[nasional_list] [ppiindia] Demi Kepastian Hukum, Keadilan Diabaikan

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Wed, 18 Jan 2006 00:38:20 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.kompas.com/kompas-cetak/0601/18/opini/2370624.htm

 
Demi Kepastian Hukum, Keadilan Diabaikan 


Haryatmoko

Dalam beberapa kasus besar korupsi, para pelaku mendapat hukuman ringan, 
dibebaskan, bahkan direhabilitasi. Penyidikan tindak korupsi banyak yang 
dihentikan di tengah jalan dengan aneka alasan. Juga tak sedikit kasus 
pelanggaran HAM yang pelakunya menikmati impunity (bebas dari sanksi hukum).

Sudah lama sistem peradilan di Indonesia dipertanyakan. Kepercayaan terhadap 
integritas aparat penegak hukum pada titik nadir. Jangan-jangan sistem hukumnya 
juga bermasalah. Kecurigaan ini mengusik sistem hukum yang ada. Adakah kaitan 
antara tekanan pada kepastian hukum dan kecenderungan mengabaikan rasa keadilan 
masyarakat?

Kepastian hukum

Mitos realisme hukum ialah adanya kepastian hukum. Kepastian ini lebih 
merupakan keyakinan, hukum dianggap sebagai realitas yang ada dan dibuat secara 
sempurna. Hukum merupakan "suatu korpus aturan yang koheren siap untuk 
diterapkan oleh hakim yang terlatih dan cukup terampil dalam deduksi silogistis 
sehingga dapat menemukan jawaban yang tepat terhadap masalah hukum dengan penuh 
kepastian" (M Tebbit, 2000:25).

Padahal, realitas hukum pada dasarnya justru tidak pasti. Masalah hukum penuh 
kerikil tajam dan menuntut pencarian keseimbangan antara prinsip-prinsip, 
kebijakan, dan asumsi-asumsi yang tidak tersurat. Pencarian keseimbangan 
seperti itu sulit diramalkan, alias tidak pasti.

Bukti sifat ketidakpastian ini terlihat pada adanya beragam tafsir hukum yang 
mengatur satu kasus yang sama. Dalam kasus korupsi, ada yang nominal korupsinya 
tidak besar tetapi dihukum berat. Ada yang jelas-jelas korupsi segunung dihukum 
ringan atau bahkan dibebaskan. Mereka yang memegang teguh keyakinan kepastian 
hukum sering mengabaikan bukan hanya jurang antara teori dan praktik, tetapi 
juga kesenjangan antara hukum tertulis dan interpretasi. Interpretasi hukum 
sebagai korpus aturan yang tetap, bisa diterapkan pada kasus berlawanan, dengan 
aturan yang disesuaikan, berubah, dan ditemukan tiap hari di seluruh yurisdiksi 
di Indonesia, bagaimana kepastian hukum bisa dijamin?

Sulit menjelaskan kepada mereka yang memegang teguh kepastian hukum bahwa 
keyakinan mereka lebih merupakan mitos daripada realitas. Keyakinan bahwa hukum 
merupakan kepastian dasar lebih mengisi kebutuhan psikologis, yaitu hasrat 
bawah sadar akan rasa aman. Jangan-jangan kepastian hukum hanya merupakan 
wishful thinking yang dianggap realitas. Bukan maksudnya mau melecehkan 
kepastian hukum, tetapi mau membongkar bahwa di dalam kepastian hukum masih 
terkandung berbagai klaim kesahihan atas interpretasi masing-masing pihak.

Formalisme hukum

Menurut Tebbit, ideal kepastian hukum tidak bisa dilepaskan dari formalisme 
hukum (2000:26). Formalisme hukum amat memengaruhi pemahaman hukum dan 
administrasi praktis masalah keadilan. Keprihatinan utamanya difokuskan pada 
bentuk luar hukum, artinya hanya sejauh hukum tertulis secara harfiah. Lalu 
kurang memerhatikan jiwa atau substansi hukum. Akibatnya, ada kecenderungan 
menafsirkan hukum sebagai sistem tertutup sehingga penafsiran seakan melulu 
masalah intern bidang hukum. Cara penafsiran ini menganggap faktor-faktor 
sosial lain tidak relevan. Seakan seluruh sistem hukum dapat dideduksi dari 
semacam aksioma. Lalu kekeliruan peradilan mirip dengan melakukan kesalahan 
karena tidak tepat menjumlah angka.

