[nasional_list] Re: [ppiindia] Benarkah bahwa Presiden SBY adalah musuh publik?

  • From: A Nizami <nizaminz@xxxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Tue, 14 Dec 2010 16:10:39 +0800 (SGT)

Yang jelas SBY adalah orang kesayangan AS....

===

Belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits

http://media-islam.or.id

Milis Ekonomi Nasional: ekonomi-nasional-subscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

Haji ONH Plus 2010 Mulai dari US$ 6.500:

http://media-islam.or.id/2010/05/09/paket-haji-onh-plus-2010-mulai-dari-us-6-000/

--- Pada Sel, 14/12/10, fishbed warlord <maspank@xxxxxxxxx> menulis:

Dari: fishbed warlord <maspank@xxxxxxxxx>
Judul: Re: [ppiindia] Benarkah bahwa Presiden SBY adalah musuh publik?
Kepada: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
Tanggal: Selasa, 14 Desember, 2010, 12:04 AM







 



  


    
      
      
      BENAR, setidaknya secara pribadi juga menilai -+ spt itu.



--- On Mon, 12/13/10, Umar Said <kontak@xxxxxxxxxxxxxxxx> wrote:



From: Umar Said <kontak@xxxxxxxxxxxxxxxx>

Subject: [ppiindia] Benarkah bahwa Presiden SBY adalah musuh publik?

To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx

Date: Monday, December 13, 2010, 7:21 PM



 



Tulisan ini juga disajikan dalam website http://umarsaid.free.fr/



yang sampai sekarang sudah dikunjungi  695  630  kali



========================



Benarkah bahwa Presiden SBY adalah



public enemy (musuh publik) ?



Hugo Chavez keluar dari Istananya untuk menampung korban banjir di dalamnya



Setelah mengikuti banyak berita-berita pers dan berbagai siaran televisi



akhir-akhir ini, kita bisa bertanya-tanya apakah presiden SBY masih mendapat



kepercayaan rakyat untuk menangani berbagai persoalan besar dan berat yang



dihadapi bangsa dan negara dewasa ini. Sebab, terdengar makin banyak suara



dari berbagai kalangan, yang mengindikasikan bahwa kepercayaan publik



terhadap kepemimpinan presiden SBY sudah anjlog. Bukan itu saja,



ketidakpercayaan terhadap SBY ini sudah meningkat menjadi kemarahan dari



bermacam-macam kalang            an di banyak tempat di seluruh Indonesia.



Bahkan, dalam salah satu tayangan di televisi Metro TV baru-baru ini ada



orang yang mengatakan bahwa presiden SBY sekarang sudah menjadi public enemy



(musuh publik). Mungkin saja, kata-kata public enemy bisa dianggap



keterlaluan kasarnya atau kebablasan, tetapi ini mencerminkan kemarahan



publik yang sudah makin memuncak terhadap SBY akhir-akhir ini.



Sebagian dari ketidakpuasan banyak kalangan, bahkan kemarahan rakyat, telah



dimanifestasikan oleh banyaknya aksi-aksi atau demo yang dilakukan oleh



organisasi pemuda dan mahasiswa di banyak kota di Indonesia dalam rangka



Hari Anti Korupsi Sedunia dan hari HAM sedunia. Dalam dua peringatan ini



telah diangkat kembali masalah korupsi dan pelanggaran HAM yang masih tetap



menjadi persoalan besar yang tidak bisa diselesaikan bangsa kita.



Korupsi sumber ketidakpercayaan kepada SBY



Terutama masalah korupsi merupakan sumber besar  ketidak-percayaan dan



kemarahan rakyat terhadap presiden SBY. Kasus Bank Century yang menyangkut



uang negara lebih dari RP 6 triliun yang tidak jelas juntrungnya, ditambah



dengan kasus Gayus Tambunan yang menghebohkan seluruh negeri, menunjukkan



bahwa presiden SBY tidak menunjukkan kepemimpinan yang diinginkan oleh



rakyat banyak. Singkatnya, sangat sangat mengecewakan !!!



Baik dalam kasus Bank Century maupun kasus Gayus Tambunan dirasakan adanya



hal-hal yang menimbulkan dugaan bahwa presiden SBY tidak mau, atau tidak



berani, atau tidak bisa, bertindak tegas sebagai pemimpin negara dan pemimpn



pemerintahan, dengan alasan « tidak mau memasuki ranah hukum », « tidak mau



intervensi ».



