[list_indonesia] [ppiindia] ALKOHOL DALAM MAKANAN, OBAT, DAN KOSMETIK : TINJAUAN FIQIH ISLAM*

  • From: syabab muslim <syabab_hizb_islamiy@xxxxxxxxx>
  • To: PAN@xxxxxxxxxxxxxxx, islam_liberal@xxxxxxxxxxxxxxx, Kebangkitan_Bangsa@xxxxxxxxxxxxxxx, muhammadiyah2002@xxxxxxxxxxxxxxx, keluarga-islami@xxxxxxxxxxxxxxx, majelismuda@xxxxxxxxxxxxxxx, partai-keadilan-sejahtera@xxxxxxxxxxxxxxx, wanita-muslimah@xxxxxxxxxxxxxxx, ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx, Amien-Siswono@xxxxxxxxxxxxxxx, keluarga-sakinah@xxxxxxxxxxxxxxx, PKS-Watch@xxxxxxxxxxxxxxx, ISLAM_IRC@xxxxxxxxxxxxxxx, Chae <chairunisa_mahadewi@xxxxxxxxx>, bang_irfan_gd@xxxxxxxxx
  • Date: Tue, 1 Mar 2005 22:18:17 +0000 (GMT)

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **



ALKOHOL=20

DALAM MAKANAN, OBAT, DAN KOSMETIK :

TINJAUAN FIQIH ISLAM*

=20

Oleh : M. Shiddiq Al-Jawi**

=20

1. Pendahuluan

                Merupakan prinsip dasar Islam, bahwa  seorang muslim wajib =
mengikatkan perbuatannya dengan hukum syara=92, sebagai konsekuensi keimana=
nnya pada Islam. Sabda Rasulullah SAW,=94Tidak sempurna iman salah seorang =
dari kamu, hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (Islam).=94 (HR=
. Al-Baghawi) (Haqqi, 2003:40).

                Maka dari itu, sudah seharusnya dan sewajarnya seorang musl=
im mengetahui halal-haramnya perbuatan yang dilakukannya, dan benda-benda y=
ang digunakannya untuk memenuhi kebutuhannya. Termasuk dalam hal ini, halal=
-haramnya makanan, obat, dan kosmetik.

                Akan tetapi, penentuan status halal haramnya suatu makanan,=
 obat, atau kosmetik kadang bukan perkara mudah. Di satu sisi, para ulama m=
ungkin belum seluruhnya menyadari betapa kompleksnya produk pangan, obat, d=
an kosmetik dewasa ini. Asal usul bahan bisa melalui jalur yang berliku-lik=
u, banyak jalur. Bahkan dalam beberapa kasus, sulit ditentukan asal bahanny=
a. Di sisi lain, pemahaman para ilmuwan terhadap syariah Islam, ushul fiqih=
 dan metodologi penentuan halam haramnya suatu bahan pangan dari sisi syari=
ah, relatif minimal. Dengan demikian seharusnya para ulama mencoba memahami=
 kompleksnya produk pangan, obat, dan kosmetik. Sedangkan ilmuwan muslim, s=
udah seharusnya menggali kembali pengetahuan syariahnya, di samping membant=
u ulama memahami kompleksitas masalah yang ada. (Apriyantono, Penentuan Keh=
alalan Produk Pangan Hasil Bioteknologi: Suatu Tantangan, www.indohalal.com=
).=20

                Berkait dengan itu, penting sekali dikemukakan metode penen=
tuan status hukum, baik penentuan hukum untuk masalah baru (ijtihad) maupun=
 sekedar penerapan hukum yang sudah ada pada masalah baru (tathbiq al-hukm =
=91ala mas`alah al-jadidah). Berdasarkan metode Taqiyuddin An-Nabhani (1994=
:201; 2001:74), terdapat 3 (tiga) langkah yang harus ditempuh dalam menetap=
kan satus hukum :

Pertama, memahami fakta/problem secara apa adanya (fahmul musykilah al-qa`i=
mah). Fakta ini dalam ilmu ushul fiqih dikenal dengan istilah manath (Asy-S=
yatibi, Al-Muwafaqat, III/24) . Di sinilah para ulama wajib memahami masala=
h yang ada, dibantu oleh para ilmuwan muslim.

Kedua, memahami nash-nash syara=92 (fahmun nushush asy-syar=92iyah) yang be=
rkaitan dengan fakta tersebut (jika belum ada hukumnya), atau memahami huku=
m-hukum syara=92 (fahmul ahkam asy-syar=92iyah) yang telah ada yang berkait=
an dengan fakta tersebut (jika sudah ada hukumnya),

Ketiga, mengistinbath hukum dari nash dan menerapkannya pada fakta; atau me=
nerapkan hukum yang telah ada pada fakta.

                Makalah ini bertujuan terutama menjelaskan hukum alkohol da=
lam makanan, obat, dan kosmetik. Sebelum itu, akan dijelaskan lebih dulu be=
berapa prinsip dasar dalam fiqih Islam dalam penentuan status hukum. Prinsi=
p ini pula yang secara spesifik digunakan dalam makalah ini untuk meninjau =
hukum alkohol dalam makanan, obat, dan kosmetik.=20





2. Beberapa Prinsip Dasar

                Prinsip-prinsip dasar berikut ini ada yang berupa suatu huk=
um syara=92 (al-hukm al-syar=92i), dan ada pula yang berupa kaidah syara=92=
 (al-qa=92idah asy-syar=92iyah) yaitu kaidah umum yang dapat diterapkan unt=
uk berbagai kasus. Berikut penjelasan sekilas prinsip-prinsip tersebut.

=20

2.1. Hukum Asal Benda Adalah Mubah

                Prinsip ini dalam rumusannya yang lengkap berbunyi  Al-Ashl=
u fi al-asy-yaa` al-ibahah maa lam yarid dalil at-tahrim  (hukum asal benda=
 adalah mubah selama tidak terdapat dalil yang mengharamkannya). (=91Atha I=
bnu Khalil, Taysir Wushul Ila Al-Ushul, hal. 16; Abdul Hamid Hakim, Mabadi`=
 Awwaliyah, hal. 48; Al-Qaradhawi, Halam dan Haram dalam Islam, hal. 14-15)=
. Yang dimaksud asy-ya` (sesuatu) dalam kaidah itu adalah materi-materi yan=
g digunakan manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Perbuatan atau aktivitas m=
anusia tidak termasuk di dalamnya (Atha Ibnu Khalil, Taysir Wushul Ila Al-U=
shul, hal. 15). Kaidah ini disimpulkan dari berbagai ayat yang menyatakan b=
ahwa segala apa yang diciptakan Allah di langit dan bumi adalah diperuntukk=
an bagi manusia, yaitu telah dihalalkan oleh Allah (misalnya QS Al-Baqarah =
[2] : 29, QS Al-Jatsiyah [45] : 13, QS Luqman [31] : 20).

                Penerapan kaidah itu misalnya bagaimana status hukum hewan =
yang tidak ada keterangannya, apakah halal atau haram. Dalam hal ini, ditet=
apkan hukum asalnya, yaitu mubah. As-Subki mencontohkan, jerapah hukumnya h=
alal, berdasarkan prinsip ini (Abdul Hamid Hakim, Mabadi` Awwaliyah, hal. 4=
8).=20

=20

2.2. Hukum Asal Benda Yang Berbahaya Adalah Haram=20

                Prinsip ini berbunyi : Al-Ashlu fi al-madhaar at-tahrim (hu=
kum asal benda yang berbahaya [mudharat] adalah haram) (Taqiyuddin An-Nabha=
ni, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah,  III/451). Prinsip ini berarti bahwa sega=
la sesuatu materi (benda) yang berbahaya, sementara tidak terdapat nash sya=
r=92i tertentu yang melarang, memerintah, atau membolehkan, maka hukumnya h=
aram. Sebab, syariat telah mengharamkan terjadinya bahaya. Misalnya, ecstas=
y dan segala macam narkoba lainnya hukumnya haram karena menimbulkan bahaya=
 bagi penggunanya.

