[nasional_list] [ppiindia] Catatan Di Meja Nusa Dua & Café Bandar: TENTANG 'BANGSA KLIEN' DAN SOAL-SOAL LAINNYA --2

  • From: "Kusni jean" <katingan@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: "kmnu2000" <kmnu2000@xxxxxxxxxxxxxxx>, <wanita-muslimah@xxxxxxxxxxxxxxx>, "ppiindia" <ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Thu, 19 Jan 2006 15:25:10 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Catatan Di Meja Nusa Dua & Café Bandar:

TENTANG 'BANGSA KLIEN'DAN SOAL-SOAL LAINNYA. 


2.

Tanggal 18 Januari 2006, Gola Gong, Ketua Umum  Komunitas Rumah Dunia, Banten, 
menyiar ulang potongan tulisan Moch. Irfan Hidayatullah, dosen di Fakultas 
Bahasa dan Sastra Indonesia, Ketua Forum Lingkar Pena, berikut ini:


"TENTANG HULU, TENTANG HILIR 
SAAT SASTRAWAN BERKESADARAN RUANG



Oleh Moch. Irfan Hidayatullah





Pada kesadaran ruang tersebutlah tidak akan ada pemaksaan ideologis  lewat 
sebuah ideologi impor seperti yang dilakukan oleh sastrawan mutakhir yang 
pandai sekali berhujjah lewat ideologi Derrida, Foucoult, Simone de Buvoir, 
Helen Cixous, dan lain-lain karena sastrawan akan mempertimbangkan sisi 
konteks. Jadi, Bila pun harus ada jalan keluar atas krisis di kebudayaan negeri 
sendiri yang harus dilakukan adalah proses dialektika dan atau eksotopi (lihat 
Mohamad, 2002:6) terhadap ideologi impor. Setelah itu, ditawarkan 
solusi-solusi, pengkritisan-pengkritisan, refleksi-refleksi lewat mata pisau 
karya sastra yang tetap tak tercerabut dari etika lokal.



Dari sinilah akan ditemukan semangat berkreasi untuk bersastra dan produktif 
dalam menelurkan gagasan-gagasan asli yang tidak saja berarti bagi 
masyarakatnya tetapi juga mencerdaskan sastrawannya. Dengan ini, kita tidak 
terus menerus memiliki predikat sebagai bangsa klien (meminjam istilah 
Kuntowijoyo). Bangsa yang dijadikan ujung tombak bagi pemikiran dan kepentingan 
"global" yang sama sekali jauh dari keberartian masyarakatnya. Mungkin sudah 
saatnya kita bertitik tolak dari "kekampungan" kita yang memiliki jiwa guyub 
dan religius". 


[Sumber:  Heri Hendrayana H (Gola Gong) 
To: koran-sastra@xxxxxxxxxxxxxxx ; captangan@xxxxxxxxxxxxxxx 
Sent: Wednesday, January 18, 2006 4:47 AM
Subject: [koran-sastra] Relijius vs seksi]


Saya merasa menyesal karena hanya mendapatkan penggalan artikel ini dan tidak 
berhasil memperoleh teks yang utuh artikel di atas. Apalagi  potongan artikel 
itu saja sudah menghadirkan serangkaian pertanyaan menarik dan menggelitik 
pemikiran konsepsional, saya antara lain tentang soal [1].'bangsa klien', 
[2].'pemaksaan ideologis dan ideologi import', [3].'krisis di kebudayaan negeri 
sendiri', [4].solusi 'kekampungan' yang memiliki jiwa guyub dan relijius'. 
Agaknya soal-soal inilah yang antara lain yang akan didiskusikan dalam 
pertemuan  ODE KAMPUNG RUMAH DUNIA, 3, 4 dan 5 Februari 2006 yang akan 
diselenggarakan di Komunitas Rumah Dunia, Banten.Pertemuan budaya yang menarik, 
baik dari segi tema, premis evaluasi, tawaran solusi, mau pun dari segi 
pengorganisasian. Dari segi yang terakhir ini, pertemuan Ode Kampung seperti 
yang juga telah dilangsungkan di Batu, Jawa Timur baru-baru ini, muncul dari 
bawah, dari kalangan komunitas sastra-seni dan bukan dari pemerintah seperti 
halnya konfrensi atau kongres-kongres nasional kebudayaan yang kurang 
meninggalkan tanda apa pun seusai konfrensi atau kongres.

[2]. 'Pemaksaan Ideologis Dan Ideologi Import':

Kamus Besar Bahasa Indonesia [terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan & 
Balai Pustaka, Jakarta, 1988, hlm.638]merumuskan arti kata 'paksa' 
sebagai:"mengerjakan sesuatu walaupun tidak mau", dan "pemaksaan" sebagai 
"proses, cara, perbuatan memaksa", serta 'memaksa' diartikan "memperlakukan, 
menyuruh, meminta dengan paksa".