Kalau dalam kasus Bank Century ada kecurigaan-kecurigaan adanya hal-hal yang



« tidak lurus «  yang dilakukan oleh pendukung-pendukung Partai Demokrat



yang dipimpin oleh SBY, maka dalam kasus Gayus Tambunan banyak orang



mempertanyakan mengapa SBY berusaha supaya kasus Gayus ini ditangani oleh



polri saja, yang sudah mengindikasikan bahwa Gayus akan dikenakan perkara



gratifikasi saja, dan bukan perkara penyuapan.



Kelihatannya ada kalangan-kalangan yang menduga-duga bahwa keputusan SBY



tentang penanganan masalah Gayus ini supaya dilakukan terutama oleh



tangan-tangan polri, dan bukannya oleh KPK, adalah karena polri adalah



langsung di bawah presiden SBY, seperti halnya kejaksaan agung. Dengan



begitu presiden SBY bisa ikut « mengarahkan » penanganan kasus Gayus, dan



dengan cara demikian  SBY beserta pendukung-pendukungnya dapat menyelamatkan



penunggak pajak raksasa yang jumlahnya sekitar 150 perusahaan besar.



Dengan dalih bahwa Gayus hanya akan dikenakan perkara gratifikasi, maka



meskipun ia sudah menerima uang suapan sebanyak sekitar Rp 100 miliar, ia



akan dijatuhi hukuman yang ringan sekali, kalau tidak dibebaskan sama



sekali. Yang paling aneh atau keterlaluan tidak masuk nalar yang waras



adalah bahwa dengan dipakainya rumus « gratifikasi » maka



perusahaan-perusahaan yang pernah menyuap Gayus (termasuk 3 perusahaan besar



grup Aburizal Bakrie) akan bebas dari tuntutan hukum.



Kelemahan,  keragu-raguan, ketidak-beranian kepemimpinan SBY



Dengan munculnya kasus Gayus Tambunan, maka tidak saja kelihatan masih



merajalelanya korupsi yang berkelas kakap di Indonesia, melainkan juga tetap



terus bobroknya atau busuknya aparat-aparat hukum negeri kita. Dalam sejarah



Republik Indonesia, tidak ada kebobrokan atau kerusakan di kalangan



kepolisian, kejaksaan dan kehakiman (pengadilan) seluas dan separah seperti



yang terjadi di masa pemerintahan SBY sekarang ini.  Hanya pemerintahan Orde



Baru di bawah Suhartolah yang bisa mengalahkan atau menyamai kebobrokan



pemerintahan SBY.



Banyak orang mengkaitkan kebusukan atau kebobrokan di kalangan pimpinan



Polri dan Kejaksaan Agung (dan juga kehakiman atau pengadilan) dengan



kelemahan, atau kelambatan, atau keragu-raguan, atau kehati-hatian, atau



ketidak-beranian kepemimpinan SBY. Ada juga yang menghubungkan



ketidak-tegasan SBY ini dengan kekuatirannya bahwa hal-hal yang termasuk «



suram » yang berkaitan dengan kemenangannya sebagai capres dalam pemilu bisa



dibongkar atau dikutik-kutik.



Di samping adanya kenyataan bahwa politik pemerintahan di bawah SBY memang



menjalankan politik yang pro neo-liberal dan tidak menguntungkan rakyat, SBY



juga diikat oleh koalisi yang terdiri dari partai-partai yang juga sama-sama



reaksionernya.  Karena itu, koalisi partai-partai reaksioner yang duduk



dalam DPR ini menjadi ajang kongkalikong dalam berbagai bentuk dan cara, dan



melakukan berbagai macam kejahatan berjemaah terhadap kepentingan rakyat.



Sebagian dari partai-partai ini sudah menjadi pengkianat rakyat, dan



karenanya   -- pada hakekatnya !  --  juga sudah menjadi musuh rakyat..



Dengan pandangan semacam itu, maka sebenarnya,  atau pada intinya,   bukan



hanya SBY saja yang menjadi public enemy, melainkan juga partai-partai yang



mendukungnya. Oleh karena itu, berbagai fenomena di negeri kita menunjukkan



bahwa SBY sudah makin jauh dari rakyat. Terasa sekali bahwa tidak ada



hubungan hati dan fikiran yang hangat dan erat antara presiden SBY dan



rakyat banyak.



Sekarang makin kelihatan  bahwa berbagai kalangan di masyarakat tidak hanya



kehilangan kepercayaan kepada aparat kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman



atau pengadilan, melainkan juga kepada pribadi presiden SBY.



Ketidak-percayaan rakyat terhadap kepemimpinan SBY ini, yang sudah  turun



sejak lama, akhir-akhir ini bertambah parah dengan munculnya « blunder »



(kesalahan besar) mengenai hiruk-pikuk kasus keistimewaan daerah Jogyakarta.