                Dasar dari kaidah tersebut adalah hadits Nabi SAW, di antar=
anya sabda Nabi SAW, =93Laa dharara wa laa dhirara.=94 (Tidak boleh menimpa=
kan bahaya bagi diri sendiri dan bahaya bagi orang lain) (HR Ibnu Majah, Ad=
-Daruquthni, dan lain-lain) (An-Nawawi, 2001:214).

=20

2.3. Setiap Kasus dari Perbuatan/Benda Yang Mubah, Jika Berbahaya atau Memb=
awa pada Bahaya, Maka Kasus Itu Saja Yang Haram, Sedang Hukum Asalnya Tetap=
 Mubah=20

                Prinsip ini dalam teks Arabnya berbunyi : Kullu fardin min =
afrad al-amr al-mubah idzaa kaana dhaaran aw mu`addiyan ila dharar hurrima =
dzalika al-fardu wa zhalla al-amru mubahan (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syak=
hshiyah Al-Islamiyah,  III/451). Kaidah ini berarti, suatu masalah (berupa =
perbuatan atau benda) yang hukum asalnya mubah, jika ada kasus tertentu dar=
inya yang berbahaya atau menimbulkan bahaya, maka kasus itu saja yang dihar=
amkan. Sementara hukum asalnya tetap mubah. Misalkan mandi, hukum asalnya b=
oleh. Tapi bagi orang yang mempunyai luka luar yang parah, mandi bisa berba=
haya baginya. Maka mandi bagi orang itu secara khusus adalah haram, sedangk=
an mandi itu sendiri tetap mubah hukumnya. Contoh lain, daging kambing, huk=
um asalnya mubah. Tapi bagi orang tertentu yang menderita hipertensi, dagin=
g kambing bisa berbahaya. Maka, khusus bagi orang tersebut, daging kambing =
hukumnya haram. Sedangkan daging kambingnya itu sendiri, hukumnya tetap mub=
ah.

                Kaidah itu didasarkan pada hadits-hadits (Abdullah, 1996:14=
1). Antara lain, Rasul SAW pernah melarang para sahabat untuk meminum air d=
ari sumber air di perkampungan kaum Tsamud (kaum Nabi Salih AS), karena air=
 tersebut berbahaya. Padahal air hukum asalnya mubah (Lihat Sirah Ibnu Hisy=
am, IV/164).=20=20=20=20=20=20=20=20

=20

2.4. Segala Perantaraan Yang Membawa Kepada Yang Haram, Hukumnya Haram

                Prinsip di atas dirumuskan dalam kaidah fiqih yang berbunyi=
 al-wasilah ila al-haraam haraam (segala perantaraan [berupa perbuatan atau=
 benda] yang membawa kepada yang haram, hukumnya haram). Jadi, meskipun huk=
um asal perantara itu adalah mubah, tapi akan menjadi haram jika membawa ke=
pada yang haram. Syarat penerapan kaidah ini ada dua; Pertama, bahwa perant=
ara itu diduga kuat (ghalabatuzh zhann) akan membawa pada yang haram. Kedua=
, bahwa akibat akhir dari adanya perantara tersebut, telah diharamkan oleh =
suatu dalil syar=92i (An-Nabhani, 2001:92).

                Kaidah tersebut berasal dari firman Allah SWT (artinya) :

=20

=93Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Al=
lah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa ilm=
u pengetahuan.=94 (QS Al-An=92aam [6] : 108)

=20

Memaki tuhan-tuhan sembahan orang kafir, hukum asalnya mubah. Tapi kalau it=
u akan menimbulkan makian kepada Allah SWT, maka hukumnya menjadi haram. Da=
ri sinilah muncul kaidah al-wasilah ila al-haraam haraam.

                Contoh penerapannya, adalah haramnya menjual anggur atau pe=
rasan (jus) anggur --dan yang semacamnya-- yang diketahui akan dijadikan kh=
amr. Padahal jual beli itu hukum asalnya mubah. Tapi kalau jual beli ini ak=
an mengakibatkan keharaman, yaitu produksi khamr, maka jual beli itu menjad=
i haram hukumnya, berdasarkan kaidah di atas.

Apalagi, dalam masalah ini (menjual perasan anggur yang diketahui akan dibu=
at khamr) ada dalil khusus yang menjelaskan keharamannya. Diriwayatkan oleh=
 Muhammad bin Ahmad RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda,=94=93Barang siapa me=
nahan (menutup) anggur pada hari-hari pemetikan, hingga ia menjualnya kepad=
a orang Yahudi, Nasrani, atau orang yang akan membuatnya menjadi khamr, mak=
a sungguh ia akan masuk neraka=94 (HR Ath-Thabrani dalam Al-Ausath, dan dip=
andang shahih oleh Al Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalaniy).=20

Berdasarkan hadits ini, Asy-Syaukani menyatakan haramnya menjual perasan an=
ggur kepada orang yang akan membuatnya menjadi khamr (Nailul Authar, V/234)=
. Asy-Syaukani tidak hanya membatasi jual beli anggur yang akan dijadikan s=
ebagai khamr, tetapi juga mengharamkan setiap jual-beli yang akan menimbulk=
an keharaman, dikiaskan dengan hadits tersebut.

=20

2.5.Hukum Makanan/Minuman Tidak Didasarkan Pada Illat (Motif Penetapan Huku=
m)

                Prinsip ini lengkapnya berbunyi Inna al-=91ibadat wa al-mat=
h=92umat wa al-malbusat wa al-masyrubat wa al-akhlaq laa tu=92allalu wa yal=
tazimu fiihaa bi al-nash.  (Sesungguhnya [hukum] ibadah, makanan, pakaian, =
minuman, dan akhlaq, tidaklah didasarkan pada illat [motif/alasan penetapan=
 hukum], melainkan didasarkan pada nash semata) (Abdul Qadim Zallum, 1985 :=
 51).

                Kaidah tersebut diperoleh dari penelaahan induktif (istiqra=
`) terhadap hukum-hukum syara=92 dalam masalah ibadah, makanan, pakaian, mi=
numan, dan akhlaq. Kesimpulannya, hukum-hukum tersebut tidak mempunyai illa=
t tertentu. Misalkan, puasa disyariatkan karena ada nash yang memerintahkan=
nya, bukan karena alasan supaya orang yang berpuasa menjadi sehat. Khamr di=
haramkan karena ada nash yang mengharamkannya, bukan didasarkan pada alasan=
 bahwa khamr itu memabukkan bagi yang meminumnya.

                Kesimpulan tentang khamr ini lebih dipertegas oleh penjelas=
an Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA bahwa Nabi SAW bersabda,=
=94Diharamkannya khamr itu karena bendanya, banyak maupun sedikit. Juga (di=
haramkan) yang memabukkan dari setiap minuman=94  (HR An-Nasa'i dengan sana=
d hasan, Sunan An-Nasa'i  VIII/320-321).  Ibnu Umar RA juga meriwayatkan, k=
etika surat An-Nisaa' ayat 43 turun (larangan mabuk pada waktu shalat), Ras=
ulullah SAW berkata,=94Diharamkan khamr karena zatnya.=94 (HR Abu Dawud).=20

Dua hadits ini menunjukkan secara jelas bahwa khamr itu diharamkan karena z=
atnya itu sendiri, bukan karena ada illat tertentu. Hal ini sama dengan mem=
akan daging babi atau bangkai, hukumnya haram bukan karena ada illat terten=
tu, tapi karena kedua benda itu diharamkan karena zatnya (berdasarkan nash)=
.=20

=20

2.6. Maslahat Bukan Dalil Syar=92i (Sumber Hukum)

                Maslahat artinya identik dengan manfaat (utility), yaitu su=
atu kemampuan yang terdapat pada benda (barang) atau perbuatan (jasa) untuk=
 memenuhi kebutuhan manusia. Maslahat bukan dalil syar=92i atau sumber huku=
m. Posisi maslahat jika dikaitkan dengan suatu ketetapan hukum syara=92, di=
rumuskan dalam kaidah : haitsuma yakunu asy-syar=92u takunu al-maslahah (di=
 mana ada penerapan syariah, maka di sana akan ada maslahat). Itulah yang b=
enar, bukan aynama wujidat al-maslahah fa tsamma syar=92ullah (dimana ada m=
aslahat maka di sana ada hukum Allah). (M. Muhammad Ismail, Al-Fikr Al-Isla=
mi, 1958).

