Jum'at, 11 Desember 2003 - 23:03:35, Penulis
: Kitab At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal
Al-Aliy |
Kategori
: Manhaj |
Hukum menyambut hari
Natal/non muslim & Tahun
Baru
|
Hukum menyambut dan merayakan hari Raya non Muslim
(Natal/Tahun Baru, red)
Sesungguhnya di antara
konsekwensi terpenting dari sikap membenci orang-orang kafir
ialah menjauhi syi'ar dan ibadah mereka. Sedangkan syi'ar mereka
yang paling besar adalah hari raya mereka, baik yang berkaitan
dengan tempat maupun waktu. Maka orang Islam berkewajiban
menjauhi dan meninggalkannya.
Ada seorang lelaki yang
datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk
meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di
Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam menanyakan kepadanya (yang artinya) : " Apakah disana ada
berhala, dari berhala-berhala orang Jahiliyah yang disembah ?"
Dia menjawab, "Tidak". Beliau bertanya, "Apakah di sana tempat
dilaksanakannya hari raya dari hari raya mereka ?" Dia menjawab,
"Tidak". Maka Nabi bersabda, "Tepatillah nadzarmu, karena
sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat
terhadap Allah dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak
Adam"
[Hadits Riwayat Abu Daud dengan sanad yang sesuai
dengan syarat Al-Bukhari dan Muslim]
Hadits diatas
menunjukkan, tidak bolehnya menyembelih untuk Allah di
bertepatan dengan tempat yang digunakan menyembelih untuk selain
Allah ; atau di tempat orang-orang kafir merayakan pesta atau
hari raya. Sebab hal itu berarti mengikuti mereka dan menolong
mereka di dalam mengagungkan syi'ar-syi'ar mereka, dan juga
karena menyerupai mereka atau menjadi wasilah yang mengantarkan
kepada syirik. Begitu pula ikut merayakan hari raya (hari besar)
mereka mengandung wala' (loyalitas) kepada mereka dan mendukung
mereka dalam menghidupkan syi'ar-syi'ar mereka.
Di antara
yang dilarang adalah menampakkan rasa gembira pada hari raya
mereka, meliburkan pekerjaan (sekolah), memasak makanan-makanan
sehubungan dengan hari raya mereka (kini kebanyakan berpesiar,
berlibur ke tempat wisata, konser, acara musik, diakhiri
mabuk-mabukan atau perzinaan, red).
Dan diantaranya lagi
ialah mempergunakan kalender Masehi, karena hal itu menghidupkan
kenangan terhadap hari raya Natal bagi mereka. Karena itu para
shahabat menggunakan kalender Hijriyah sebagai
gantinya.
Syaikhul Islam Ibnu Timiyah berkata, "Ikut
merayakan hari-hari besar mereka tidak diperbolehkan karena dua
alasan".
Pertama. Bersifat umum, seperti yang telah
dikemukakan di atas bahwa hal tersebut berarti mengikuti ahli
Kitab, yang tidak ada dalam ajaran kita dan tidak ada dalam
kebiaasaan Salaf. Mengikutinya berarti mengandung kerusakan dan
meninggalkannya terdapat maslahat menyelisihi mereka. Bahkan
seandainya kesamaan yang kita lakukan merupakan sesuatu
ketetapan semata, bukan karena
mengambilnya dari mereka,
tentu yang disyari'atkan adalah menyelisihiya karena dengan
menyelisihinya terdapat maslahat seperti yang telah diisyaratkan
di atas. Maka barangsiapa mengikuti mereka, dia telah kehilangan
maslahat ini sekali pun tidak melakukan mafsadah (kerusakan)
apapun, terlebih lagi kalau dia melakukannya.
Alasan
Kedua.
Karena hal itu adalah bid'ah yang diada adakan.
Alasan ini jelas menunjukkan bahwa sangat dibenci hukumnya
menyerupai mereka dalam hal itu".
Beliau juga mengatakan,
"Tidak halal bagi kaum muslimin ber-Tasyabuh (menyerupai) mereka
dalam hal-hal yang khusus bagi hari raya mereka ; seperti,
makanan, pakaian, mandi, menyalakan lilin, meliburkan kebiasaan
seperti bekerja dan beribadah ataupun yang lainnya. Tidak halal
mengadakan kenduri atau memberi hadiah atau menjual
barang-barang yang diperlukan untuk hari raya tersebut. Tidak
halal mengizinkan anak-anak ataupun yang lainnya melakukan
permainan pada hari itu, juga tidak boleh menampakkan
perhiasan.