Rakyat Jogyakarta sudah memasang spanduk besar-besaran yang bertuliskan SBY=



Sumber Bencana Yogya



Begitu hebatnya kemerosotan kepercayaan terhadap pemerintahan yang dipimpin



SBY sehingga dalam aksi-aksi yang dilakukan baru-baru ini di berbagai kota



dikibarkan bendera Merah Putih setengah tiang, sebagai tanda keprihatinan



dan kemarahan. Puncak kemarahan ini terjadi pada tanggal 13 Desember ketika



warga seluruh kota Jogya mengibarkan bendera setengah tiang, dan puluhan



ribu penduduk secara beramai-ramai menyaksikan sidang  terbuka DPRD Jogya



yang membicarakan soal keistimewaan daerah ini. Peristiwa ini merupakan «



pemberontakan damai » atau tantangan penduduk Jogya terhadap pemerintahan



SBY, atau setidak-tidaknya merupakan pukulan yang serius terhadap muka



presiden SBY.



Perkembangan fikiran atau opini publik terhadap kepemimpinan presiden SBY



ini sangat gawat dan bahkan bisa menimbulkan berbagai gejolak masyarakat



yang makin lama bisa makin membesar, karena SBY beserta partai-partai



koalisinya tidak akan bisa mengadakan perubahan-perubahan besar guna



memperbaiki situasi politik, ekonomi dan sosial yang makin ruwet nantinya.



Terutama sekali pemerintahan SBY tidak akan mungkin  dapat segera



menyelesaikan masalah korupsi yang sudah merusak moral janjangan yang paling



atas sampai paling bawah.



Banyak orang melihat dengan lebih terang ketokohan SBY



Kekecewaan dan kemarahan banyak kalangan terhadap SBY (dan



pendukung-pendukungnya) mengindikasikan bahwa opini publik kita sudah bisa



melihat lebih terang lagi kepada « ketokohan » SBY sebagai pemimpin rakyat



dan negara. Walaupun SBY telah dipilih sebagai presiden secara langsung



dengan perolehan suara sekitar 62% dalam pemilu yang lalu, namun sekarang



ternyata bahwa banyak orang sudah tidak lagi menyukai tindakan-tindakan atau



sikapnya, terutama tentang korupsi. Dewasa ini Indonesia merupakan negara



yang ter-korup di daerah Asia-Pasifik.



Ketika dalam pemilu yang lalu banyak sekali orang yang mengharapkan (atau



mengira) bahwa SBY akan bisa merupakan presiden yang  betul-betul bertindak



sebagai pemimpin rakyat, maka mereka kemudian  merasa sebagai tertipu



mentah-mentah. Ada yang berpendapat bahwa SBY ternyata bukan tokoh yang bisa



menjadi contoh sebagai pemimpin rakyat. Di bawah pemerintahannya situasi



negara dan bangsa tambah ruwet, atau penuh gejolak. Perdebatan panas



mengenai keistimewaan daerah Jogya hanyalah salah satu bagian saja dari



banyaknya persoalan parah yang harus dihadapi SBY.



Perbedaan besar kepemimpinan SBY dengan Bung Karno



Dari berbagai  tindakannya, atau sikapnya, mengenai macam-macam  soal yang



berkaitan dengan negara dan bangsa, nampak sekali perbedaannya dengan



kepemimpinan Bung Karno. Kalau kebesaran sosok dan keagungan ajaran-ajaran



revolusioner Bung Karno sampai sekarang masih bersemayam di hati banyak



sekali orang, --walaupun ia sudah wafat 40 tahun yang lalu, akibat siksaan



Suharto selama dalam tahanan – maka kelihatannya nama SBY tidak mendapat



tempat yang terhormat dalam hati rakyat.



Sesudah pengkhianatan besar-besaran oleh Suharto terhadap pemimpin rakyat



dan bangsa, Bung Karno, maka negara kita belum mempunyai lagi pemimpin



lainnya yang bisa dikategorikan sebagai pemimpin rakyat yang sebenarnya,



yang seagung dan seluhur Bung Karno. Kita bisa melihat bahwa semua (atau



sebagian terbesar sekali)  tokoh Indonesia yang pernah mengaku dirinya



sebagai pemimpin rakyat adalah sebenarnya tidak pantas dinamakan pemimpin



rakyat. Karena mereka tidak memiliki sifat yang bisa dijadikan contoh, atau



tindakan-tindakannya tidak bisa menimbulkan hormat bagi banyak orang.