                Karena itulah, kita akan dapat memahami, mengapa khamr itu =
tetap diharamkan walaupun khamr itu mempunyai beberapa maslahat (manfaat) (=
lihat QS Al-Baqarah [2] : 219). Manfaat khamr misalnya menghasilkan kalori.=
  Setiap 1 gram etanol diketahui menghasilkan energi sebesar 7 kalori (Must=
aha KS, 1983:24). Belum lagi manfaat-manfaat khamr dari segi ekonomi. Namun=
 khamr tetap haram. Mengapa? Karena maslahat itu memang bukanlah dalil syar=
=92i yang menjadi dasar untuk menetapkan halalnya sesuatu. Maslahat hanyala=
h dampak atau efek yang muncul setelah adanya penerapan hukum syara=92, buk=
an dasar atau alasan penetapan hukum.

=20

2.7. Perkara Syubhat Sebaiknya Ditinggalkan

                Syubhat artinya ketidakjelasan atau kesamaran, sehingga tid=
ak bisa diketahui halal haramnya sesuatu secara jelas. Syubhat terhadap ses=
uatu bisa muncul baik karena ketidakjelasan status hukumnya, atau ketidakje=
lasan sifat atau faktanya (Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham Al-Ijtima=92i f=
il Islam, hal. 100)=20

Ketidakjelasan status hukum, misalkan tentang hukum kura-kura atau penyu. M=
asalah ini belum bisa difatwakan oleh MUI karena faktanya masih kabur. Dala=
m situs www.halalmui.or.id, MUI menyatakan, =93Masalah kura-kura di-pending=
. Memanggil pakar tentang kura-kura (penyu).=94=20

                Selain itu, syubhat bisa juga muncul karena ketidakjelasan =
fakta sesuatu itu sendiri. Meskipun status hukumnya sudah jelas. Mie goreng=
 misalnya jelas status hukumnya mubah. Tapi terkadang di restoran tertentu =
ditambahkan arak (khamr) untuk untuk menambah selera pada mie goreng yang d=
imasak. Ini bisa terdapat pada mie goreng ayam, mie goreng sea food, mie go=
reng udang dan seterusnya. Khamr yang digunakan dalam masakan ini biasanya =
adalah khamr putih, arak merah, atau mirin (www.halal.mui.or.id). Jadi, mes=
ki status mie goreng itu mubah, tapi penambahan zat yang haram ini lalu men=
imbulkan syubhat, apakah mie goreng di restoran tertentu itu halal atau har=
am?

                Maka, sikap yang terbaik adalah meninggalkan perkara yang s=
yubhat, sebagai suatu sikap wara=92 yang sudah selayaknya dimiliki setiap m=
uslim. Ini berdasarkan hadits Nabi SAW : =93=85barangsiapa meninggalkan yan=
g syubhat, berarti ia telah menjaga kebersihan agama dan kehormatan dirinya=
=85=94 (Muttafaqun =91alaihi, Lihat Subulus Salam, IV/171). Rasulullah SAW =
berkata pula,=94=93Tinggalkan apa yang meragukanmu [menuju] kepada apa yang=
 tidak meragukanmu.=94 (HR At-Tirmidzi).=20

=20

2.8. Keadaan Darurat Membolehkan Yang Haram=20

                Darurat (adh-dharurat) menurut Imam As-Suyuthi dalam Al-Asy=
bah wa an-Nazha`ir  hal. 61 adalah sampainya seseorang pada batas ketika ia=
 tidak memakan yang dilarang, ia akan binasa (mati) atau mendekati binasa. =
Semakna dengan ini, darurat menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam Asy-=
Syakhshiyah Al-Islamiyah III/477 adalah keterpaksaan yang sangat mendesak y=
ang dikhawatirkan akan menimbulkan kebinasaan/kematian (al-idhthirar al-mul=
ji` alladzi yukhsya minhu al-halak).=20

                Itulah definisi darurat yang membolehkan hal yang haram, se=
bagaimana termaktub dalam kaidah fiqih termasyhur : adh-dharuratu tubiihu a=
l-mahzhuuraat (keadaan darurat membolehkan apa yang diharamkan) (Abdul Hami=
d Hakim, As=96Sulam, hal. 59). Kaidah itu berasal dari ayat-ayat yang membo=
lehkan memakan yang haram seperti bangkai dan daging babi dalam kondisi ter=
paksa. Misalnya QS Al-Baqarah [2] : 173 dan QS Al-Maidah [5] : 3.=20=20

                Contoh penerapannya,  misalnya ada orang kelaparan yang tid=
ak memperoleh makanan kecuali daging babi, atau tidak mendapat minuman kecu=
ali khamr, maka boleh baginya memakan atau meminumnya, karena darurat.=20

=20

2.9.Memanfaatkan Benda Najis Hukumnya Haram

                Memanfaatkan (intifa=92/isti=92mal) benda-benda najis (an-n=
ajasat) adalah masalah khilafiyah. Ada yang membolehkan dan ada yang melara=
ng. Namun pendapat yang rajih (kuat) adalah yang mengharamkan. Dalilnya ant=
ara lain firman Allah SWT :

=20

=93"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi, (berkorban u=
ntuk) berhala, dan mengundi dengan anak panah itu adalah rijsun (najis) ter=
masuk perbuatan syetan, maka jauhilah najis itu agar kamu mendapatkan keber=
untungan=85=94 (QS Al-Maaidah [5] : 90)

=20

Dalam firman Allah =93fajtanibuuhu=94 (jauhilah najis/rijsun itu) terkandun=
g perintah untuk menjauhi rijsun yang berarti kotoran atau najis. Maka, mem=
anfaatkan benda najis adalah haram, sebab Allah SWT telah memerintahkan kit=
a untuk menjauhi najis itu.

Maka, haram hukumnya memanfaatkan khamr, memanfaatkan kotoran binatang untu=
k pupuk, memanfaatkan alkohol, dan semua benda najis lainnya, sebab itu sem=
ua adalah najis yang wajib dijauhi, bukan didekati atau dimanfaatkan.

Memang, dalil QS al-Maidah : 90 ini dibantah oleh sebagian fuqaha yang meng=
atakan bahwa kata rijsun pada ayat tersebut adalah najis secara maknawi (at=
au najis hukmi, yakni najis secara hukum), bukan najis dzati (atau najis ai=
ni, yakni najis secara materi/zat). Karena kata rijsun tidak hanya khabar (=
keterangan) bagi khamr, tetapi juga keterangan bagi perbuatan berjudi, berk=
orban untuk berhala, dan mengundi nasib, yang semuanya jelas tidak bisa dis=
ifati dengan najis dzati. Mereka berdalil dengan firman Allah SWT (artinya)=
 : =94Maka jauhilah berhala-berhala yang najis itu=94 (QS Al Hajj [22] : 30=
). Berhala yang disebut najis pada ayat tersebut adalah najis maknawi, buka=
n najis dzatii. Contoh lain najis maknawi terdapat pada surat At Taubah aya=
t 28 (artinya) :=94Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis=94 (QS At Tau=
bah [9] : 28). Yang dimaksud dengan najis pada ayat ini bukanlah najis dzat=
i (tubuh) mereka, tetapi najis maknawi, yaitu aqidah yang mereka peluk adal=
ah aqidah syirik yang harus
 dijauhi, sebagaimana yang dipahami oleh jumhurul fuqaha'.=20

Dengan demikian,  menurut mereka, kata rijsun dalam surat Al Maidah 90 ters=
ebut, adalah najis secara maknawi, bukan najis dzati. Implikasinya, khamr i=
tu suci, bukan najis. Alkohol pun lalu adalah suci dan bukan najis. Pandang=
an tersebut --menurut mereka-- diperkuat oleh bunyi ayat selanjutnya min =
=91amal asy-syaithan (dari perbuatan syetan).. Itu berarti, yang dimaksud d=
engan najis (rijsun) dalam QS Al-Maidah ayat 90 adalah najis secara maknawi=
, bukan najis dzati  (Sayyid Sabiq, Fiqhu Sunnah, I/28; Setiawan Budi Utomo=
, Fikih Aktual, 2003:205-206).=20

