejadian yang menarik ingin saya tuturkan.
   
  Pada tanggal 9 November 1998, di Universitas Indonesia Depok, diselenggarakan 
Seminar dengan tema "Meluruskan Sejarah". Kebetulan saya mendampingi Bapak 
Manai Sophiaan yang telah berusia 84 tahun dan fisiknya sudah lemah, yang 
diminta menyampaikan makalah. Makalah itu tebalnya 17 halaman, dengan judul 
"G30S sebuah holokaus yang diterima sesudah Perang Dunia II". Bapak Manai 
Sophiaan menyebutkan arti holokaus, menurut kamus Inggeris, ialah "a complete 
desruction of human lives". Mengerikan sekali!

  Waktu moderator membuka kesempatan kepada floor untuk mengajukan tanggapan, 
seorang peserta bertanya: "Siapa sebetulnya yang membuat G30S itu"?

  Bapak Manai Sophiaan menjawab dengan lantang: "Jenderal Suharto!" Alasannya 
sudah disebutkan dalam makalah. Tanggal 21 September 1965 Jenderal Suharto 
selaku Panglima KOSTRAD, dengan radiogram no. Rdg. T 293/9/1965 memerintahkan 
kepada Batalyon 454/Diponegoro, 530/Brawijaya, 328/Siliwangi dan Kesatuan 
Artileri dari Cimahi supaya datang ke Jakarta selambat-lambatnya 23 September 
1965, dengan membawa perlengkapan tempur GARIS SATU. Bapak Manai Sophiaan juga 
mengutip keterangan Kol. Latief di muka sidang MAHMILTI II Jawa Bagian Barat 
(tidak disebutkan tanggalnya) yang mengatakan, bahwa Jenderal Suharto bermuka 
dua, dengan sebelah kakinya ada di Dewan Jenderal dan sebelah yang lain ada di 
G30S. 
   
  Kolonel Latief memastikan bahwa keterlibatan Suharto dalam gerak ini sudah 
sejak permulaan sekali. Dua minggu sebelum meletusnya peristiwa G30S, Kol. 
Latief
menghadap Jenderal Suharto mempersoalkan adanya kegiatan Dewan Jenderal yang 
merencanakan coup d'etat terhadap Presiden Sukarno. 
   
  Dua hari sebelum operasi pengambilan enam Jenderal, ia menemui Suharto lagi. 
Pertemuan Latief terakhir dengan Suharto terjadi di Rumah Sakit Pusat Angkatan 
Darat "Gatot Subroto", 30 September 1965 pukul 23:00 selama 30 menit. Suharto 
berada di RSPAD Gatot Subroto, menunggui anaknya Tomy yang sedang dirawat 
karena tersiram sup panas.

  Oleh karena itu untuk menyingkap kabut 1 Oktober 1965 seperti yang dimaksud 
oleh tema sarasehan ini, saya mencoba bertolak dari penilaian Bung Karno 
seperti yang saya kutip di atas tadi. Berikut ini pengalaman dan pengetahuan 
saya mencermati tiga faktor yang disebut oleh Bung Karno sebagai penyebab 
terjadinya G30S.
   
  1. Keblingernya pemimpin-pemimpin PKI
   
  Pada tanggal 23 Juni 1965 delegasi Indonesia Ke Konperensi Asia-Afrika II di 
Aljazair, yang dipimpin sendiri oleh Presiden Sukarno, berangkat dari Jakarta. 
Seperti biasa, anggota delegasi diperkuat dengan ikut sertanya wakil-wakil 
NASAKOM. Wakil PKI adalah D.N. Aidit sendiri. Saya ikut dalam rombongan ini 
sebagai wartawan.
Konperensi gagal diselenggarakan karena gedung konperensi yang dibangun oleh 
Uni Soviet, telah diledakkan oleh satu komplotan yang tidak jelas waktu itu. 
Delegasi Bung Karno berhenti di Kairo. Di sini diselenggarakan KTT Kecil empat 
negara, yaitu: Indonesia, Mesir, Pakistan, dan RRT, yang memutuskan menunda 
konperensi enam bulan, dan tetap akan diadakan di Aljazair.

  Sesudah itu Bung Karno dan rombongan meneruskan perjalanan ke Paris. Di sini 
para Duta Besar kita di Eropa Barat, Eropa Timur dan Amerika Serikat 
dikumpulkan untuk mendapat penjelasan dari Bung Karno mengenai penundaan KAA II 
tersebut.
   
