[nasional_list] [ppiindia] Agama dalam Lingkaran Kekerasan

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Mon, 2 Jan 2006 23:38:19 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=131598


      Agama dalam Lingkaran Kekerasan
      Oleh KH Abdul Choliq Dahlan 


      Selasa, 3 Januari 2006
      Di penghujung tahun 2005, teror bom kembali terjadi di Pasar Mahesa, Palu 
Sulawesi Tengah. Dilihat dari tempat kejadiannya, banyak orang berspekulasi 
bahwa pengeboman tersebut berlatar belakang agama. Kekerasan atas nama agama 
seolah tidak pernah selesai mencoreng kemuliaan dan kesucian agama. 

      Ajaran semua agama sesungguhnya menolak segala bentuk kekerasan. 
Kekerasan tidak pernah dapat diterima sebagai prinsip suatu tindakan. Prinsip 
kekerasan adalah amoral, karena kekerasan selalu mengandaikan pemaksaan 
kehendak terhadap pihak lain dan ini berarti melanggar asas kebebasan dalam 
interaksi sosial. Oleh karena itu, prinsip kekerasan adalah tidak manusiawi, 
karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang bebas secara moral. Dengan 
pertimbangan ini jelas bahwa semua agama menolak kekerasan sebagai prinsip 
untuk bertindak. 

      Masalah kekerasan menjadi rumit kalau dipraktikkan dengan legitimasi 
etiko-religius atau sekadar dengan label agama demi ambisi-ambisi yang 
sebenarnya jauh dari tujuan agama. Masalah kekerasan kemudian bukan hanya 
berupa eskalasi dan sofistikasi, melainkan juga agamanisasi. Melalui jalur 
agamanisasi ini pulalah kekerasan akhirnya menjadi bagian dari sejarah agama. 

      Bagaimana agama masuk dalam lingkaran kekerasan? Jika pengamatan tentang 
budaya kekerasan di atas dapat dibenarkan, maka agama kini hidup dalam 
lingkungan kekerasan. Dalam sejarah, agama tidak hanya mengasuh masyarakat 
melainkan juga "diasuh" oleh masyarakat. Oleh karenanya, agama juga "diasuh" 
oleh lingkaran dan budaya kekerasan yang hidup dalam masyarakat. 

      Jika dalam pembangunan agama sudah menjadi salah satu unsur legitimasi 
belaka dan kini masyarakat sudah memasuki budaya kekerasan, maka tidaklah 
mengherankan kalau agama juga dipakai sebagai legitimasi tindakan kekerasan. 
Ini berarti bahwa agama mulai kehilangan daya normatifnya dalam memengaruhi 
tindakan seseorang atau kelompok. 

      Dalam konteks Indonesia, gejala ini tampak dalam formalisasi agama. 
Proses semacam ini membuat agama menjadi tidak siap ketika harus berhadapan 
dengan kondisi di mana ia tidak hanya harus kritis terhadap lingkungan 
sekitarnya, tetapi juga harus kritis terhadap dirinya sendiri. 

      Lingkaran kekerasan tidak akan dapat kita putus jika yang lain atau the 
other masih kita anggap sebagai ancaman terhadap identitas dan integritas kita. 
Kita tidak akan dapat berdamai dengan komunitas lain jika memandang perbedaan 
dan pluralisme agama dan budaya sebagai bahaya yang harus diwaspadai dan bahkan 
dimusnahkan. Kita akan dapat menghargai dan menghormati diri kita dalam 
penghormatan dan penghargaan terhadap yang lain. Oleh karenanya, alih-alih 
dilihat sebagai sebab hubungan konfliktual, perbedaan di antara budaya-budaya 
dan agama-agama seharusnya bisa menjadi sumber pengalaman untuk saling 
melengkapi. 