Ringkasnya, tidak boleh melakukan sesuatu yang
menjadi ciri khas dari syi'ar mereka pada hari itu. (Dalam
Iqtidha Shirathal Mustaqim, pentahqiq Dr Nashir Al-'Aql
1/425-426).
Hari raya mereka bagi umat Islam haruslah
seperti hari-hari biasanya, tidak ada hal istimewa atau khusus
yang dilakukan umat Islam. Adapun jika dilakukan hal-hal
tersebut oleh umat Islam dengan sengaja [1] maka berbagai
golongan dari kaum salaf dan khalaf menganggapnya makruh.
Sedangkan pengkhususan seperti yang tersebut di atas maka tidak
ada perbedaan di antara ulama, bahkan sebagian ulama menganggap
kafir orang yang melakukan hal tersebut, karena dia telah
mengagungkan syi'ar-syi'ar kekufuran.
Segolongan ulama
mengatakan. "Siapa yang menyembelih kambing pada hari raya
mereka (demi merayakannya), maka seolah-olah dia menyembelih
babi". Abdullah bin Amr bin Ash berkata, "Siapa yang mengikuti
negera-negara 'ajam (non Islam) dan melakukan perayaan Nairuz
[2] dan Mihrajan [3] serta menyerupai mereka sampai ia meninggal
dunia dan dia belum bertobat, maka dia akan dikumpulkan bersama
mereka pada Hari Kiamat.
Footnote :
[1] Mungkin
yang dimaksud (yang benar) adalah 'tanpa sengaja'.
[2] Nairuz
atau Nauruz (bahasa Persia) hari baru, pesta tahun baru Iran
yang
bertepatan dengan tanggal 21 Maret -pent.
[3]
Mihrajan, gabungan dari kata mihr (matahari) dan jan (kehidupan
atau
ruh), yaitu perayaan pada pertengahan musim gugur, di
mana udara tidak panas
dan tidak dingin. Atau juga merupakan
istilah bagi pesta yang diadakan untuk
hari bahagia
-pent.
(Dinukil dari tulisan Dr Shalih bin Fauzan bin
Abdullah Al-Fauzan, dalam kitab At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal
Al-Aliy[Edisi Indonesia, Kitab Tauhid 1])
Bagaimana
semestinya sikap Muslim yang tepat menyikapi hari raya
Natal/Tahun Baru/Non Muslim lainnya ?
Berikut nasihat
dari Komisi Tetap Saudi Arabia
"Sesungguhnya nikmat
terbesar yang diberikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada
hamba-Nya adalah nikmat Islam dan iman serta istiqomah di atas
jalan yang lurus. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah
memberitahukan bahwa yang dimaksud jalan yang lurus adalah jalan
yang ditempuh oleh hamba-hamba-Nya yang telah diberi nikmat dari
kalangan para nabi, shiddiqin, syuhadaa dan sholihin (Qs. An
Nisaa :69).
Jika diperhatikan dengan teliti, maka kita
dapati bahwa musuh-musuh Islam sangat gigih berusaha mema-damkan
cahaya Islam, menjauhkan dan menyimpangkan ummat Islam dari
jalan yang lurus, sehingga tidak lagi istiqomah.Hal ini
diberitahukan sendiri oleh Allah Ta'ala di dalam firman-Nya,
diantaranya, yang artinya: "Sebagian besar Ahli Kitab
menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada
kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari
diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka
ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan
perintah-Nya. Sesung-guh-Nya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu." (QS. 2:109)
Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala
yang lain, artinya: Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, mengapa kamu
menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah
beriman, kamu menghendakinya menjadi beng-kok, padahal kamu
menyaksikan". Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu
kerjakan. (QS. 3:99)
Firman ALLAH (yang artinya) : " Hai
orang-orang yang beriman, jika kamu menta'ati orang-orang yang
kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu kebelakang (kepada
kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi". (QS.