  Aidit juga ikut ke Paris, tapi dari sana ia meneruskan perjalanannya sendiri 
ke Moskow. Kesempatan selama berada di Paris, ia gunakan untuk mengadakan 
pembicaraan dengan para pemimpin Partai Komunis Perancis.
Kebetulan ketika itu juga sedang berada di sana enam kamerad mereka dari 
Aljazair, yang melarikan diri dari negeri mereka karena takut ditangkap oleh 
Kolonel Boumedienne, yang telah berhasil menggulingkan dan merebut kekuasaan 
Presiden Ben Bella.

  Sekembali Aidit dari pertemuan tersebut, yang katanya diselenggarakan di 
kantor organ Partai Komunis Perancis L'Humanite, saya mencegatnya di hotel 
tempatnya menginap. Saya tanyakan kepadanya mengenai hasil pertemuannya dengan 
kamerad-kameradnya itu. Pertama-tama dikatakannya, bahwa ia sudah minta kepada 
enam kameradnya dari Aljazair supaya mereka segera kembali ke negeri mereka, 
dan memberikan dukungan kepada Boumedienne. Dalam diskusi yang mereka lakukan, 
kata Aidit, berdasarkan bahan-bahan yang disampaikan oleh kamerad-kamerad dari 
Aljazair, karakter coup d'etat Boumediene dapat dikategorikan sebagai coup 
d'etat yang progresif. Oleh karenanya patut didukung oleh rakyat. Jika 30% dari 
rakyat mendukungnya, maka coup d'etat itu bisa diubah sifatnya menjadi revolusi 
rakyat yang akan menguntungkan perjuangan rakyat Aljazair. Begitu kata Aidit. 
Ia menjanjikan akan menjelaskan teorinya ini nanti di tanahair, karena waktu 
itu ia terburu-buru harus segera berangkat ke lapangan te
 rbang
 untuk meneruskan perjalanannya ke Moskow.
   
  Aidit mengatakan kepada saya, bahwa di Indonesia sudah diketahui adanya 
rencana coup d'etat yang akan dilancarkan oleh Dewan Jenderal untuk 
menggulingkan Presiden Sukarno. Coup d'etat yang hendak dilancarkan Dewan 
Jenderal itu, adalah coup d'etat yang reaksioner, berbeda dengan yang telah 
terjadi di Aljazair.
   
  Saya mendengar dari seorang kader PKI yang ikut bergerak pada tanggal 1 
Oktober 1965, Aidit memerintahkan kepada Ketua Biro Khusus PKI Syam 
Kamaruzzaman, supaya bergabung dengan perwira-perwira maju yang akan 
menggagalkan coup d'etat Dewan Jenderal. Selama di dalam tahanan kebetulan saya 
juga bertemu dengan beberapa anggota perwira yang disebut sebagai maju.
   
  Mereka menceritakan, bahwa rapat-rapat persiapan gerakan yang tempatnya 
berpindah-pindah itu selalu dipimpin oleh Kamaruzzaman. Adit atau tokoh-tokoh 
PKI lainnya tidak pernah hadir dalam rapat-rapat ini. Kamaruzzaman mula pertama 
dibawa oleh Untung, dan diperkenalkan sebagai intelnya pribadi.
   
  Banyak tokoh-tokoh PKI yang ditahan di Salemba menolak jika dikatakan PKI 
terlibat dalam G30S. Kamaruzzaman tidak bisa dikatakan mewakili PKI, karena 
oleh PKI sendiri kemudian tokoh ini dianggap misterius. Ia bahkan diduga agen 
CIA yang berhasil diselundupkan ke dalam tubuh PKI dan berhasil pula mengibuli 
Aidit.
   
  Nyono sebagai Sekretaris PKI Komite Daerah Besar Jakarta Raya yang dihadapkan 
ke sidang Mahmilub, tidak berhasil menghindarkan tuduhan keterlibatan PKI. 
Sehingga oleh karenanya ia dijatuhi hukuman mati.
   
