[nasional_list] [ppiindia] Dilema Menghukum Mati Koruptor

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 17 Jan 2006 01:07:01 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.sinarharapan.co.id/berita/0601/16/opi01.html

Dilema Menghukum Mati Koruptor 
Oleh
Widoyoko

Ancaman hukuman seumur hidup untuk kasus korupsi, sudah dikenal sejak 
pemberlakuan UU No 3/1971. UU No 31/1999 yang menggantikannya membawa kemajuan, 
yakni sanksi hukuman mati (Pasal 2 ayat 2). Pasal 2 dari UU tentang 
pemberantasan korupsi ini membangun harapan masyarakat terhadap penerapan 
hukuman mati bagi koruptor, sebagaimana diberlakukan atas kasus-kasus narkotika 
dan terorisme. Pertimbangannya, tindak pidana korupsi telah menimbulkan dampak 
sosial yang luas. 


Tengoklah China, ekonominya melaju pesat beriringan kencangnya pemberantasan 
korupsi. Dalam kurun waktu lima tahun (2000-2005), belasan koruptor kakap 
bertitel gubernur, wakil gubernur, wali kota, wakil wali kota, pimpinan partai 
dan presiden direktur bank telah dieksekusi mati. Di negara ini seseorang cukup 
mengkorup uang negara setara Rp 4 miliar dapat dihukum mati.
Berdasarkan data yang disampaikan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, dalam kurun 
1945-2003, dari 52 orang yang dijatuhi hukuman mati hanya 15 yang telah 
dieksekusi. Itupun tidak terdapat terpidana korupsi. 

Diagram NKT
Melalui "diagram NKT" di bawah ini, terlihat gambaran ringkas posisi kasus 
korupsi di tengah-tengah kasus narkotika dan terorisme. Nampak kendati dampak 
dari ketiga jenis pidananya sama, tetapi realisasi hukuman maksimalnya berbeda. 
Untuk kasus korupsi, hukuman maksimal hanya dijatuhkan berdasarkan pertimbangan 
keadaan sosial yang tengah berlangsung di dalam negeri. Adapun bagi kasus 
narkotika dan terorisme hal semacam itu tidak ada.

Diagram NKT
Begitu pula dengan keterlibatan pejabat publik dalam ketiga jenis kasus 
tersebut. Baik dalam kasus narkotika maupun terorisme, keterlibatan pejabat 
publik hanya dapat dinyatakan "tidak jelas". Artinya, walau sementara 
masyarakat menduga ada oknum pejabat publik yang kadangkala ikut bermain dalam 
kedua kasus tersebut, tetapi sampai saat ini dugaan itu belum dapat dibuktikan 
secara hukum. 
Dalam kasus korupsi, keterlibatan pejabat publik menjadi sesuatu yang jelas, 
karena seringkali pejabat bersangkutanlah yang merupakan pelaku tindak pidana 
tersebut. Dan pada galibnya, tanpa keterlibatan pejabat publik niscaya tidak 
mungkin terjadi tindak korupsi. 


Dengan adanya keterlibatan pejabat publik dan adanya "catatan" dalam ancaman 
sanksi maksimal kasus korupsi, bakal tidak mengherankan bila proses penerapan 
hukuman maksimal (hukuman mati) pun tidak akan "semulus" kasus narkotika dan 
terorisme.


Maksud hukuman mati "dengan catatan" dalam diagram di atas adalah sebagaimana 
isi dari Pasal 2 (2) UU No 31/1999 yang menyatakan, "Dalam hal tindak pidana 
korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu 
pidana mati dapat dijatuhkan". Berdasarkan penjelasan UU ini, yang dimaksud 
"keadaan tertentu" adalah "apabila tindak pidana korupsi dilakukan pada waktu 
negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada 
waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, 
atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter".


Dari keempat keadaan tertentu itu, hanya keadaan krisis ekonomi dan moneter 
yang dapat dengan mudah dirasakan. Kendati demikian walau Indonesia mengalami 
krisis semacam itu pada 1998 hingga tahun 2000, toh tidak ada tersangka 
koruptor yang divonis mati. 

Batasan Keadaan Tertentu
UU No 31/1999 pun diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 
31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Batasan keadaan tertentu 
merupakan salah satu bagian yang mengalami perubahan. 


Dalam penjelasannya, batasan tersebut dinyatakan sebagai: ìkeadaan yang dapat 
dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu 
apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan 
bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan 
akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, 
dan pengulangan tindak pidana korupsi". 


Dengan digunakannya batasan baru "keadaan tertentu" tersebut, ancaman hukuman 
mati pun semakin jauh dari realita. Bahkan terhadap bencana tsunami pun, jika 
pemerintah menilai peristiwa itu sebagai peristiwa lokal, karena dampak 
kerugian yang ditimbulkan tidak merata di hampir sebagian besar wilayah 
Indonesia, bila terdapat koruptor, ia akan sulit dijerat dengan pasal tersebut.


Hal paling pokok yang akan menghadang penerapan sanksi hukuman mati bagi 
koruptor adalah UUD 45 yang secara hierarkis berada di atas UU Pemberantasan 
Tindak Pidana Korupsi. Dalam Pasal 28 I (1) UUD 45 dinyatakan ìHak untuk hidup, 
hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, 
hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, 
dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak 
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun".


Keberadaan Pasal 28 I (1) UUD 45 di atas pada dasarnya cukup untuk meniadakan 
hukuman mati, bukan saja didalam kasus korupsi, tetapi juga kasus-kasus 
lainnya. 

Penulis adalah pemerhati masalah sosial 


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Dilema Menghukum Mati Koruptor