Hanya saja, pendapat jumhur itu (yang memandang bahwa kata rijsun dalam aya=
t tersebut juga  mencakup najis dzati) dikuatkan oleh dalil hadits Nabi SAW=
 :  "Sesungguhnya kami (para sahabat) berada di negeri para Ahli Kitab, mer=
eka makan babi dan minum khamr, apakah yang harus kami lakukan terhadap bej=
ana-bejana dan periuk-periuk mereka? Rasulullah SAW menjawab,"Apabila kamu =
tidak menemukan lainnya, maka cucilah dengan dengan air, lalu memasaklah di=
 dalamnya, dan minumlah."  (HR Ahmad dan Abu Dawud). Perintah untuk mencuci=
 bejana wadah khamr dan periuk wadah daging babi itu, menunjukkan bahwa ked=
ua benda tersebut tidak suci. Sebab, apabila suci dan tidak najis, tentu Na=
bi SAW tidak akan memerintahkan mencucinya dengan air.=20=20=20

Dalil lain, Abu Hurairah RA menceritakan bahwa ada seorang pria akan member=
ikan hadiah Rasulullah SAW sebuah minuman khamr, maka Rasulullah SAW berkat=
a:

=20

=93Sesungguhnya khamr itu telah diharamkan. Laki-laki itu bertanya,"Apakah =
aku harus menjualnya?", Rasulullah SAW menjawab,"Sesungguhnya sesuatu yang =
diharamkan meminumnya, diharamkan pula menjualnya". Laki-laki itu bertanya =
lagi,"Apakah aku harus memberikan kepada orang Yahudi?" Rasulullah menjawab=
,"Sesungguhnya sesuatu yang diharamkan, diharamkan pula diberikan kepada or=
ang Yahudi". Laki-laki itu kembali bertanya,"Lalu apa yang harus saya lakuk=
an dengannya?" Beliau menjawab,"Tumpahkanlah ke dalam selokan." (HR Al Khum=
aidi dalam Musnad-nya). (Ahmad Labib al-Mustanier,  Hukum Seputar Khamr, ww=
w.islamuda.com)

                Perintah untuk menumpahkan khamr ke selokan ini, menunjukka=
n bahwa khamr adalah najis dan tidak suci, yakni najis secara dzati.

                Kesimpulannya, ketika Allah berfirman dalam QS Al-Maidah : =
90 yang berbunyi =93fajtanibuuhu=94 (jauhilah najis/rijsun itu), maka itu a=
dalah perintah untuk menjauhi rijsun (najis) yang mencakup najis dzati. Mak=
a, memanfaatkan benda najis adalah haram, sebab Allah SWT telah memerintahk=
an kita untuk menjauhi najis itu (Al-Baghdadi, Radd =91Ala Kitab Ad-Da=92wa=
h Al-Islamiyyah, 1986:228).

=20

2.10.  Memanfaatkan Benda Najis dan Haram dalam Pengobatan Hukumnya Makruh

                Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat (khilafiyah). Ada =
pendapat yang mengharamkan, seperti Ibnu Qayyim Al-Jauyziyyah. Ada yang mem=
bolehkan seperti ulama Hanafiyah. Ada yang membolehkan dalam keadaan darura=
t, seperti Yusuf Al-Qaradhawi. Dan ada pula yang memakruhkannya. Di sini di=
cukupkan dengan menjelaskan pendapat yang rajih (kuat), yakni yang menyatak=
an bahwa berobat (at-tadaawi/al-mudaawah) dengan memanfaatkan benda najis d=
an haram hukumnya makruh, bukan haram.

                Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Asy-Syakhshiyah=
 Al-Islamiyah III/109-110 telah menjelaskan kemakruhannya, dengan jalan men=
gkompromikan dua kelompok hadits yang nampak bertentangan/kontradiktif (ta=
=92arudh) dalam masalah ini. Di satu sisi, ada hadits-hadits yang melarang =
berobat dengan yang haram dan najis, misalnya hadits Rasulullah SAW bersabd=
a,=94Sesungguhnya Allah tidak menjadikan obat bagimu pada apa-apa yang diha=
ramkan." (HR Bukhari dan Baihaqi, dan dishahihkan Ibnu Hibban). Rasulullah =
SAW bersabda pula,"Sesungguhnya Allah SWT menurunkan penyakit dan obat, dan=
 menjadikan setiap penyakit ada obatnya. Hendaklah kalian berobat, dan jang=
anlah kalian berobat dengan sesuatu yang haram.=94(HR Abu Dawud).

Di sisi lain, ada hadits-hadits yang membolehkan berobat dengan benda najis=
 dan haram. Misalnya hadits bahwa Nabi SAW membolehkan berobat dengan memin=
um air kencing unta. Diriwayatkan oleh Qatadah dari Anas RA, ada satu rombo=
ngan dari dari suku =91Ukl dan =91Uraynah yang mendatangi Nabi SAW dan berb=
incang seputar agama Islam. Lalu mereka terkena penyakit perut Madinah. Kem=
udian Nabi SAW memerintahkan mereka untuk mencari gerombolan unta dan memin=
um air susu dan air kencingnya=85 (HR Muslim) (Lihat Al-Wahidi, Asbabun Nuz=
ul, hamisy [catatan pinggir] kitab Tafsir wa Bayan Kalimat Al-Qur`an, karya=
 Syaikh Hasanain M. Makhluf, hal 168). Hadits ini membolehkan berobat denga=
n najis, sebab air kencing unta itu najis.

Dalam hadits lain dari Anas RA, bahwa Rasulullah SAW memberi keringanan (ru=
khsah) kepada Zubair dan Abdurrahman bin Auf untuk memakai kain sutera kare=
na menderita penyakit gatal-gatal. (HR Bukhari dan Muslim) (Lihat Imam Nawa=
wi, Terjemah Riyadhus Shalihin, I/623). Hadits membolehkan berobat dengan b=
enda yang haram (dipakai), sebab sutera haram dipakai oleh laki-laki, sebag=
aimana diriwayatkan dalam hadits lain dalam riwayat Bukhari, Muslim, Abu Da=
wud, dan At-Tirmidzi.

Bagaimana menghadapi dua kelompok hadits yang seolah bertentangan tersebut?=
 Di sinilah lalu Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani mengkompromikan (men-jama=92)=
 keduanya. Menurut An-Nabhani, sabda Nabi SAW untuk tidak berobat dengan ya=
ng haram (=93janganlah kamu berobat dengan sesuatu yang haram=94)  tidak ot=
omatis menunjukkan keharaman, tapi sekedar menunjukkan tuntutan untuk menin=
ggalkan perbuatan (thalab tarki fi=92lin). Dalam hal ini, tuntutan yang ada=
 adalah agar tidak berobat dengan yang haram. Lalu, tuntutan ini apakah aka=
n bersifat tegas (jazim) ---sehingga hukumnya haram-- atau tidak tegas (gha=
iru jazim) =96sehingga hukumnya makruh--, masih membutuhkan dalil lain (qar=
inah) yang menunjukkan sifat tuntutan tersebut. Nah, dua hadits di atas yan=
g membolehkan berobat dengan benda najis dan haram, oleh An-Nabhani dijadik=
an qarinah (petunjuk) yang memperjelas sifat tuntutan tersebut. Kesimpulann=
ya, tuntutan tersebut adalah tuntutan yang tidak tegas, sehingga hukum syar=
a=92 yang dihasilkan adalah makruh,
 bukan haram (Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, III/110)=
.

Dengan demikian, berobat dengan suatu materi yang zatnya najis, atau zat ya=
ng haram untuk dimanfaatkan (tapi tidak najis), hukumnya adalah makruh. Den=
gan kata lain, memanfaatkan benda yang najis dan haram dalam rangka pengoba=
tan, hukumnya makruh. (Patut dicatat, benda yang haram (dimanfaatkan) belum=
 tentu najis, seperti sutera. Sedang benda najis, pasti haram dimanfaatkan)=
.=20

=20

2.11. Menjualbelikan Benda Najis dan Haram Hukumnya Haram

                Prinsip tersebut dirumuskan dalam kaidah fiqih =93Kullu maa=
 hurrima =91ala al-ibaad fabay=92uhu haram.=94 (Segala sesuatu yang diharam=
kan Allah atas hamba-Nya, maka memperjualbelikannya adalah haram juga) (Taq=
iyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, II/248). Karena itu, memp=
erjualbelikan babi, darah, khamr, dan patung adalah haram. Karena syariah t=
elah mengharamkan memakan daging babi, memakan darah, meminum khamr, dan me=
mbuat patung.