      Budaya-budaya dan agama-agama yang berbeda memiliki instrumen-instrumen 
intelektual, simbolik, dan eksistensial yang memberikan pandangan spesifik 
tentang realitas personal, historis, dan kosmik, tetapi ia tidak harus menjadi 
pandangan yang dipaksakan. Tentu saja, saling memperkaya hanya mungkin 
dilakukan jika kelompok-kelompok yang berbeda mengorganisasi sifat mereka yang 
terbatas melalui dialog yang konstruktif. Dialog bukan berarti pengkhianatan; 
ia berarti pengakuan terhadap sudut pandang lain dan pengalaman lain dalam 
kejujuran dan koherensi mereka. Ia juga mengimplikasikan integrasi berbagai 
anasir berharga dari tradisi-tradisi lain, tanpa takut kehilangan identitas. 

      Satu jaminan perdamaian di antara berbagai budaya dan peradaban adalah 
perdamaian antar-agama. Seluruh agama besar dunia menyerukan perdamaian, kasih 
sayang, keselarasan, simpati, keadilan, kedermawanan, kepedulian, dan 
kelembutan. Agama-agama seharusnya tidak hanya mengajarkan nirkekerasan dalam 
komunitas mereka sendiri, tetapi juga mempraktikkan sebuah dialog yang penuh 
pengertian dan kesantuan dengan agama-agama lain, serta membela kebebasan 
beragama-legislasi yang menghormati kebebasan hati nurani dari setiap manusia, 
dan memungkinkan praktik setiap agama dalam teritori historis agama-agama lain. 
Dan, agama-agama seharusnya bisa menyetujui serangkaian kriteria etik universal 
untuk memberikan basis bagi perdamaian di dunia, dengan membuka pintu 
selebar-lebarnya untuk kesepakatan antar-budaya dan politik berdasarkan 
nirkekerasan dan saling menghormati. 

      Pengakuan terhadap pluralisme budaya dan agama memerlukan pengembangan 
demokrasi lebih lanjut. Demokrasi bukan hanya merupakan partisipasi warga 
negara dalam administrasi struktur yang kaku; jenis demokrasi yang paling 
menarik adalah yang memungkinkan terjadinya berbagai perubahan dan transformasi 
dalam struktur birokrasi ini menurut berbagai aspirasi seluruh kelompok 
masyarakat. Demokrasi juga merupakan metode untuk berdialog dan memeroleh 
konsensus di antara kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan berbeda. 

      Meskipun Huntington dan para analis lain percaya bahwa perbedaan secara 
tak terhindarkan mengarahkan komunitas manusia pada kekerasan dan perang, 
tetapi ada bentuk-bentuk persetujuan yang menghormati identitas dan kebebasan 
dari seluruh kelompok budaya. Secara teoretis, kebebasan dari setiap kelompok 
tampaknya tidak lebih utopian ketimbang kebebasan setiap individu anggota 
komunitas manusia jika kita menerima aturan-aturan demokrasi. Tidak mungkin ada 
demokrasi yang maju tanpa kebebasan seluruh kelompok. 

      Persoalan yang lebih serius untuk dipikirkan adalah bukan hanya 
memusnahkan lingkaran dan budaya kekerasan itu, melainkan juga bagaimana harus 
merintis budaya antikekerasan. Secara positif, budaya antikekerasan juga 
berarti budaya perdamaian. Berbicara tentang budaya antikekerasan atau budaya 
perdamaian sesungguhnya orang berbicara tentang suatu transformasi yang 
berdimensi kultural dan bukan hanya bersifat kelembagaan. 

      Selain itu, adanya jaminan yang pasti terhadap hak asasi manusia (HAM). 
Penjaminan terhadap HAM ini harus dibarengi dengan usaha-usaha alternatif dari 
pemerintah yang dimaksudkan untuk menyentuh kebutuhan masyarakat bawah yang 
selama ini kurang mendapat perhatian. Misalnya, menggunakan pendekatan basic 
needs dalam menghadapi berbagai macam krisis, kekuasaan, dan kekerasan yang 
ditujukan untuk mengatasi penderitaan, kemelaratan, dan ketertindasan rakyat 
kecil yang tidak terjangkau dengan "teori tetesan ke bawah" (trickle down 
theory). Wallahu a'lam. *** 

      Penulis Ketua Umum 
      Persatuan Tarbiyah Islamiyah
      Provinsi Jawa Tengah.  


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Clean water saves lives.  Help make water safe for our children.
http://us.click.yahoo.com/CHhStB/VREMAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Agama dalam Lingkaran Kekerasan