  Belum sampai coup d'etat Dewan Jenderal menjadi kenyataan, sudah didahului 
oleh Gerakan 30 September yang secara tidak profesional membuat pernyataan 
mendemisionerkan Kabinet Dwikora. Tetapi pendemisioneran itu sama sekali tidak 
efektif. Bahkan para anggota Dewan Revolusi, yang ditugasi mengambil alih 
kekuasaan, tidak seorang pun berfungsi. Karena mereka semua hanya diumumkan 
begitu saja, tanpa persetujuan atau dikonsultasikan dengan yang bersangkutan. 
Saya sendiri mereka angkat sebagai anggota Dewan Revolusi nomor 45. Tapi begitu 
diumumkan, langsung saya keluarkan pernyataan penolakan saya terhadap 
pengangkatan itu, yang segera pula disiarkan oleh KB "Antara" dan RRI. Menurut 
keterangan rekan-rekan di KB "Antara", saya adalah orang pertama yang 
menyatakan menolak pengangkatan Dewan Revolusi. Lain-lainnya seperti Jenderal 
Amir Mahmud, Jenderal Umar Wirahadikusumah, KSAL Laksamana Martadinata dll, 
baru mengeluarkan pernyataan menolak dua atau tiga hari kemudian. Dari PNI ada
  enam
 nama yang dimasukkan sebagai anggota Dewan Revolusi, antara lain saya dan Ibu 
Supeni.
   
  Walhasil, G30S yang dipimpin oleh Untung Samsuri, hasilnya hanya membunuh 
enam jenderal. Dan sesudah itu seluruhnya dihancurkan oleh Suharto pada tanggal 
1 Oktober 1965 malam.
   
  II. Lihainya Nekolim
   
  Menjelang meletusnya G30S Bung Karno sangat mencurigai seorang diplomat AS, 
Marshall Green, yang dicalonkan oleh State Department untuk menggantikan Howard 
Jones sebagai Dubes AS di Jakarta. Karena diplomat itu, diketahui oleh Bung 
Karno, selalu membuat keonaran dengan mencampuri urusan dalam negeri 
negara-negara di mana dia ditempatkan.

  Oleh karenanya, pada suatu hari sesudah sidang kabinet inti, Presiden 
memanggil saya menghadap dan memerintahkan supaya mengadakan kampanye nasional 
menolak Marshall Green. Saya diperintahkan saat itu juga mempelajari konduite 
Marshal Green yang ada di dalam bundel Menlu Dr. Subandrio. Bersama Subandrio 
saya menuju ke kantornya. Di sana salah seorang pegawainya memberikan kepada 
saya sebuah map yang berisi dokumen mengenai Marshall Green.

  Rupanya ada ketidaksengajaan dari petugas yang memberikan map kepada saya 
itu. Dalam map itu terdapat juga konsep Surat Persetujuan dari Pemerintah RI 
mengenai penempatan Marshall Green di Indonesia yang sudah dalam keadaan 
terketik. Tentu saja saya terkejut setelah membacanya. Karena untuk apa 
mengadakan kampanye nasional menolak Green, jika Surat Persetujuan-nya sudah 
disiapkan? Saya pura-pura tidak tahu tentang konsep surat ini. Dan setelah 
membaca semua isi map, saya mengembalikannya lagi kepada petugas yang telah 
menyerahkannya kepada saya itu.

  Sesudah saya katakan kepada Subandrio bahwa konduite Green sudah saya 
pelajari, ia lalu bertanya: Jadi, sekarang apa yang akan engkau kerjakan?
Saja jawab: Melaksanakan perintah Presiden. Yaitu segera mengeluarkan instruksi 
kepada semua penerbitan pers di seluruh Indonesia untuk melakukan kampanye 
menolak Green.

  Tiba-tiba Subandrio mengatakan: Apakah engkau bersedia bertanggung jawab 
jika, sebagai akibat dari kampanye nasional itu, Armada VII AS memasuki Teluk 
Jakarta dan mengancam kita? 
   
  Dr. Subandrio tidak setuju diadakan kampanye menolak Green. Karena itu saya 
katakan kepadanya, segera akan menemui Bung Karno lagi dan menyampaikan sikap 
Menlu. Subandrio mencegah saya pergi ke istana menemui Bung Karno dan 
mengatakan, ia sendiri yang akan menyelesaikannya dengan Presiden.
   
  Beberapa hari kemudian muncullah berita di surat-surat kabar, bahwa Marshall 
Green segera akan menduduki posnya yang baru di Jakarta. Tanggal 26 Juni 1965 
Dubes AS Green menyerahkan surat kepercayaannya kepada Presiden Sukarno di 
Istana Merdeka. Agaknya Bung Karno tidak bisa menahan emosinya. Dalam pidato 
jawaban setelah menerima surat kepercayaan itu, Bung Karno menyerang 
kebijaksanaan luar negeri AS. 
   