Dasar dari kaidah/prinsip itu adalah hadits-hadits. Di antaranya sabda Nabi=
 SAW, =94Dan sesungguhnya Allah, apabila mengharamkan suatu kaum untuk mema=
kan sesuatu, maka haram pula bagi mereka harga hasil penjualannya." (HR Ima=
m Ahmad dan Abu Dawud).=20

Imam Asy-Syaukani menjelaskan hadits di atas dengan mengatakan,"Sesungguhny=
a setiap yang diharamkan Allah kepada hamba, maka menjuabelikannya pun hara=
m, disebabkan karena haramnya hasil penjualannya. Tidak keluar dari (kaidah=
) kuliyyah/menyeluruh tersebut, kecuali yang telah dikhususkan oleh dalil."=
  (Asy-Syaukani, Nailul Authar, V/221)=20

                Berdasarkan hal ini, memperjualbelikan benda yang najis dan=
 haram untuk kepentingan pengobatan, tidaklah haram. Sebab berobat dengan b=
enda najis dan haram hukumnya makruh, tidak haram.=20

=20

3. Hukum Syara=91  Seputar Alkohol

=20

3.1. Pengertian Khamr

Khamr dalam pengertian bahasa Arab (makna lughawi) berarti =93menutupi=94. =
Disebut sebagai khamr, karena sifatnya bisa menutupi akal. Sedangkan menuru=
t pengertian =91urfi (menurut adat kebiasaan) pada masa Nabi SAW, khamr ada=
lah apa yang bisa menutupi akal yang terbuat dari perasan anggur (Asy-Syauk=
ani, Nailul Authar, IV/57).

Sedangkan dalam pengertian syara', khamr adalah setiap minuman yang memabuk=
kan (kullu syaraabin muskirin). Jadi khamr tidak terbatas dari bahan anggur=
 saja, tetapi semua minuman yang memabukkan, baik dari bahan anggur maupun =
lainnya. Pengertian ini diambil berdasarkan beberapa hadits Nabi SAW. Di an=
taranya adalah hadits dari Nu'man bin Basyir RA bahwa Rasulullah SAW bersab=
da:=20

=93Sesungguhnya dari biji gandum itu terbuat khamr, dari jewawut itu terbua=
t khamr, dari kismis terbuat khamr, dari kurma terbuat khamr, dan dari madu=
 terbuat khamr=94  (HR Jama'ah, kecuali An-Nasa'i).

Dari Jabir RA, bahwa ada seorang dari negeri Yaman yang bertanya kepada Ras=
ulullah SAW tentang sejenis minuman yang biasa diminum orang-orang di Yaman=
. Minuman tersebut terbuat dari jagung yang dinamakan mizr. Rasulullah bert=
anya kepadanya, "Apakah minuman itu memabukkan?=94 "Ya" jawabnya. Kemudian =
Rasulullah SAW menjawab :

=94Setiap yang memabukkan itu adalah haram. Allah berjanji kepada orang-ora=
ng yang meminum minuman memabukkan, bahwa dia akan memberi mereka minuman d=
ari thinah al-khabal. Mereka bertanya, apakah thinah al-khabal itu? Jawab R=
asulullah,"Keringat ahli neraka atau perasan tubuh ahli neraka." (HR Muslim=
, An Nasa'i, dan Ahmad).

Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad meriwayatkan dari Abu Musa RA bahwa ia berk=
ata, =93Saya mengusulkan kepada Rasulullah SAW agar beliau memberikan fatwa=
nya tentang dua jenis minuman yang dibuat di Yaman, yaitu al bit'i dan al m=
urir. Yang pertama terbuat dari madu yang kemudian dibuat minuman hingga ke=
ras (bisa memabukkan). Yang kedua terbuat dari bijii-bijian dan gandum dibu=
at minuman hingga keras. Wahyu yang turun kepada Rasulullah SAW telah lengk=
ap dan sempurna, kemudian Rasulullah SAW bersabda,=94=94Setiap yang memabuk=
kan itu haram.=94 (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad). Dari Ibnu Umar RA, Rasul=
ullah SAW juga bersabda,=94=94Setiap yang memabukkan itu khamr, dan setiap =
khamr itu haram.=94 (HR Muslim dan Daruquthni).         =
=20

Hadits-hadits itu menunjukkan bahwa khamr itu tidak terbatas terbuat dari p=
erasan anggur saja, sebagaimana makna urfi, tetapi mencakup semua yang bisa=
 menutupi akal dan memabukkan. Setiap minuman yang memabukkan dan menutupi =
akal disebut khamr, baik terbuat dari anggur, gandum, jagung, kurma, maupun=
 lainnya. Berarti itu merupakan pengertian syar'i tentang khamr yang disamp=
aikan Rasul SAW dalam hadits-haditsnya (Abdurrahman Al-Maliki, Nizhamul Uqu=
baat, hal. 49-50). Dalam keadaan demikian, yakni setalah adanya makna syar'=
i --makna baru yang dipindahkan dari makna aslinya oleh syara'-- yang berbe=
da dengan makna lughawi dan makna =91urfi, maka makna syar'i tersebut harus=
 didahulukan daripada makna lughawi dan makna urfi.

Jika khamr diharamkan karena zatnya, sementara pada hadits di atas dinyatak=
an bahwa =93setiap yang memabukkan itu khamr=94, berarti itu menunjukkan ke=
pada kita bahwa sifat yang melekat pada zat khamr adalah memabukkan. Karena=
 sifat utama khamr itu memabukkan, maka untuk mengetahui keberadaan zat kha=
mr itu atau untuk mengenali zatnya adalah dengan meneliti zat-zat apa saja =
yang memiliki sifat memabukkan.

Kini, setelah dilakukan tahqiiq al manath (penelitian fakta), oleh para kim=
iawan, dapat diperoleh kesimpulan bahwa zat yang memilki sifat memabukkan d=
alam khamr adalah etil alkohol atau etanol. Zat inilah yang memiliki khasia=
t memabukkan. Minuman yang mengandung alkohol ini, dikenal dengan terminolo=
gi =93minuman beralkohol=94. Walaupun bermacam-macam namanya dan kadar alko=
holnya, semuanya termasuk kategori khamr yang haram hukumnya (Lihat Tabel 1=
).=20






3.2. Sekilas Fakta Alkohol=20

                Alkohol yang dimaksud dalam pembahasan di sini ialah etil a=
lkohol atau etanol, suatu senyawa kimia dengan rumus C2H5OH (Hukum Alkohol =
dalam Minuman, www.mui.or.id).=20

                Penggunaan etanol sebagai minuman atau untuk penyalahgunaan=
 sudah dikenal luas. Karena jumlah pemakaian etanol dalam minuman amat bany=
ak, maka tidak mengherankan keracunan akut maupun kronis akibat etanol seri=
ng terjadi (Mutschler, 1991:750).

Alkohol di Dunia Barat sudah menjadi lazim dan diterima dalam pergaulan sos=
ial. Namun seringkali digunakan berlebihan sehingga menjadi penyebab utama =
kecelakaan lalu lintas yang fatal (Tjay & Rahardja, 1986:711). Pada konsent=
rasi 1,0 =96 1,5 mg/ml darah, alkohol menimbulkan gejala euforia dan tidak =
ada rasa segan, sehingga sering menyebabkan kecelakaan lalu lintas (Mutschl=
er, 1991:751).