3:149)
Salah satu cara mereka untuk menjauhkan umat
Islam dari agama (jalan yang lurus)yakni dengan menyeru dan
mempublikasikan hari-hari besar mereka ke seluruh lapisan
masyara-kat serta dibuat kesan seolah-oleh hal itu merupakan
hari besar yang sifatnya umum dan bisa diperingati oleh siapa
saja. Oleh karena itu, Komisi Tetap Urusan Penelitian Ilmiyah
dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi telah memberikan fatwa berkenaan
dengan sikap yang seharusnya dipegang oleh setiap muslim
terhadap hari-hari besar orang kafir.Secara garis besar fatwa
yang dimaksud adalah:
Sesungguhnya kaum Yahudi dan
Nashara menghubungkan hari-hari besar mereka dengan
peristiwa-peritiwa yang terjadi dan menjadikannya sebagai
harapan baru yang dapat memberikan keselamatan, dan ini sangat
tampak di dalam perayaan milenium baru (tahun 2000 lalu), dan
sebagian besar orang sangat sibuk memperangatinya, tak
terkecuali sebagian saudara kita -kaum muslimin- yang terjebak
di dalamnya. Padahal setiap muslim seharusnya menjauhi hari
besar mereka dan tak perlu menghiraukannya.
Perayaan yang
mereka adakan tidak lain adalah kebatilan semata yang dikemas
sedemikian rupa, sehingga kelihatan menarik. Di dalamnya
berisikan pesan ajakan kepada kekufuran, kesesatan dan
kemungkaran secara syar'i seperti: Seruan ke arah persatuan
agama dan persamaan antara Islam dengan agama lain. Juga tak
dapat dihindari adanya simbul-simbul keagamaan mereka, baik
berupa benda, ucapan ataupun perbuatan yang tujuannya bisa jadi
untuk menampakkan syiar dan syariat Yahudi atau Nasrani yang
telah terhapus dengan datangnya Islam atau kalau tidak agar
orang menganggap baik terhadap syariat mereka, sehingga biasnya
menyeret kepada kekufuran. Ini merupakan salah satu cara dan
siasat untuk menjauhkan umat Islam dari tuntunan agamanya,
sehingga akhirnya merasa asing dengan agamanya
sendiri.
Telah jelas sekali dalil-dalil dari Al Quran,
Sunnah dan atsar yang shahih tentang larangan meniru sikap dan
perilaku orang kafir yang jelas-jelas itu merupakan ciri khas
dan kekhususan dari agama mereka, termasuk di dalam hal ini
adalah Ied atau hari besar mereka.Ied di sini mencakup segala
sesuatu baik hari atau tempat yang diagung-agungkan secara rutin
oleh orang kafir, tempat di situ mereka berkumpul untuk
mengadakan acara keagamaan, termasuk juga di dalam hal ini
adalah amalan-amalan yang mereka lakukan. Keseluruhan waktu dan
tempat yang diagungkan oleh orang kafir yang tidak ada
tuntunannya di dalam Islam, maka haram bagi setiap muslim untuk
ikut mengagungkannya.
Larangan untuk meniru dan
memeriahkan hari besar orang kafir selain karena adanya dalil
yang jelas juga dikarenakan akan memberi dampak negatif, antara
lain:
Orang-orang kafir itu akan merasa senang dan lega
dikarenakan sikap mendukung umat Islam atas kebatilan yang
mereka lakukan.
Dukungan dan peran serta secara lahir akan
membawa pengaruh ke dalam batin yakni akan merusak akidah yang
bersangkutan secara bertahap tanpa terasa.
Yang paling
berbahaya ialah sikap mendukung dan ikut-ikutan terhadap hari
raya mereka akan menumbuhkan rasa cinta dan ikatan batin
terhadap orang kafir yang bisa menghapuskan keimanan.Ini
sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala, (yang artinya) : "Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang
Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian
mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di
antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya
o-rang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (QS.