  Green menulis dalam memoarnya, bahwa hampir saja ia meninggalkan ruangan 
upacara setelah mendengar serangan Bung Karno. Tapi, katanya, tidak ada pilihan 
lain kecuali tetap berdiri sampai acara selesai. Kalau ia meninggalkan acara, 
ia khawatir akan menyebabkan Sukarno lebih marah dan 
mempersona-non-gratakannya. Green tentu tak mau diusir dari Indonesia oleh 
sikapnya melanggar tatacara protokol,
karena ia sangat berkepentingan menjalankan misinya, yaitu membantu
mencetuskan G30S. Marshall Green berhasil sepenuhnya, di mana AS membantu 
Jenderal Suharto menggulingkan Sukarno.
   
  Pada Mei 1990 Nona Kathy Kadane dari Universitas Columbia di AS, menyiarkan 
tulisannya mengenai Indonesia yang dimuat dalam berbagai media cetak. Dalam 
tulisannya itu ia mengemukakan, bahwa "pemerintah AS memainkan peranan penting 
dalam satu usaha pembantaian terburuk di abad ini, dengan menyediakan nama-nama 
ribuan pemimpin dan kader PKI kepada tentara untuk dibunuh atau ditangkap."

  Kathy Kadane mengatakan, ada enam orang eksper pada Biro Intelijen dan
Riset Departemen Luar Negeri AS, yang beroperasi di Jakarta, dikepalai oleh 
Dubes Marshall Green.

  Catatan di atas salah satu contoh saja dari sekian banyak bentuk kerja
nekolim di Indonesia.
   
  III. Ketidak beresan dalam tubuh kita sendiri
   
  Sebelum berangkat ke KAA II di Aljazair, sementara Kolonel Boumedienne baru 
saja melakukan coup d'etat terhadap Presiden Ben Bella, seperti diuraikan di 
atas, di Jakarta sudah beredar desas-desus tentang adanya Dewan Jenderal yang 
akan merombak personalia Kabinet Dwikora. Menurutnya personalia itu akan 
memprioritaskan para jenderal dan tokoh-tokoh sipil yang antikomunis sebagai 
menteri.

  Sebagai wartawan saya berusaha mencari kejelasan mengenai desas-desus ini.
  Pertama-tama saya bertanya kepada Kepala Pusat Penerangan AD Brigjen Ibnu 
Subroto, yang saya kenal baik. Pada suatu malam saya diundangnya makan malam di 
rumahnya di kawasan Banteng. Sambil makan malam ia menjelaskan versi AD 
mengenai Dewan Jenderal kepada saya. Ia meyakinkan saya, bahwa Dewan Jenderal 
yang dimaksud hanyalah dewan kepangkatan yang memproses kenaikan pangkat para 
jenderal. Dibantahnya dengan keras desas-desus bahwa Dewan Jenderal hendak 
melakukan coup d'etat.
  
Tapi karena makin lama desas-desus makin keras gaungnya, saya pun berusaha 
menanyakannya kepada Kepala Staf Biro Pusat Intelijen (BPI), Jenderal (Pol) 
Sutarto. Dia membenarkan berita itu, tapi minta kepada saya agar jangan 
diumumkan. Belakangan saya mendapat keterangan lagi dari Jaksa Agung Muda 
Brigjen Sunario dengan penjelasan yang sama.
   
  Menjelang meletusnya G30S, di PWI masuk laporan tentang rencana susunan 
Kabinet Dewan Jenderal tapi belum lengkap. Dalam susunan itu terdapat nama Dr. 
Ruslan Abdulgani. Karena Ruslan Abdulgani adalah salah satu Ketua DPP PNI, 
sedang saya anggota Badan Pekerja Kongres PNI, maka buru-buru berita ini saya 
sampaikan kepada Pak Ruslan di rumahnya. Tapi dengan tegas Pak Ruslan 
membantahnya, dan minta kepada saya untuk melaporkan lagi jika ada berita baru 
menyangkut perkembangan tersebut. Hal ini saya tanyakan juga kepada Wakil PM 
III Dr Chaerul Saleh, karena namanya pun disebut-sebut. Pak Chaerul membantah 
dengan keras. Waktu itu ia sedang bersiap-siap hendak berangkat ke Beijing, 
memimpin delegasi MPRS yang diundang RRT untuk menghadiri peringatan ulang 
tahun berdirinya RRT, tanggal 1 Oktober.