Alkohol jelas banyak digunakan dalam industri minuman beralkohol, yaitu min=
uman yang mengandung alkohol ( etanol ) yang dibuat secara fermentasi dari =
jenis bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat, misalnya: biji-bijian,=
 buah-buahan, nira dan sebagainya, atau yang dibuat dengan cara distilasi h=
asil fermentasi. Termasuk di dalamnya adalah minuman keras klasifikasi A, B=
, dan C (Per. Menkes No. 86/ 1977).=20

Menurut Per. Menkes No. 86/ 1977 itu, minuman beralkohol dibedakan menjadi =
3 (tiga) golongan.  Golongan A dengan kadar alkohol 1 =96 5 %, misalnya bir=
. Golongan B dengan kadar alkohol 5- 20 %, misalnya anggur. Golongan C deng=
an kadar 20 =96 55 %, misalnya wiski dan brendi (www.halalmui.or.id)=20

Kadar alkohol dalam minuman beralkohol berbeda-beda, sebagaimana dapat dili=
hat dalam tabel berikut :

=20

No           Nama Minuman                   Kadar Alkohol

1              Bir Putih                                 1 - 5 %

2              Bir Hitam                               15 %

3              Samsu                                   20 %

4              Macam-Macam Anggur      15 %

5              Ryn & Moezelwijn                                10 %

6              Anggur Malaga                     15 - 17 %

7              Tokayer                                  15 %

8              Sherry                                    20 %

9              Likeuren                                                30 =
=96 50 %

10           Anggur Perancis                  9 =96 11 %

11           Champagne                         10- 12 %

12           Anggur Spanyol                   15 =96 20 %

13           Anggur Hongaria                 15 =96 20 %

14           Rhum dan Brandy               40 =96 70 %

15           Jenever                                  40 %

16           Bols                                        40 %

17           Hulskamp                             40 %

18           Whiskey                                 30 =96 40 %

19           Cognac                                  30 =96 40 %

20           Tuak & Saguer                     11 =96 15 %

21           Macam-Macam Anggur Obat  15 =96 20 %

22           Shake                                    10 %

=20

Tabel 1.  Nama Minuman dan Kadar Alkoholnya. (Sumber : Mustafa KS, Alkohol =
Dalam Pandangan Islam dan Ahli-Ahli Kesehatan, Bandung : PT Alma=92arif, 19=
83 : 23)

=20

Minuman beralkohol dibuat dari proses fermentasi karbohidrat (pati) melalui=
 3 (tiga) tahapan, yaitu : (1) pembuatan larutan nutrien, (2) fermentasi, (=
3) destilasi etanol. Adapun bahan-bahan yang mengandung gula tinggi, tidak =
memerlukan perlakuan pendahuluan yang berbeda dengan bahan yang yang berasa=
l dari bahan pati dan selulosa, yang memerlukan penambahan asam (perlakuan =
kimia) dan penambahan enzim untuk menghidrolisisnya menjadi senyawa yang le=
bih sederhana. Jika bahan untuk fermentasi berasal dari biji-bijian seperti=
 jagung dan sereal lainnya, maka bahan tersebut harus direndam dalam air (s=
oaking) hingga berkecambah, lalu direbus dan diprose menjadi mash  dan dipa=
naskan.  Di samping penggunaan mikroorganisme pada proses fermentasi, kondi=
si optimal fermentasi harus dijaga, seperti aerasi, pH, suhu, dan lain-lain=
 (Tabloid Dialog Jumat, Jumat 18 Pebruari 2005, hal. 6).=20

Dalam dunia kimia, farmasi dan kedokteran, etanol banyak digunakan. Di anta=
ranya :

1.       Sebagai pelarut. Sesudah air, alkohol merupakan pelarut yang palin=
g bermanfaat dalam farmasi. Digunakan sebagai pelarut utama untuk banyak se=
nyawa organik (Ansel, 1989:313,606).=20

2.       Sebagai bakterisida (pembasmi bakteri). Etanol 60-80 % berkhasiat =
sebagai bakterisida yang kuat dan cepat terhadap bakteri-bakteri. Penggunaa=
nnya adalah digosokkan pada kulit lebih kurang 2 menit untuk mendapat efek =
maksimal. Tapi alkohol tidak bisa memusnahkan spora (Tjay & Rahardja, 1986:=
170; Mutschler, 1991:612).=20=20

3.       Sebagai alkohol penggosok. Alkohol penggosok ini mengandung sekita=
r 70 % v/v, dan sisanya air dan bahan lainnya. Digunakan sebagai rubefacien=
t  pada pemakaian luar dan gosokan untuk menghilangkan rasa sakit pada pasi=
en yang terbaring lama (Ansel,1989:537).

4.       Sebagai germisida alat-alat (Ansel, 1987:537).

5.       Sebagai pembersih kulit sebelum injeksi (Ansel, 1987:537; IONI 200=
0:423).

6.       Sebagai substrat, senyawa intermediat, solven, dan pengendap (Apri=
antono, www.indohalal.com)

=20

3.3. Alkohol Itu Najis

                Telah disinggung sebelumnya bahwa khamr adalah najis (meski=
 ada perbedaan pendapat dalam hal ini). Sebagai implikasinya, alkohol (etan=
ol) sebagai zat yang memabukkan dalam khamr, hukumnya najis juga. Hal ini s=
esuai kaidah fiqih : At-Taabi=92 Taabi=92 (Hukum bagi yang mengikuti, adala=
h mengikuti (sama dengan) hukum yang diikuti). (Abdul Hamid Hakim, As-Sulam=
, hal. 64).=20

Dengan menerapkan kaidah itu, kita tahu bahwa khamr hukumnya najis. Maka, e=
tanol sebagai bagian dari khamr, hukumnya mengikuti khamr dari segi kenajis=
annya. Jadi, etanol hukumnya mengikuti hukum khamr.

                Jika sudah jelas alkohol itu najis, maka bagaimana hukum me=
nggunakannya? Jawabannya, pemanfaatan benda najis pada asalnya adalah haram=
 (lihat prinsip dasar 2.9.). Adapun bila digunakan untuk kepentingan pengob=
atan atau produksi obat, seperti digunakan sebagai desinfektan alat dan tan=
gan sebelum operasi, pembersih kulit sebelum injeksi, atau sebagai campuran=
 obat, hukumnya makruh, tidak haram (lihat prinsip dasar 2.10).=20

Menjualbelikan alkohol pada asalnya adalah haram, kecuali untuk kepentingan=
 pengobatan, hukumnya boleh (lihat prinsip dasar 2.11).=20=20=20=20=20=20

=20

3.4. Alkohol dalam Makanan/Minuman

Alkohol dalam bentuk khamr (minuman beralkohol) banyak dijumpai sebagai cam=
puran dalam makanan atau minuman. Hukum menggunakan alkohol sebagai campura=
n makanan dan minuman ini adalah haram, karena termasuk dalam pemanfaatan b=
enda najis yang telah diharamkan dalam Islam (lihat prinsip dasar 2.9.). Ke=
cuali dalam kondisi darurat, yaitu jika tidak memakan makanan tersebut akan=
 mengancam keselamatan jiwa, maka diperbolehkan (lihat prinsip 2.8.). Juga =
dikecualikan, makanan seperti itu jika digunakan sebagai obat, maka hukumny=
a boleh, dalam arti makruh (lihat prinsip 2.10).