Obsesi pada kepastian hukum membawa ke literalisme dengan mengorbankan jiwa 
hukum. Mengikuti aturan demi aturan membawa konsekuensinya menyingkirkan rasa 
keadilan dalam menilai kasus-kasus khusus. Padahal, kekhasan tiap kasus harus 
ditemukan dalam substansi situasi nyata kasus itu, bukan dalam aturan formal 
yang seakan bisa begitu saja diterapkan atau disesuaikan dengan kasus. Lalu 
yang terjadi semacam proses mekanisasi yurisprudensi dalam bentuk mencari 
aturan yang dapat diterapkan untuk memberi jawaban yang tepat. Masalahnya, 
adakah yang tidak mekanistis?

Tebbit menjawab dengan mengutip argumen Holmes (2000:27), akar seluruh prosedur 
itu adalah penilaian di balik penalarannya yang sering tidak terungkap dan 
tanpa disadari. Yang dimaksud, penilaian pribadi yang mendahului ketetapan 
hukum, suatu penilaian sebelum proses penalaran dalam bentuk logika.

Logika hukum

Faktor yang sebenarnya memengaruhi adalah pra-penalaran penilaian ini, 
khususnya hal-hal yang terkait kebijakan sosial, tetapi ditutupi dengan deduksi 
silogistis. Maka, upaya yang perlu dilakukan adalah mengangkat ke permukaan dan 
membuat tersurat argumen yang disembunyikan oleh rasionalisasi logis penilaian 
itu. Caranya, menggeser fokus dari studi tentang logika hukum ke studi tentang 
faktor-faktor baik yang eksplisit maupun yang tidak disadari, yang sebenarnya 
justru paling berpengaruh dalam menyeleksi kesimpulan hakim dan keputusannya.

Faktor-faktor itu adalah politik, sosial, ekonomi/uang, dan pribadi (2000:29). 
Banyak ditemui kasus-kasus korupsi di mana akhirnya pertimbangan politik 
menjadi paling menentukan. Tak terhitung jumlah kasus hukum di mana 
pertimbangan ekonomi atau uang memengaruhi keputusan hakim. Dan, 
keputusan-keputusan itu mengabaikan rasa keadilan masyarakat.

Bisa dikatakan, acuan ke sumber hukum (UU, yurisprudensi, hukum internasional, 
dan lain-lain) dalam praktik kalah menentukan dibanding faktor-faktor politik, 
sosial, ekonomi, dan pribadi. Keadilan yang berasal dari keputusan pragmatis 
biasanya tidak bisa dilepaskan dari penilaian moral individu riil hakim dengan 
segala pemahaman dan pengalamannya.

Adapun pertimbangan logika hukum formal biasanya hanya untuk mengecek dan 
mendukung keputusannya (2000:33). Maka faktor-faktor itu, karena amat riil, 
akan amat memengaruhi. Jadi, pokok persoalan terletak pada penyembunyian 
realitas dasar pertimbangan yang sebenarnya oleh mitos kepastian hukum dan 
pretensi yang mau menunjukkan seakan-akan keputusan hakim merupakan hasil dari 
cara penyimpulan logika hukum yang formal.

Pertimbangan luar hukum

Agar faktor-faktor yang paling menentukan pertimbangan keputusan hakim tidak 
memberi kesan di luar hukum formal, lalu dikemas dengan argumen prosedural 
hukum, diselipkan dalam fakta hukum atau penerapan dasar hukum. Itu sebabnya, 
seseorang bisa lolos dari sanksi hukum karena majelis hakim "tidak melihat 
fakta hukum, tetapi penerapan dasar hukumnya. Ternyata, berdasar doktrin 
penerapannya tidak benar" (Prof Dr Wila Candrawila Supriadi, Kompas, 
3/12/2005). Maka, wajar bila ada kecurigaan, pertimbangan dari luar hukum 
(politik, ekonomi, atau kebijakan sosial) dianggap lebih menentukan. Namun, 
mengapa harus ditutupi argumen penerapan dasar hukum keliru?

Sebetulnya akan menyumbang vitalitas hukum (sebagai kesempatan untuk selalu 
membarui sistem hukum) bila gagasan masuknya pertimbangan dari luar hukum 
dibuat eksplisit dan legitim (2000:33). Bukankah interaksi dengan masyarakat 
yang selalu berubah menuntut demikian?

Orientasinya tidak mengacu kepada keputusan masa lalu, tetapi ke depan dengan 
fokus hasil pengaturan hukum yang mungkin. Orientasi ini mengharapkan agar ada 
kejujuran akan tujuan-tujuan sosial peradilan. Dengan demikian, moralitas dan 
keadilan yang mendasarkan pada orientasi menjadi lebih realistik.

Haryatmoko Dosen Pascasarjana Filsafat UI dan Universitas Sanata Dharma 
Yogyakarta


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Demi Kepastian Hukum, Keadilan Diabaikan