Contoh dari Venezuela : presiden Hugo Chavez



Dalam kaitan ini, kiranya bisa diambil contoh dari presiden Venezuela, Hugo



Chavez, seorang mantan perwira militer yang berpandangan revolusioner



kerakyatan, yang terpilih secara demokratis sebagai presiden. Sejak terpilih



menjadi presiden Venezuela, ia telah melakukan perubahan-perubahan



besar-besaran di bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, militer, dan



hubungan luar negeri, yang pada pokoknya selalu mementingkan rakyat dan



anti-imperialisme (terutama AS). Karena kedekatannya dengan rakyat, maka



rakyat Venezuela selalu menyokongnya dalam melawan musuh-musuh dalam negeri



maupun luar negeri.



Menurut TEMPO Interaktif, (11 Des O3), Presiden Venezuela Hugo Chavez



berencana untuk memerintah (berkantor) sementara dari sebuah tenda pemberian



pemimpin Libya Muammar Gaddafi setelah mengundang para keluarga yang



kehilangan tempat tinggal akibat hujan deras untuk tinggal di istananya.



Hujan terburuk dalam satu dekade ini telah menimbulkan malapetaka di negara



eksportir minyak utama Amerika Selatan itu dengan menewaskan lebih dari 30



orang dan menyebabkan kehilangan tempat tinggal lebih dari 100 ribu orang di



desa-desa pesisir dan daerah kumuh kota.



Dari Istana kepresidenan pindah berkantor ke tenda



"Siapkan hadiah Gaddafi. Anda dapat memasangnya di taman Miraflores,



menaruhnya di sana karena aku akan pindah ke tenda," kata Chavez saat



mengunjungi pengungsian di lingkungan miskin di belakang istana presiden



Miraflores. Gaddafi dikenal karena telah memimpin sidang di sebuah tenda



Badui besar ketika melakukan kunjungan luar negeri dan menggunakannya saat



dalam perjalanan ke Venezuela, tahun lalu.



Presiden Hugo Chavez memindahkan 25 keluarga ke istana pada bulan November



dan  mengatakan kepada pembantunya untuk mempercepat persiapan untuk



menerima lagi 80 keluarga.  "Kita bisa menaruh beberapa tempat tidur di



kantor utama saya," katanya. Chavez telah turun langsung ke seluruh negeri



untuk mengawasi bantuan kemanusiaan. Demikian berita Tempo Interaktif.



Sudah tentu, tindakan Hugo Chavez, seorang mantan militer yang berjiwa



sosialis revolusioner, untuk menampung di Istananya sebagian penduduk



Venezuela yang terkena banjir dan menyediakan juga tempat-tempat tidur bagi



mereka di kantor utamanya adalah sesuatu yang sama sekali « aneh » atau luar



biasa bagi para penguasa di Indonesia.



Ketika membaca berita tentang tindakan-tindakan Hugo Chavez, mungkin ada di



antara kita yang ingat kepada banyaknya penduduk lereng Merapi, Mentawai,



Wasior dan lain-lain, yang sangat menderita karena ketimpa bencana.  Kalau



seandainya para penguasa di Indonesia semuanya mempunyai sikap pro rakyat



dan karakter politik seperti Hugo Chavez maka nasib rakyat kita akan jadi



lain, tidak seperti sekarang ini.



Mengingat itu semua, maka kita bisa menarik pelajaran   -- dan juga



mengambil kesimpulan  -- bahwa dengan pemimpin-pemimpin sejenis dan



sekaliber SBY, maka negara dan bangsa kita tidak akan mungkin mengadakan



perubahan-perubahan besar dan fundamental yang menguntungkan kepentingan



rakyat. Artinya,  dengan tokoh-tokoh pendukung SBY yang dewasa ini



mengangkangi kedudukan-kedudukan kunci di badan-badan eksekutif,



legislatif,dan judikatif (dan dunia usaha !!!) , maka situasi bangsa dan



negara tidak akan mungkin  meraih perbaikan, dan bahkan sebaliknya,  akan



menjadi makin memburuk.



Indonesia akan bisa mengadakan perubahan-perubahan besar, hanya melalui



jalan reformasi yang menyeluruh dan restorasi yang  luas sekali, yang bisa



berbentuk revolusi rakyat, seperti yang ditunjukkan oleh Bung Karno, atau



oleh praktek revolusioner presiden Hugo Chavez. Jalan lainnya, seperti



pekerjaan tambal sulam yang dilakukan oleh SBY beserta



pendukung-pendukungnya dewasa ini,  adalah jalan buntu.



Paris, 14 Desember 2010



A. Umar Said



= = = =



.



[Non-text portions of this message have been removed]



[Non-text portions of this message have been removed]





    
     

    
    


 



  







[Non-text portions of this message have been removed]

Other related posts:

  • » [nasional_list] Re: [ppiindia] Benarkah bahwa Presiden SBY adalah musuh publik? - A Nizami