Berikut ini paparan fakta mengenai keberadaan alkohol (khamr) dalam berbaga=
i makanan dan minuman (sumber www.halalmui.or.id) :=20

=20

a.  Khamr Sebagai Penyedap Masakan

Dikenal ada beberapa khamr (arak) sebagai penyedap masakan Cina, Jepang, Ko=
rea, dan masakan lokal yang berorientasi khamr. Khamr-khamr itu  misalnya :=
 (1) Ang Chiu, sebagai penyedap masakan, berguna untuk mempersedap masakan =
daging, tim ayam, sea food dan sayur mayur, (2) Lo Wong Chiu, digunakan seb=
agai saus penyedap masakan, dan digunakan juga sebagai penyedap masakan dag=
ing, tim ayam, sea food dan sayur mayur; (3) Anggur Beras Putih, sebagai re=
ndaman obat Thionghoa dan berbagai masakan.=20

b. Khamr dalam Kue Ultah

Dalam sebuah resep kue ulang tahun yang terdapat di majalah ternama terdapa=
t deretan bahan yang harus disiapkan. Salah satunya adalah =93rhum=94. Masy=
arakat ternyata acuh tak acuh terhadap keberadaan bahan tersebut. Mereka pe=
rlu tahu bahwa rhum adalah nama dari sebuah minuman keras dengan kadar alko=
hol sampai 30 persen.

c. Khamr dalam Makanan Bakaran=20

Dalam masakan ikan bakar, daging panggang atau barbeque, khamr sering digun=
akan untuk melunakkan daging dan menciptakan aroma khas khamr. Khamr yang s=
ering digunakan adalah dari jenis arak putih atau anggur beras ketan. Meman=
g tidak semua ikan bakar atau daging bakar menggunakan bahan ini. Tetapi da=
ri beberapa kasus yang terjadi di restoran Jepang dan Cina, penggunaan kham=
r ini kadang-kadang ditemukan. Ciri masakan bakar yang menggunakan khamr ag=
ak susah dideteksi. Secara umum khamr dalam masakan bakar agak susah didete=
ksi. Secara umum daging atau ikan yang direndam khamr biasanya lebih lunak,=
 lebih empuk dan memiliki aroma khas khamr. Tetapi tanda-tanda tersebut pad=
a kenyataannya sulit dikenali, karena daging yang lunak dan empuk juga bisa=
 disebabkan oleh enzim papain dari daun atau getah pepaya. Sedangkan aroma =
khamr sangat sulit dikenali, khususnya bagi orang awam yang tidak terbiasa =
dengan aroma tersebut.

d. Khamr dalam Tumisan

Masakan yang menggunakan cara pemasakan tumis juga sering menggunakan khamr=
 sebagai bahan yang ditambahkan. Aroma khamr akan muncul pada saat tumisan =
dipanaskan dengan api dan khamr dimasukkan ke dalam wajan.=20

e. Khamr dalam Mie

Mie goreng dengan berbagai rasa kadang-kadang ditambahkan khamr untuk menci=
tarasakan khamr guna menambah selera. Seperti mie goreng ayam, mie goreng s=
ea food, mie goreng udang dan seterusnya. Khamr yang digunakan dalam masaka=
n ini biasanya adalah arak putih, arak merah atau mirin.=20

f. Khamr dalam Sea food

Jangan dikira setiap sea food  pasti aman. Meskipun semua isi laut halal, t=
etapi cara memasaknya sangat beraneka ragam. Nah, pemasakan sea food itulah=
 yang kadang-kadang menggunakan saus dan khamr untuk menghasilkan rasa dan =
aroma khas yang konon mengundang selera.=20

g. Khamr dalam Campuran Minuman

Di restoran-restoran atau caf=E9 sering ditawarkan beraneka ragam minuman d=
engan nama keren dan penampilan yang eksentrik. Kadang-kadang kita terjebak=
 dengan nama minuman itu yang kelihatannya aman. Misalnya avacado fload, le=
mon squash, oranges dan beberapa minuman yang berkonotasi buah-buahan. Teta=
pi tidak ada salahnya jika kita bertanya kepada pramusaji, apa saja isinya.=
 Sebab tidak jarang di dalam minuman buah itupun ditambahkan rhum atau minu=
man keras yang lain. Katanya untuk menimbulkan sensasi khusus ketika kita m=
eneguknya. Dari semua jenis makanan yang berpeluang ditambahkan khamr atau =
minuman keras itu memang sulit dideteksi secara visual. Apalagi bagi kita y=
ang tidak pernah mengenal minuman keras.=20

=20

3.5.Alkohol dalam Obat-Obatan

                Seperti telah dijelaskan di atas dalam prinsip 2.9. di atas=
, berobat dengan benda najis dan haram hukumnya adalah makruh, bukan haram.=
 Dengan demikian, jelaslah bahwa penggunaan alkohol =96meskipun najis=97 da=
lam rangka pengobatan tidaklah berdosa, sebab hukumnya makruh. (Namun, perl=
u sekali dicatat, makruh itu sebaiknya ditinggalkan. Orang yang meninggalka=
n yang makruh, mendapat pahala dari Allah SWT. Tapi jika ia mengerjakannya,=
 tidak mengapa dan tidak berdosa).

                Atas dasar itu, maka penggunaan berbagai bahan yang najis d=
an haram, tidaklah mengapa. Hukumnya makruh.  Misalnya, menggunakan alkohol=
 sebagai desinfektan klinis, sebagai pembersih kulit sebelum diinjeksi, seb=
agai pelarut bahan obat, dan sebagainya. Termasuk juga dalam hal ini, segal=
a macam benda najis lainnya di luar alkohol. Misalnya penggunaan selongsong=
 kapsul dari bahan babi, penggunaan urine sebagai sarana terapi, dan sebaga=
inya.

                Namun karena ada pendapat lain dari umat Islam yang menghar=
amkan penggunaan benda najis untuk berobat, sebaiknya sebisa mungkin kita h=
anya menggunakan bahan yang suci dan halal dalam dunia obat-obatan. Kalaupu=
n kita mengikuti pendapat yang memakruhkan, kita disunnahkan menggunakan ba=
han yang bukan najis, sebagai upaya untuk menghindarkan diri dari perselisi=
han. Kaidah fiqih menyatakan : Al-Khuruj minal Khilaaf mustahab (Menghindar=
kan diri dari perselisihan pendapat, adalah disunnahkan). (Abdul Hamid Haki=
m, As-Sulam , hal. 68)=20

=20=20=20=20

3.6.Alkohol dalam Kosmetik

Fungsi alkohol dalam sediaan kosmetika (terutama parfum) pada umumnya adala=
h sebagai pelarut dan digunakan di luar badan. Bagaimanakah hukumnya menuru=
t fiqih Islam?

Hukumnya haram, sebab alkohol itu najis sebagaimana telah dibahas sebelumny=
a, dan memanfaatkan najis adalah haram (lihat prinsip dasar 2.9).

Memang benar, bahwa alkohol itu mudah menguap. Beberapa saat setelah sediaa=
n kosmetika (juga parfum) diaplikasikan, maka alkohol akan segera menguap d=
an tidak terdeteksi lagi (undetectable). Adanya bau dari parfum yang diapli=
kasikan di pakaian, adalah zat wanginya, bukan alkoholnya (Mursyidi, Kehala=
lan Bahan dalam Sediaan Kosmetika, makalah, tidak dipublikasikan). Pertanya=
annya, apakah jika pada hasil akhir alkohol tidak terdeteksi, berarti kita =
boleh menggunakan alkohol dalam proses tersebut?

Hukumnya haram, sebab ada tidaknya alkohol pada hasil akhir, bukanlah satu-=
satunya pertimbangan hukum. Yang (juga) menjadi pertimbangan, adalah tindak=
an pemanfaatan alkohol itu sendiri. Bukan hanya dilihat apakah pada hasil a=
khirnya alkohol itu masih dapat dideteksi atau tidak.

Padahal pemanfaatan alkohol adalah haram, karena alkohol termasuk ke dalam =
kategori benda najis yang tidak boleh dimanfaatkan (lihat prinsip dasar 2.9=
.).Jadi pemanfaatan alkohol dalam sediaan parfum adalah haram, meskipun pad=
a hasil akhirnya alkohol itu sudah tidak dapat terdeteksi lagi.            =
=20=20=20=20=20=20=20=20=20=20=20=20=20=20=20=20=20=20=20=20

                Jawaban ini juga berlaku untuk penggunaan bahan najis lainn=
ya dalam bidang kosmetika. Misalnya, penggunaan lemak babi sebagai bahan pe=
mbuatan sabun. Sabun yang dihasilkan, secara sifat fisik dan kimiawi sudah =
sangat berbeda dari bahan dasar/asalnya yang najis. Pertanyaannya, apakah b=
oleh menggunakan lemak babi sebagai bahan dasar sabun? Jawabannya adalah ti=
dak boleh (haram), sebab ada tidaknya lemak babi pada hasil akhir, bukanlah=
 satu-satunya pertimbangan hukum. Yang (juga) menjadi pertimbangan, adalah =
tindakan pemanfaatan lemak babi itu itu sendiri. Bukan hanya dilihat apakah=
 pada hasil akhirnya lemak babi itu masih dapat dideteksi atau tidak. Peman=
faatan lemak babi adalah haram, berdasarkan nash Al Qur`an yang telah mengh=
aramkan babi (Al-Baghdadi, 1994:43-44), di samping lemak babi termasuk bend=
a najis yang tidak boleh dimanfaatkan (lihat prinsip dasar 2.9.)=20=20

Dapat ditambahkan, bahwa akhir-akhir ini telah diketahui, heparin (sodium  =
heparin) yang sudah  diproduksi secara komersial,  ternyata berasal dari  j=
aringan  mukosa usus babi. Dalam dunia kosmetika, heparin merupakan salah s=
atu  bahan  yang digunakan dalam pembuatan cream untuk nutrisi kulit, cream=
  untuk sekitar mata, produk-produk anti acne dan juga hair tonic. Produk i=
ni diproduksi di China serta diekspor terutama untuk  negara  Amerika  dan =
Eropa. Maka, umat Islam sudah seharusnya menghindari produk  kosmetika yang=
 mengandung unsur heparin (sodium heparin) yang  berasal  dari Amerika, Ero=
pa  apalagi  China (www.halalmui.or.id).