5:51)
Dari uraian di atas, maka tidak diperbolehkan bagi
setiap muslim yang mengakui Allah sebagai Rabb, Islam sebagai
agama dan Muhammad sebagai nabi dan rasul, untuk ikut merayakan
hari besar yang tidak ada asalnya di dalam Islam, tidak boleh
menghadiri, bergabung dan membantu terselenggaranya acara
tersebut.Karena hal ini termasuk dosa dan melanggar batasan
Allah.Dia telah melarang kita untuk tolong-menolong di dalam
dosa dan pelanggaran, sebagaimana firman Allah, (yang artinya) :
"Dan tolong-menolonglah kamu di dalam (mengerjakan) kebajikan
dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya." (QS. 5:2)
Tidak
diperbolehkan kaum muslimin memberikan respon di dalam bentuk
apapun yang intinya ada unsur dukungan, membantu atau
memeriahkan perayaan orang kafir, seperti : iklan dan himbauan;
menulis ucapan pada jam dinding atau fandel; menyablon/membuat
baju bertuliskan perayaan yang dimaksud; membuat cinderamata dan
kenang-kenangan; membuat dan mengirimkan kartu ucapan selamat;
membuat buku tulis;memberi keistimewaan seperti hadiah /diskon
khusus di dalam perdagangan, ataupun(yang banyak terjadi) yaitu
mengadakan lomba olah raga di dalam rangka memperingati hari
raya mereka. Kesemua ini termasuk di dalam rangka membantu syiar
mereka.
Kaum muslimin tidak diperbolehkan beranggapan
bahwa hari raya orang kafir seperti tahun baru (masehi), atau
milenium baru sebagai waktu penuh berkah(hari baik) yang tepat
untuk memulai babak baru di dalam langkah hidup dan bekerja, di
antaranya adalah seperti melakukan akad nikah,memulai bisnis,
pembukaan proyek-proyek baru dan lain-lain. Keyakinan seperti
ini adalah batil dan hari tersebut sama sekali tidak memiliki
kelebihan dan ke-istimewaan di atas hari-hari yang
lain.
Dilarang bagi umat Islam untuk mengucapkan selamat
atas hari raya orang kafir, karena ini menunjukkan sikap rela
terhadapnya di samping memberikan rasa gembira di hati
mereka.Berkaitan dengan ini Ibnul Qayim rahimahullah pernah
berkata, "Mengucapkan selamat terhadap syiar dan simbol khusus
orang kafir sudah disepakati kaha-ramannya seperti memberi
ucapan selamat atas hari raya mereka, puasa mereka dengan
mengucapkan, "Selamat hari raya (dan yang semisalnya), meskipun
pengucapnya tidak terjeru-mus ke dalam kekufuran, namun ia telah
melakukan keharaman yang besar, karena sama saja kedudukannya
dengan mengucapkan selamat atas sujudnya mereka kepada salib.
Bahkan di hadapan Allah, hal ini lebih besar dosanya daripada
orang yang memberi ucapan selamat kapada peminum khamar,
pembunuh, pezina dan sebagainya. Dan banyak sekali orang Islam
yang tidak memahami ajaran agamanya, akhirnya terjerumus ke
dalam hal ini, ia tidak menyadari betapa besar keburukan yang
telah ia lakukan. Dengan demikian, barang siapa memberi ucapan
selamat atas kemaksiatan, kebid'ahan dan lebih-lebih kekufuran,
maka ia akan berhadapan dengan murka Allah". Demikian ucapan
beliau rahimahullah!
Setiap muslim harus merasa bangga
dan mulia dengan hari rayanya sendiri termasuk di dalam hal ini
adalah kalender dan penanggalan hijriyah yang telah disepakati
oleh para shahabat Radhiallaahu anhu, sebisa mungkin kita
pertahan kan penggunaannya, walau mungkin lingkungan belum
mendukung. Kaum muslimin sepeninggal shahabat hingga sekarang
(sudah 14 abad), selalu menggunakannya dan setiap pergantian
tahun baru hijriyah ini, tidak perlu dengan mangadakan
perayaan-perayaan tertentu.
Demikianlah sikap yang
seharusnya dimiliki oleh setiap mukmin, hendaknya ia selalu
menasehati dirinya sendiri dan berusaha sekuat tenaga
menyelamatkan diri dari apa-apa yang menyebabkan kemurkaan Allah
dan laknatNya. Hendaknya ia mengambil petunjuk hanya dari Allah
dan menjadikan Dia sebagai penolong.
(Dinukil dari Fatwa
Komisi Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab
Saudi tentang Perayaan Milenium Baru tahun 2000.
Tertanda
Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alu
Syaikh
Anggota: Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Al-Ghadyan,
Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Syakh Shalih bin Fauzan Al
Fauzan)