  Agak mengejutkan saya karena, meskipun saya termasuk juga sebagai anggota 
MPRS, namun nama saya tidak terdapat dalam susunan delegasi. Ia sebagai Ketua 
MPRS minta supaya saya ikut bersamanya dalam delegasi. Waktu masih ada untuk 
mengurusnya, katanya. Tapi saya minta maaf, bahwa saya tidak bisa ikut. Alasan 
saya, karena baru saja kembali dari luar negeri, dan memang banyak pekerjaan 
yang harus saya selesaikan.

  Meskipun tentang susunan Kabinet Dewan Jenderal masih sangat saya ragukan. 
Berita ini telah dibantah juga oleh Menpangad Jenderal A.Yani, ketika ia 
ditanya oleh Presiden. Tapi lama-kelamaan desas-desus ini menjadi fakta politik 
yang beredar di kalangan masyarakat terbatas.
   
  Baru sesudah sidang Mahmilub dibuka, Letkol Untung membeberkan susunan 
Kabinet Dewan Jenderal yang menyebabkan kelompok perwira-perwira maju
melancarkan operasi menangkap para calon menteri Kabinet Dewan Jenderal.
Mereka itu ialah:
1. Perdana Menteri: Jenderal A.H. Nasution
2. WPM/Hankam/Kasab: Jenderal A.Yani
3. WPM/Pembina Jiwa Revolusi/Penerangan: Jenderal (Tit.) Dr. Ruslan Abdulgani
4. Menteri Dalam Negeri: Jenderal Suprapto
5. Menteri Luar Negeri: Jenderal Haryono
6. Menteri Kehakiman: Jenderal Sutoyo
7. Menteri Jaksa Agung: Jenderal Suparman
Menteri-Menteri lainnya tidak disebutkan.

  Susunan Kabinet Dewan Jenderal ini diungkapkan oleh Nyono, yang diadili 
kemudian. Dia katakan bahwa susunan tersebut telah disahkan oleh rapat pleno 
Dewan Jenderal tanggal 21 September 1965 di Gedung Akademi Hukum Militer, Jalan 
Dr. Abdulrahman Saleh, di mana disebut-sebut bahwa anggota Dewan Jenderal 
seluruhnya berjumlah 40 orang. Tapi yang aktif 25 orang, dengan tokoh utamanya 
tujuh orang, yaitu: A.H. Nasution, A.Yani, Suparman, Haryono, Suprapto, Sutoyo 
dan Sukendro. Rapat pleno yang mengesahkan susunan Kabinet Dewan Jenderal itu, 
kata Nyono, dipimpin oleh Suparman dan Haryono karena A.H. Nasution dan A. Yani 
berhalangan hadir.

  Rapat ini juga memutuskan akan melaksanakan coup d'etat tanggal 5 Oktober 
1965, bertepatan dengan peringatan Hari Angkatan Perang (baca: G30S di Hadapan 
Mahmilub - perkara Nyono - diterbitkan Pusat Pendidikan Kehakiman AD, hal. 276).
   
  Juga Buku Putih "Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis
Indonesia", penerbitan Sekretariat Negara (1994), pada hal. 63 menulis, bahwa 
pada awal September 1965, PKI melancarkan isu Dewan Jenderal yang akan merebut 
kekuasaan pada 5 Oktober 1965. Susunan Kabinet Dewan Jenderal yang dicatat 
dalam Buku Putih itu hampir sama dengan yang diungkapkan Untung dan Nyono, 
kecuali mengenai tiga portofolio. Yaitu untuk Dalam Negeri disebutkan akan 
dipegang oleh Hadisubeno, Luar Negeri oleh Dr. Ruslan Abdulgani, dan Hubungan 
Dagang Luar Negeri dipegang oleh Brigjen Sukendro.
   
  Cerita tentang Dewan Jenderal tetap gelap sampai sekarang.

  Saya harap penelitian Pakorba akan berhasil mengungkapkannya. Komponen Orde 
Baru dan seluruh jajarannya tetap tidak mengakui.
  Bukankah Bung Karno mengatakan, ada ketidak beresan dalam tubuh kita sendiri?
   
  Jakarta, 25 Oktober 1999.
   
  ***
Visit Indonesia Daily News Online HomePage:
http://www.indo-news.com/
Please Visit Our Sponsor
http://www.indo-news.com/cgi-bin/ads1
Free Email @KotakPos.com
visit: http://my.kotakpos.com/
----------------------------------------------------------
   
  
 




Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/   
http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/ 






                        
---------------------------------
Yahoo! Photos
 Got holiday prints? See all the ways to get quality prints in your hands ASAP.

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] [Doc. coup d'etat 1965]: TIGA FAKTOR PENYEBAB G30S oleh: A. Karim DP