=20

4. Penutup

                Sebagai penutup, kiranya patut kita renungkan, bahwa masala=
h keberadaan alkohol dalam makanan, obat, dan kosmetik telah menjadi salah =
satu persoalan kaum muslimin setelah mereka dikungkung oleh sistem sekuler =
yang kufur ini. Sistem tersebut sama sekali tidak memperdulikan halal dan h=
aram, karena berdiri di atas asas manfaat (pragmatisme/utilitarianisme). Ak=
ibatnya, kaum muslimin merasa kesulitan dalam memenuhi hajat hidupnya, kare=
na hampir semua segi kehidupan dipenuhi dengan kemaksiatan dan keharaman. T=
ermasuk membajirnya produk-produk yang dilarang oleh syara=92 baik makanan,=
 obat, maupun kosmetik.

                Berbeda halnya jika kaum muslimin hidup dalam naungan negar=
a Khilafah Islam. Sebuah sistem yang melindungi kaum muslimin dari berbagai=
 jenis pelanggaran terhadap syara=92at Islam. Termasuk akan menjaga kaum mu=
slimin dari berbagai produksi makanan, minuman, dan obat-obatan yang haram.=
 Karena itu, persoalan ini baru akan tuntas secara total apabila Negara Khi=
lafah Islam berdiri. Kita bermohon kepada Allah, agar kita senantiasa diber=
i kekuatan untuk tetap berjuang secara ikhlas dalam menegakkannya. Semoga A=
llah SWT memberikan pertolongan kepada kaum muslimin di seluruh dunia. Wall=
ahu a=92lam.

=20

 - - - - - - -

=20

*Makalah disampaikan dalam Seminar Farmasi bertema Halal Haramnya Bahan Tam=
bahan dalam Makanan, Obat, dan Kosmetik, diselenggarakan oleh Islamic Study=
 Club of  Pharmacy Himpunan Mahasiswa Farmasi, Fakultas MIPA, UII, hari Aha=
d, 27 Pebruari 2005, di Ruang Auditorium FTSP, UII, Yogyakarta.

=20

**Aktivis Hizbut Tahrir. Alumnus Fakultas MIPA IPB dan Pesantren Al-Azhhar =
Bogor, staf pengajar STEI Hamfara Yogyakarta, sedang menyelesaikan program =
pasca sarjana di Magister Studi Islam UII, Yogyakarta.=20=20

=20

DAFTAR PUSTAKA

=20

Abdullah, Muhammad Husain. 1996. Mafahim Islamiyah. Juz II. Beirut : Darul =
Bayariq.=20

=20

Al-Baghdadi, Abdurrahman. 1986. Radd =91Ala Kitab Ad-Da=92wah Al-Islamiyyah=
. Sidney : Tanpa Penerbit.=20=20

=20

----------. 1994. Babi Halal Babi Haram. Jakarta : Gema Insani Press.

=20

Al-Maliki, Abdurrahman. 1990. Nizham Al-=91Uqubat. Beirut : Darul Ummah.

=20

Al-Mustanier, Ahmad Labib. Tanpa Tahun. Hukum Seputar Khamr. www.islamuda.c=
om.

=20

Al-Qaradhawi, Yusuf. 1990. Halal dan Haram Dalam Islam (Al-Halal wa Al-Hara=
m fi Al-Islam).=20

Terjemahan oleh Muammal Hamidy. Surabaya : PT Bina Ilmu

=20

An-Nabhani, Taqiyuddin. 1953. Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah. Juz III (Ushul =
Al-Fiqh). Al-Quds :=20

Mansyurat Hizb Al-Tahrir.=20=20

=20

----------. 1990. An-Nizham Al-Ijtima=92i fil Islam. Beirut : Darul Ummah.=
=20

=20

----------.1994. Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah. Juz I. Beirut : Darul Ummah.

=20

----------. 2001. Nizhamul Islam. Tanpa Tempat Penerbit : Mansyurat Hizb Al=
-Tahrir.

=20

An-Nawawi, Imam. 2001. Syarh Matn Al-Arba=92in An-Nawawiyah (Syarah Hadits =
Arba=92in).=20

Terjemahan oleh H. Murtadho dan Salafuddin. Solo : Al-Qowam.

=20

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. EdisiIV. Jakarta :=
 UI Press.=20

=20

Apriyantono, Anton. Tanpa Tahun. Penentuan Kehalalan Produk Pangan Hasil Bi=
oteknologi: Suatu=20

Tantangan, http://www.indohalal.com/doc_halal3.html

=20

Ash-Shan=92ani. Tanpa Tahun. Subulus Salam. Juz I. Bandung : Maktabah Dahla=
n.

=20

Asy-Syatibi, Abu Ishaq. Tanpa Tahun. Al-Muwafaqat fi Ushul Al-Ahkam. Juz II=
I. Beirut : Darul=20

Fikr.

=20

Hakim, Abdul Hamid. Tanpa Tahun. Mabadi` Awwliyah. Jakarta : Sa=92adiyah Pu=
tra.

=20

----------. Tanpa Tahun. As-Sulam. Jakarta : Sa=92adiyah Putra.=20

=20

Haqqi, Ahmad Muadz. 2003. Al-Arba=92una Haditsan fi Al-Akhlaq ma=92a Syarhi=
ha (Syarah 40 Hadits=20

Tentang Akhklak). Terjemahan oleh Abu Azka. Jakarta : Pustaka Azzam.=20

=20

Departemen Kesehatan Dirjen POM. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesi=
a. Jakarta :=20

Depkes.

=20

MUI. Hukum Alkohol dalam Minuman. www.mui.or.id

=20

Makhluf,  Hasanain Muhammad. 1994.Tafsir wa Bayan Kalimat Al-Qur`an. Damask=
us-Beirut :=20

Darul Fajr Al-Islami.=20

=20

Mursyidi, Ahmad. Tanpa Tahun. Kehalalan Bahan dalam Sediaan Kosmetika. Maka=
lah. Tidak=20

Dipublikasikan.=20=20=20=20=20

=20

Musthafa K.S. 1983. Alkohol dalam Pandangan Islam dan Ahli-Ahli Kesehatan. =
Bandung : PT=20

Alma=92arif.

=20

Mutscher, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Bandung : Penerbit ITB.

=20

Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. 1986.  Obat-Obat Penting : Khasiat, Pengg=
unaan, dan Efek-

Efek Sampingnya. Edisi IV.=20

=20

Utomo, Setiawan Budi. 2003. Fikih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer=
. Jakarta : Gema=20

Insani Press.

=20

http://www.hizbut-tahrir.or.id/modules.php?name=3DNews&file=3Darticle&sid=
=3D416

http://www.hizbut-tahrir.or.id/modules.php?name=3DNews&file=3Darticle&sid=
=3D417





---------------------------------
  Yahoo! Messenger - Communicate instantly..."Ping" your friends today! Dow=
nload Messenger Now

[Non-text portions of this message have been removed]






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~-->=20
DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources=20
often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today!
http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~->=20

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg=
 Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru;=20
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
=20
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
=20



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] ALKOHOL DALAM MAKANAN, OBAT, DAN KOSMETIK : TINJAUAN FIQIH ISLAM*