Untuk bisa kiranya diperlukan adanya kekuatan tertentu baik fisik, kekuasaan, 
pengaruh atau pun ancaman. Umumnya di Indonesia pun "pemaksaan" itu datang dari 
mereka atau pihak-pihak yang memiliki hal-hal tersebut.Karena itu John McGlynn 
menyimpulkan [lihat:makalah John McGlynn di Hari Sastra Indonesia, Paris 
2004]bahwa di Indonesia 'sensor' [sejenis bentuk pemaksaan] datang dari dua 
arah yaitu dari atas [pemerintah] dan dari bawah, dari kelompok sosial 
tertentu. Contoh baru dari 'pemaksaan' ini misalnya mengenai rencana 
menerbitkan edisi Indonesia Majalah Play Boy. Terhadap rencana ini, berdasarkan 
berita-berita yang sampai ke tangan saya, nampak ada kelompok-kelompok dalam 
masyarakat yang sudah menyampaikan ancaman fisik. 

Dari pengertian 'pemaksaan' berdasarkan rumusan Kamus Besar Bahasa Indonesia, 
pertanyaan yang timbul: Apakah seorang penulis atau sastrawan punya kemampuan 
bersifat'pemaksaan'? Penulis atau sastrawan umumnya bekerja secara individual 
dan hanya bersenjatakan kata yang juga ada di tangan semua orang. Lalu, jika 
demikian bisakah dikatakan bahwa sastrawan melakukan 'pemaksaan ideologis' 
ketika ia menawarkan ide-ide dan acuan-acuan pemikiran dari berbagai sumber, 
termasuk acuan dari yang disebut 'ideologi impor' seperti pemikiran Derrida, 
Foucoult, Simon de Beauvoir, Helen Cixous, dan lain-lain. Apakah dengan mengacu 
pada penulis-penulis ini lalu mempunyai pengertian 'pemaksaan ideologis'. Apa 
bedanya mengutip penulis-penulis dari negeri-negeri Arab dengan  mengutip 
penulis-penulis dari negeri-negeri Barat? Derrida sebagaimana halnya dengan 
Moch. Arkoun sendiri berasal dari Aljazair. Salahkah mengacu pada 
pemikiran-pemikiran dari luar atau dari dalam negeri sendiri? 

Acuan dan mengacu, kukira mengandung soal mendasar yaitu masalah memperkaya 
pemikiran kita dan menolak ketertutupan.Lebih-lebih dalam keadaan dunia seperti 
sekarang dengan tingkat tekhnologi yang kian berkembang cepat sehingga  oleh 
sementara penulis dilihat sebagai 'desa dunia'. Dalam syarat demikian, 
ketertutupan, kukira, hanya merugikan diri sendiri.Apalagi jika kertutupan itu 
mengambil bentuk ekstrim yang disebut xenophobie ideologis. Untuk Indonesia 
sendiri,jika diberlakukan cara ketertutupan, kukira akan menimbulkan banyak 
masalah-masalah pelik seperti yang kita saksikan sekarang.Ketertutupan 
bertentangan dengan kemajemukan. Xenophobie ideologis yang tidak nalar adalah 
salah satu perujudannya. Dalam hal pemikiran, saya lebih cenderung jika kita 
tidak setuju, kita lakukan bantahan dalam suatu debat ide dan bukan dengan 
menutup diri dalam berbagai bentuk. Debat ide hanya memperkaya masing-masing 
yang terlibat asal dilakukan dengan metode debat ide sesungguhnya, bukan 
mencari menangkalah tapi berusaha mendekati kebenaran, betapa pun relatifnya.

Kalau kita perhatikan sejarah kebudayaan negeri mana pun, barangkali kita 
sepakat tidak ada kebudayaan yang berkembang dengan pengucilan diri, 
tutup-pintuisme apalagi sektarisme.Damaskus, Bagdad pernah berkembang sebagai 
pusat kebudayaan penting bukan karena tutup-pintuisme apalagi xenophobisme 
ideologis atau sektarisme. Saya khawatir bahwa xenophobisme ideologis dan 
sektarisme hanya membawa kita kembali ke Abad Tengah.   

Hal lain menarik yang diajukan oleh  Moch. Irfan Hidayatullah yaitu masalah 
'krisis di kebudayaan negeri sendiri'. Secara permasalahan Irfan memang telah 
mengajukan pertanyaan-pertanyaan esensil tapi solusinya barangkali layak 
dibicarakan dengan tenang.Mengajukan pertanyaan esensil dan tepat bukanlah 
masalah gampang. Pertanyaan, erat hubungannya dengan kemampuan membaca keadaan 
dan kemampuan membaca bertautan dengan kemampuan menganalisa.


Paris, Januari 2006.
JJ. Kusni

[Bersambung...]

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts: